Share

Lima : Sebuah Keputusan Yang Berat

Penulis: Rilla
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-31 00:02:41

Alin menatap lurus keluar jendela mobil. Sejak keluar dari rumahnya tadi, Alin tak bicara sedikitpun. Bahkan Tian yang mengendarai mobil, selalu melirik dari spion yang ada di atas kepalanya.

"Kau ingin puasa bicara?" tanya Tian pada Alin. Sedikit melirik dari sudut matanya, Alin tersenyum simpul namun sinis.

"Bukan urusanmu." jawabnya.

"Memang bukan urusanku. Tapi aku membenci suasana hening seperti kuburan."

"Nyalakan saja musik di mobilmu."

"Aku bukan musisi." Jawab Tian kesal.

Suasana kembali hening. Ia kembali melirik Alin dari kaca spion yang ada di atas kepalanya dan lagi-lagi gadis itu hanya diam, sembari melihat keluar jendela.

Tian menghela nafas kasar. Baginya, menghadapi gadis seperti Alin itu tidaklah sulit. Namun memang butuh proses sampai Alin bisa berbaur dengannya.

Tian jahat? Tidak sama sekali. Ia hanya sedikit kaku dan memang sedikit bermulut tajam. Namun 'sedikit' itu, berhasil membuat asisten pribadi Tian tak pernah betah berada di samping pria tersebut.

Sebenarnya alasan Tian seperti itu hanya ingin membentengi diri. Ia terlalu sibuk hanya sekedar untuk mengurusi dirinya sendiri, salah satunya ya seperti makanan atau lebih luasnya adalah kebutuhan sehari-harinya.

Ia butuh seorang manusia yang mampu melakukan pekerjaan tersebut dengan baik. Dan seperti asisten pribadinya sebelum ini, pekerjaan Alin setelah nanti sampai di rumahnya, yaitu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh asisten-asistennya terdahulu.

Di mana ia berada, di situ harus ada asistennya. Bahkan hanya untuk menemaninya membaca buku di ruang kerjanya saja pun, asistennya tersebut harus ikut, dan tentu saja penerus selanjutnya adalah Alin.

Jika orang lain menilai, mungkin ia akan dicap sebagai manusia yang tak punya kerjaan ataupun manusia 'garing'. Namun Tian tak mempedulikan semua itu lantaran ia sendiri merasa mampu menggaji asistennya dengan cukup tinggi.

Bicara soal gaji Tian seketika teringat posisi Alin saat ini yang menjadi asisten pribadinya. Tian sedikit berdehem untuk mencairkan suasana yang nampak kaku.

"Saat kau bekerja denganku nanti, aku tak ingin mendengar kau merengek tentang gajimu. asalkan kau tahu, keberadaanmu di sini adalah semata-mata untuk melunasi hutang kedua orang tuamu."

Alin berdecak, "tak perlu kau ingatkan! aku tak bodoh dan tak juga pikun!"

"Baguslah kalau kau paham." Alin hanya bergumam menjawab ucapan Tian.

setelahnya suasana kembali sunyi dan itu cukup membuat Tian frustasi. ia benci didiamkan seperti ini. selama ia hidup, tak ada yang berani melakukan itu padanya. Hanya dirinya yang boleh melakukan itu pada asisten pribadinya.

Sepertinya, harus ada sedikit perjanjian kontrak untuk gadis tersebut. Setidaknya selama Alin menjadi asistennya nanti.

×××××

Perjalanan yang singkat namun terasa begitu lama bagi Alin itu akhirnya berakhir. Mobil yang di kendarai Tian masuk ke dalam sebuah pekarangan rumah yang begitu besar dan memiliki halaman yang luas.

Saat turun dari mobil, Alin dibuat melongo takjub. Ia rasa rumah di hadapannya ini setara dengan rumah sultan Andara. Tak ada yang tak tahu siapa itu Sultan Andara. Bahkan namanya selalu disandingkan dengan kemewahan.

Tian menatap wajah bodoh Alin. "Aku tahu kau miskin. Tapi jangan terlalu kau perjelas."

