Share

Bab 5

Author: SILAN
last update Last Updated: 2025-08-12 11:02:21

Piero melemparkan tas sekolah ke atas tempat tidur, ia sudah menyuruh seseorang menyiapkan tempat nyaman untuknya. Tempat itu tidak jauh dari markas para kriminal rendahan yang ia sewa, namun tidak banyak yang tau lokasi tempat tinggal barunya karena berada di ruang bawah tanah.

Meskipun di bawah tanah, tapi orang suruhan Piero telah merenovasi tempat tersebut menjadi nyaman dan juga punya sistem keamanan yang hanya Piero bisa kendalikan.

Baru saja ia selesai mengenakan kaus hitamnya kembali, ponselnya berdering.

“Bagaimana? Sudah dapat mereka?” tanyanya dingin, masih merapikan bagian kerahnya.

“Sebaiknya kau datang dan lihat sendiri,” suara Carlo terdengar dari seberang. Tak banyak bicara, tapi cukup untuk membuat Piero segera bergerak.

Langkah kakinya mantap menuruni lorong gelap menuju tempat yang biasa digunakan para kriminal rendahan itu untuk menyembunyikan “barang tangkapan”. Ia tahu ruangan itu, cat temboknya mengelupas, lantainya seperti belum tersentuh sapu selama bertahun-tahun, dan bau lembab menusuk hidung. Tapi kali ini ruangan itu menyimpan sesuatu yang penting. Atau lebih tepatnya, seseorang.

Di tengah ruangan, seorang pria berlutut. Sosok itu langsung menarik perhatian Piero karena ia mengenali wajahnya. Pria dalam foto yang selama ini menjadi bahan buruannya.

“Namanya Jaden,” kata Carlo, menyerahkan foto yang sama seperti sebelumnya. “Kami yakin dia orangnya.”

Memang benar, Jaden adalah salah satu orang yang Piero incar. Dengan langkah mantap, Piero berjongkok di depan tubuh Jaden yang berlutut dengan kedua tangan terikat ke belakang.

"Apa kau bisa mengingat siapa aku?" tanya Piero.

"Bagaimana aku bisa mengenalmu, ini adalah pertemuan pertamaku denganmu." ucap Jaden.

Piero menyeringai, dan tanpa pikir panjang ia meninju wajah Jaden hingga tubuhnya jatuh ke lantai.

“Kalau begitu, izinkan aku memperkenalkan diriku,” ucapnya pelan. “Aku adalah adik dari anak remaja yang kalian bunuh... tujuh tahun lalu.”

Jaden tampak kaget, tapi terlambat, waktu untuk meminta maaf sudah tidak ada. Piero mencengkram baju Jaden, menariknya untuk kembali duduk. 

"Aku tidak membunuhnya!" ujar Jaden.

“Jangan kau mulai dengan kebohongan,” desisnya. “Aku melihatnya. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Kalian berlima... mengeroyok kakakku hingga tewas."

Piero memajukan sedikit kepalanya. "Maka sekarang, kaulah yang harus mati."

Jaden menggeleng dengan cepat. "Bukan aku yang membunuhnya, Garrett yang menyuruh kami untuk melakukan itu."

Piero mendorong tubuh Jaden, membuatnya kembali berlutut. “Dan itu alasanmu untuk membunuh seseorang? Harusnya kau bertanggung jawab tujuh tahun lalu, saat dimana aku masih bisa memaafkan, tapi sekarang tidak akan ada kata maaf, satu persatu orang yang membunuh saudaraku... juga harus mati."

Bugh!

Tubuh Jaden kembali ambruk ke lantai. Piero menarik pisau kecil dari balik pinggang, tapi tak digunakan untuk melukai. Ia justru membuka ikatan di pergelangan tangan Jaden.

“Berdiri,” perintahnya. "Aku beri kau kesempatan untuk melawan. Jika kau menang, kau selamat, tapi jika kau kalah maka ucapkan selamat tinggal pada dunia."

Jaden berdiri, ia melihat sekeliling dan tidak mungkin ia bisa kabur begitu saja. “Siapa takut,” katanya mencoba tegar.

Dan pertempuran pun dimulai. Tinju dan tendangan bersahutan. Tapi Jaden bukan tandingan Piero. Setiap gerakan Piero penuh amarah, presisi, dan kebencian yang membara. Jaden dihajar tanpa ampun. Pukulan demi pukulan menghantam wajah, tubuh, bahkan tulang rusuknya.

Sementara itu, para kriminal lain hanya berdiri diam menyaksikan. Tak seorang pun berani menghentikan Piero.

Hingga akhirnya, tubuh Jaden tumbang. Tapi Piero tak berhenti. Ia berlutut, menggenggam kerah Jaden lagi, dan memukulinya sampai wajahnya remuk.

Carlo yang berdiri tak jauh, akhirnya bersuara. “Apa itu tidak terlalu keterlaluan, Piero?”

Piero berhenti sejenak. Tangan kanan berlumur darah, nafasnya berat.

“Keterlaluan?” ulangnya lirih. Ia menatap Jaden yang terengah, nyaris tak sadarkan diri. "Tentu saja tidak, merekalah yang menciptakan monster sepertiku, dan inilah belasanku untuk mereka."

Ia kembali mengayunkan tinjunya.

Dendam... kini telah menuntut korban kedua.

*

Keesokan harinya, kabar menggemparkan menyebar secepat kilat ke seluruh penjuru kota. Seorang pria ditemukan tergantung di pohon tua, di pinggiran kota yang sepi, sebuah tempat yang biasanya hanya dilewati oleh pelancong nyasar atau pecandu yang kehabisan arah.

Tubuh itu mengenaskan, wajahnya bengkak dan hampir tak bisa dikenali, tapi identitasnya sudah di temukan oleh pihak kepolisian.

Satu persatu media lokal mulai memberitakan kejadian itu. “Mayat seorang pria ditemukan tergantung, dugaan kuat pembunuhan.” Spekulasi pun beredar. Apakah ini peringatan dari geng lokal? Balas dendam? Atau sekadar pertikaian antar kriminal?

Di sekolah, anak-anak membicarakannya tanpa henti dengan rasa ingin tahu. Tapi semua bisik-bisik itu mengarah ke satu hal, siapa yang cukup nekat melakukan pembunuhan seterang ini?

Sementara mereka bergosip, Piero hanya duduk diam di bangkunya. Jari-jarinya mengetuk meja dengan irama pelan namun konsisten. Matanya kosong menatap ke depan, seolah tak peduli dengan kekacauan yang ia ciptakan semalam.

Namun dalam kepalanya, badai sedang mengamuk.

“Sudah dua... Dua orang yang aku kirim ke neraka. Masih ada tiga lagi. Garrett... lalu dua pengecut lainnya.”

Ia meremas tangannya perlahan, menyadari bahwa tangan itulah yang membuat wajah Jaden remuk dan lehernya tak bisa lagi menahan hidup.

“Tak peduli aku akan dipenjara, disiksa, atau bahkan dihukum mati. Dendam ini tidak akan berhenti... sampai mereka semua merasakan kematian.” batinnya.

Tak jauh dari tempatnya duduk, beberapa siswa mencuri pandang ke arahnya. Ada yang terlihat cemas, ada pula yang bisik-bisik dengan mata penuh curiga. Tapi tak ada satupun yang berani mendekat.

Karena mereka tahu... ada sesuatu yang berbeda dari Piero.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Humming of Death   Bab 8

    Pertemuan di aula usai. Satu per satu siswa keluar dengan wajah penuh semangat, membicarakan peluang untuk mendapatkan tiket masuk ke daftar sepuluh orang yang dicari keluarga Carpenter. Sorak-sorai dan langkah tergesa memenuhi lorong, tapi Piero tidak ikut terburu-buru. Ia tetap berdiri di dalam, menjadi satu-satunya siswa yang keluar paling akhir.Di ujung ruangan, Garrett masih berdiri berbincang dengan kepala sekolah. Sorot mata Piero mengunci pada sosok itu, diam, tajam, penuh muatan yang tak seorang pun di ruangan itu mengerti.Ketika kepala sekolah akhirnya pergi, Garrett menoleh, matanya menangkap tatapan Piero yang menusuk."Siapa anak itu? Dia terlihat memperhatikanku dengan sorot mata yang begitu kuat," tanyanya pada asistennya."Tampaknya anak ini salah satu fans terbesarmu di sekolah ini, Tuan," jawab sang asisten.Garrett menyunggingkan senyum tipis. "Bawa dia kemari."Asistennya mengangguk dan memberi isyarat. Piero melangkah mendekat tanpa sedikitpun keraguan. Kini, ja

  • Humming of Death   Bab 7

    Air shower mengucur deras, menghantam lantai kamar mandi dengan suara berulang, namun warnanya tak lagi jernih, melainkan merah pekat. Darah bercampur air mengalir di kaki Piero, hilang di lubang pembuangan. Ia berdiri mematung, mata terpejam di bawah guyuran air panas, membiarkan sisa pembantaian itu luruh dari kulitnya. Tidak ada rasa bersalah. Tiga nyawa sudah ia ambil, dua di antaranya dalam waktu kurang dari seminggu.Masih ada dua orang yang masih berkeliaran, Piero yakin, satu persatu pasti akan ia dapatkan dimanapun persembunyian mereka. Selesai membersihkan diri, Piero segera mengeringkan tubuhnya dan mengenakan pakaian sebelum melihat informasi terbaru dimana posisi dua orang lainnya. Satu diantaranya bernama Garrett, dan ini adalah orang yang ia rasa lebih kuat dari yang lainnya."Aku tidak akan pernah berhenti, sampai api dendam dalam dadaku padam." batin Piero saat ia melihat foto Garrett di dalam ponselnya, tangannya tanpa sadar mengepal dan rahangnya mengeras.Keesokan