Alin mencelos mendengar 'pujian' Tian pada dirinya. Sungguh, ini rasanya ia menghajar pria di depannya ini.

Ia tak bisa membalas Tian. Alhasil Alin hanya menggerutu kesal sambil mendumal pelan.

Iya menatap Tian yang sudah lebih dulu berjalan masuk ke dalam. Dengan sedikit ragu dan canggung, Alin pun mengekor di belakang pria tersebut. Ia hanya berjarak satu meter dari Tian.

Saat pintu utama dibuka, Alin kembali dibuat melongo takjub seperti gadis bodoh.

Interior dalam rumah ini bukan interior kaleng-kaleng. Ia tahu harga barang-barang ini sangat mahal.

Alin teringat sesuatu. Ia menghentikan langkahnya dan menatap Tian penuh curiga.

Sadar Alin tak mengikutinya, Tian pun menghentikan langkahnya.

Ia berkacak pinggang melihat Alin yang menyilangkan tangannya ke dada.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya.

Alin masih menatap Tian dengan tatapan penuh curiga, "Kau! Apa kau bekerja sebagai penjual perawan?"

Tian langsung tersedak mendengar tuduhan Alin padanya. "Kau gila?" Bentak Tian.

"Kau yang gila. Apa pekerjaanmu? Tak mungkin kau bisa punya rumah sebesar ini dengan interior mahal seperti itu. Pasti ada yang kau sembunyikan, benarkan?"

"Atau jangan-jangan kau!"

"Jangan-jangan apa? Kau mau menuduhku apa sekarang?"

Alin menatap tajam ke arah Tian, "Kau mafia penjual organ manusia?"

Kali ini Tian tak tahan lagi. Ia berjalan mendekati Alin dan langsung memukul kepala gadis tersebut walaupun pukulan itu termasuk pelan.

"Kau mabuk? Atau urat di otakmu putus satu?" Tanya Tian dengan nada kesal.

"Ya siapa tahu saja. Kalau memang itu pekerjaanmu, nyawaku--"

Tak!

"Awww. Kenapa kau selalu memukulku!!!?" Bentaknya.

"Untung kepalamu yang ku pukul. Biasanya kasus tuduhan seperti ini, aku langsung menembak mati si penuduh."

Alin langsung diam. Ia menutup mulutnya rapat-rapat.

"Mau menuduhku lagi?"

Dengan cepat Alin menggeleng. Sebisa mungkin ia mencoba untuk tersenyum dengan bibir yang masih tertutup rapat.

Tian mendengus kesal. Ia lalu melanjutkan perjalannya menuju lantai dua. Alin masih mengekor di belakang

"Ini kamarmu. Dan ini kamarku." Tian menunjuk kamar yang ada di sebelah kirinya sebagai kamar pribadi Tian.

Alin mengangguk. Ia lalu berjalan perlahan masuk ke kamar yang ada di sebelah kanan Tian. Namun baru tiga langkah ia berjalan, Tian langsung menarik kerah belakang baju Alin membuat Alin mundur kembali.

"Kau silahkan susun barang-barang mu di dalam. Aku memberimu waktu seperempat jam. Setelah itu temui aku di sana." Tian menunjuk lantai satu tepatnya di ruang santai.

Alin mengikuti arah tunjuk Tian. Di ruang santai tersebut ada televisi yang cukup besar.

"Kau paham?"

Alin mengangguk. Setelahnya Tian langsung masuk ke dalam kamarnya sendiri. Sedangkan Alin yang sedari tadi mencoba menahan nafas, langsung melepaskan nafas panjang.

"Dasar pria gila! Pria sombong. Angkuh. Sok ganteng. Kau pikir kau siapa berani memerintah ku? Asal kau tahu ya, aku ini anak gadis yang--"

Ceklek!

Alin terdiam seketika saat pintu kamar yang tadi ia jampi jampi dengan kata umpatan, terbuka dan memunculkan sosok Tian.

"Kenapa kau masih di sini?"