  • Humming of Death   Bab 6

    Hari demi hari, Piero terus memburu jejak tiga orang yang telah merenggut nyawa saudaranya. Dua diantaranya sudah ia kirim ke liang kubur. Kini, target ketiga yang ia incar. Malam itu, kabar datang dari Carlo, orang itu berada di Washington. Tanpa pikir panjang, Piero meluncur kesana, melawan dingin malam yang menusuk.Ia berdiri di trotoar seberang sebuah klub malam yang gemerlap, lampu neon berwarna merah muda dan biru memantul di aspal basah sisa hujan. Hoodie hitamnya menutupi sebagian wajah, membuatnya menyatu dengan bayang-bayang. Satu tangan menggenggam ponsel di telinga, satu lagi di dalam saku, meraba gagang pisau lipat yang sudah ia siapkan."Kau yakin dia ada di sini?" suaranya pelan namun tegas, nyaris tak terdengar tertelan musik bising dari dalam klub."Yakin," jawab Carlo di seberang. "Dia di dalam. Tunggu saja. Dia akan keluar sebentar lagi."Klik. Sambungan diputus. Piero mencondongkan tubuh, duduk di pinggiran pagar pembatas. Matanya mengamati setiap wajah yang kelua

  • Humming of Death   Bab 5

    Piero melemparkan tas sekolah ke atas tempat tidur, ia sudah menyuruh seseorang menyiapkan tempat nyaman untuknya. Tempat itu tidak jauh dari markas para kriminal rendahan yang ia sewa, namun tidak banyak yang tau lokasi tempat tinggal barunya karena berada di ruang bawah tanah.Meskipun di bawah tanah, tapi orang suruhan Piero telah merenovasi tempat tersebut menjadi nyaman dan juga punya sistem keamanan yang hanya Piero bisa kendalikan.Baru saja ia selesai mengenakan kaus hitamnya kembali, ponselnya berdering.“Bagaimana? Sudah dapat mereka?” tanyanya dingin, masih merapikan bagian kerahnya.“Sebaiknya kau datang dan lihat sendiri,” suara Carlo terdengar dari seberang. Tak banyak bicara, tapi cukup untuk membuat Piero segera bergerak.Langkah kakinya mantap menuruni lorong gelap menuju tempat yang biasa digunakan para kriminal rendahan itu untuk menyembunyikan “barang tangkapan”. Ia tahu ruangan itu, cat temboknya mengelupas, lantainya seperti belum tersentuh sapu selama bertahun-t

  • Humming of Death   Bab 4

    Piero masih sembilan belas tahun, harusnya ia lulus sekolah tahun kemarin jika dirinya tidak di penjara karena kasus pembunuhan. Mau tidak mau, ia harus melanjutkan pendidikan selama satu tahun.Setelah setahun tidak sekolah, ini adalah hari pertamanya masuk kembali. Banyak orang memandang ke arahnya, sementara Piero seolah menjadi orang yang berbeda ketika dia di markas para kriminal rendahan itu dan juga di sekolah.Seakan punya kepribadian ganda, ia bisa menjadi pria berdarah dingin dan juga pria yang disukai oleh orang lain. Bagi Piero, sekolah bukan untuk tempat perkelahian.Ia duduk di kursi belakang, tempat yang biasanya dihindari siswa teladan. Tak lama, seorang remaja ceria dengan rambut acak-acakan dan gaya bicara cepat duduk di sebelahnya."Hei, kau anak pindahan ya?" sapanya santai.Piero menoleh perlahan. "Bukan. Aku cuma melanjutkan pendidikan yang sempat tertunda.""Oh...," pria itu mengangguk paham. "Tertunda karena ikut olimpiade internasional? Atau ikut pertukaran pe

  • Humming of Death   Bab 3

    Gedung tua yang menjulang di antara reruntuhan kota itu seolah tak layak ditinggali siapapun, berlapis cat yang mengelupas, jendela-jendela pecah, dan aroma lembab yang meresap sampai ke tulang. Tapi di dalamnya, kehidupan lain berlangsung. Kehidupan liar, kelam, dan kacau.Ruang-ruang gelap itu dihuni oleh para bajingan jalanan yang tak lagi mengenal moral. Asap rokok menggulung di udara, tawa pecandu bersahut-sahutan, dan di balik sekat-sekat kain murahan, tubuh-tubuh bertaut tanpa ikatan. Obat-obatan berpindah tangan seperti permen, dan wanita-wanita yang tak lagi punya pilihan menjadi hiburan kolektif. Dunia kecil yang sudah kehilangan arah.Piero berdiri di tengah itu semua, seperti sosok asing dari dunia berbeda. Tatapan tajamnya menyapu seluruh ruangan, ekspresinya datar, namun penuh penilaian. Jijik? Tentu. Tapi ia tidak datang untuk menjadi hakim. Ia datang untuk memanfaatkan."Carlo, anak mana yang kau bawa itu?" suara serak berat memanggil, datang dari pria bertato dengan b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status