"Oh! Itu. Aku--aku sedang--sedang melirik furniture di sini. Iya. Mewah-mewah ya. Kau hebat mencari uang." Puji Alin yang sebenarnya tak ikhlas ia ucapkan. "Ya sudah. Aku masuk dulu ke dalam. Hehehe. Aku masuk. Ya. Aku--" Alin langsung berjalan kencang dan membuka pintu kamar yang akan ia tempati, masuk ke dalam dan menutupnya kembali.

Tian menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Alin.

"Sudah kukatakan jangan diperjelas kalau kau miskin." Ucap Tian dengan nada sedikit keras membuat Alin yang ada di dalam bisa mendengarnya dengan jelas. Tentu saja gadis itu tak terima dikatai lagi dengan sebutan miskin. Namun apa boleh buat. Di sini ia memang tak punya apa-apa.

"Dasar pria bemulut ular. Berbisa sekali mulutmu." Ucap Alin mendumal.

Sejauh ini, ia tak melihat Tian itu arogan. Itu jika dilihat dari segi kelakuan ya. Tapi tidak dengan mulut pria tersebut. Sungguh arogan sekali. Seperti apa hidupnya nanti di sini. Ia sungguh penasaran.

*****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 92 (END)

    Tak jauh beda dengan Delon, Haris dan Naura pun baru saja merasakan pelepasan mereka. Dan kini keduanya sedang berada di bawah selimut, setelah tadi Haris berkali-kali melepaskan benihnya dalam rahim Naura. "Capek?" Tanya Haris pada sang istri.Naura mengangguk, "Ngantuk yank." Ucapnya."Ya udah, kamu tidur ya. Aku mandi dulu." Naura lagi-lagi mengangguk. Ia mengeratkan selimutnya untuk kembali tidur, sementara Haris memilih untuk mandi. Tubuhnya terasa begitu lengket setelah pertempuran penuh nikmat yang ia lakukan bersama Naura.Seperempat jam setelahnya, Haris selesai dan kembali masuk ke dalam selimut. Ia memeluk Naura Yang sudah terlelap dan sama-sama mengarungi mimpi.*****Paginya, Kediaman Tian sedang Tak baik-baik saja. Pasalnya sang istri merajuk karena perkara ia minum pakai gelas warna merah. Bahkan keributan itu menarik perhatian pengantin baru.Naura yang saat itu baru masuk ke dalam langsung dibuat heran dengan Alin yang sedang menangis sesenggukan di sofa keluarga. Di

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 91

    Tita masih syok. satu kalimat yang tak ia bayangkan akan keluar dari mulut Mas Delon, satu kalimat yang tak pernah ia bayangkan akan ada yang meminta itu padanya, berhasil membuat kerja jantungnya meningkat. Tita menyentuh dadanya lalu menatap Delon. "Mas, Jantung aku." bisik Tita. Delon langsung panik. ia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang, namun langsung dicegat Tita. "Mas mau ngapain?" tanya Tita cepat."Nelpon dokter. tapi jantung kamu--""Iiiihh Mas Delon. kok dokter sih." Dengan tanpa sadar dan spontan, Tita menarik telapak tangan Delon dan meletakkannya tepat di dadanya. sebenarnya tujuan Tita ingin meminta Delon merasakan detaknya, namun sepertinya yang Tita lakukan adalah sebuah kesalahan. karena bukan merasakan detak jantung Tita, justru Delon yang dibuat berdetak tak karuan."Kerasa nggak?" Tanya Tita polos.Delon belum menjawab. Ia menatap Tita Lamat. Sampai Tita sadar jika ia sudah sedikit keterlaluan. Tia langsung menarik tangan Delon dari dadany

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 90

    Pesta pernikahan sudah usai. yang tersisa hanyalah lelahnya saja. namun beda dengan penagntin baru. bukan sisa, melainkan hal baru. bagaimana tidak, keduanya bahkan tak canggung lagi sama sekali berbicara soal malam pertama. dan itu membuat Delon menatap keduanya kesal. adn saat ini mereka sedang berkumpul di rumah Tian. di sana juga ada Tita."Bisa disortir sedikit kalimat kalian?" Ucap Delon sewot. Naura menatap Delon dengan tatapan usil, "Makanya, buruan nikah. jangan sampai Tita disalip yang lain."Tita langsung tersipu. sementara Delon menggerutu kesal."Bro, kalimat yang di pesta tadi serius?" kini giliran Tian mengambil alih."Yang mana?""Kamu lihat? Dia yang saat ini sedang abang--"Buugghh!Sebuah bantal kursi melayang ke arah Tian. dan pelakunya adalah Delon sendiri. gugupnya Delon membuat semuanya tertawa."Ngapain malu. kalau benar ya diakui saja. toh nggak ada yang salah kok. kalau Tita sendiri, mau nggak sama om om seperti Delon?" Delon menatap tajam Alin. namun hanya

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 89

    Hari pernikahan."Kak, selamat ya. Akhirnya nikah juga." Ucap Alin dengan bahagia. Ia tak menyangka jika kakaknya akhirnya berakhir di pelaminan dengan kak Haris.Dan status Naura berubah menjadi istri orang tepat satu jam yang lalu. Pesta pernikahan yang bertemakan white garden itu dihadiri banyak tamu. Khususnya dari rekan-rekan Haris dan Tian di perusahaan dan kawan nongkrong.Di tengah-tengah tamu yang hadir, juga ada Delon dan Tita. Gadis itu terlihat begitu cantik. Delon berhasil menyulap Tita menjadi seorang ratu yang begitu sempurna. Dan selama pesta berlangsung, Tita hanya duduk dan sesekali saja berdiri. Delon juga terlihat melayani Tita dengan sangat baik. Sepertinya pria itu sudah tersihir dengan pesona Tita.Sebelum h-1 pernikahan Haris dan Naura berlangsung, Delon datang ke kediaman Tian. Pria itu berkunjung untuk berkumpul bersama sekaligus mengatakan jika besok Tita akan datang ke pesta dan Delon juga mengatakan bagaimana kondisi Tita sebenarnya membuat Naura dan Alin

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 88

    Haris dan Naura melihat tim dari WO sedang menyulap aula gedung perusahaan di kantor Tian menjadi ruangan yang dipenuhi berbagai jenis bunga dan lebih mendominasi warna putih. Dan persiapan itu sudah hampir rampung. Setelah dua Minggu pengurusan semuanya, mulai dari surat-surat yang dibutuhkan sampai penentuan konsep pernikahan, bahkan Haris menemui ayah kandung Naura yang sudah pindah ke Bandung untuk memberitahukan rencananya tersebut. Dan kini tibalah saatnya memasuki H-3 pernikahan dirinya dan Naura.Haris merangkul pinggang Naura. "Kamu suka?" Tanyanya pada Naura. Naura mengangguk. "Sangat." Jawab Naura penuh haru. Ia tak menyangka jika dirinya dan Haris akan menikah juga. Dan setelah menikah, mereka tak perlu dipisahkan jarak, karena Haris sudah mendapat izin cuti dari Tian untuk menemani dirinya selama kuliah di Aussie."Oya, kamu sudah dapat info terbaru dari Delon?" Haris menatap Naura yang tiba-tiba menanyakan soal Delon. "Jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Kamu sadar nggak

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 87

    Alin dan Tian baru saja sampai di Jakarta setelah satu minggu lamanya mereka berbulan madu. dan kedatangan mereka siang ini di sambut oleh Haris dan Naura di bandara. dan sepasang kekasih itu sudah menunggu pengantin baru sejak setangah jam yang lalu.Naura asik menyantap es krim yang Haris belikan di cafe bandara. "Enak banget kayaknya." Goda Haris pada gadis itu."Banget yank. kamu mau?"Haris menggeleng, "Kamu aja. aku lagi nggak mau makan es krim.""Kenapa? panas-panas gini mending makan atau minum yang dingin dingin." Tak tergoda sama sekali, Haris tetap menggeleng. Naura mencibir. Ia kembali menyantap es krim coklat kesukaannya. Dari tempatnya berdiri, Haris bisa melihat pengantin baru tersebut keluar dari pintu kedatangan. Ia segera melambaikan tangannya memberi kode pada Tian di mana posisinya saat ini.Naura yang melihat kehadiran sang adik langsung keluar dari mobil dan berlari mengejar Alin. "Aaaaa kangeeennn." Teriak Naura yang langsung memeluk Alin saat dia sudah sampai

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 86

    Alin melenguh dalam tidurnya. ia merasakan tubuhnya remuk seketika saat ia baru saja terbangun. ia membuka matanya dan melihat suaminya masih terlelap. Alin menatap wajah tenang Tian. ia sangat suka dengan pahatan wajah Tian yang sempurna baginya. bahkan saking sempurnanya, ia akan memasang mata elangnya saat ada perempuan yang melirik pada sang suami. bahkan saat mereka di sini pun, Tian tak lepas dari tatapan para pemangsa. dan ia tak akan pernah mengizinkan pemangsa itu mendekati miliknya.Alin menyentuh pipi Tian lembut membuat Tian terbangun. "Suamiku tersayang, bangun." bisik Alin. Tian tersipu. ia menarik Alin semakin masuk dalam pelukannya membuat Alin tertawa. "bangun sayangku. sudah jam sebelas. kita melewatkan sarapan kita sayang." "Sebentar lagi istriku. atau aku ganti sarapan saja gimana?"Alin menautkan alisnya tak paham. "Ganti sarapan? maksudnya?"Tian tersenyum penuh makna. ia masuk ke dalam selimut dan detik berikutnya Alin memekik saat Tian bermain dengan puncak ke

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 84

    Tian menatap istrinya yang sudah terlelap. Seharian jalan-jalan membuat Alin lelah dan memilih untuk cepat tidur. Baginya juga tak masalah, biar besoknya Alin punya tenaga lagi untuk kembali menjelajahi Jepang. Masih banyak tempat yang ingin ia tunjukkan pada Alin. Tian turun dari tempat tidur. Ia meraih ponselnya lalu berjalan keluar menuju balkon. Ia mencari kontak ponsel Haris dan langsung menghubungi pria tersebut.Tak lama panggilan itu pun tersambung dan langsung diangkat oleh Haris."Bagaimana di Indonesia?" Tanya Tian tanpa basa-basi."Ck! apa kau tak bisa basa-basi terlebih dahulu?" ucap Haris membuat Tian berdecak kesal.. "Kau tahu aku tak terlalu suka hal itu. bahkan darahku mendidih saat melihat pria sialan itu berani masuk ke dalam rumahku. sialnya aku tak meminta orang-orangku untuk berjaga di sana." jawab Tian dengan nada suara yang begitu dingin.Haris paham itu. ia sangat tahu jika Tian tak suka rumahnya dimasuki oleh orang sembarangan. bahkan untuk Naura bisa di sa

  • Hutang Dua Milyar Menjadikanku Tawanan Pria Asing   Chapter 83

    Haris dan Naura menikmati makanan yang mereka pesan dengan sangat nikmat. Naura yang awalnya ingin Haris makan bersamanya di tempat tidur rumah sakit, berubah menjadi ia yang mengikuti Haris makan di meja beserta sofa yang sudah di siapkan di ruangan tersebut.Setelah makanan habis, Naura belum ingin kembali ke tempat tidur. Toh ia juga tak butuh apa di tempat tidur. Makanya ia mengatakan jika ia sudah bisa pulang sebenarnya. Namun karena dokter mengatakan belum, jadi ia pasrah saja. Dari pada ia ribut lagi dengan pria yang ada di sampingnya ini."Alin kapan balik?" Tanya Naura pada Haris yang sedang mengupas buah."Katanya sih cuma liburan seminggu. Kamu tahu sendiri Tian. Dia bos nya di sini. Jadi seminggu katanya, belum tentu seminggu. Bisa jadi sebulan.""Ih jangan. Kok sebulan."Haris langsung menatap Naura,"kenapa kalau sebulan?""Kalau sebulan, berarti aku udah balik dong ke Aussie, terus kita nikahnya kapan?" Ucapnya cemberut. Tawa Haris nyaris meledak kalau ia tak menahannya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status