Share

“Tujuh: Aneh”

Giovano meletakan dua gelas berisi teh hangat di atas etalase. Lalu, laki-laki itu mengambil dua bangku dan menyerahkan salah satu ke seorang gadis yang tidak lain adalah Geovani.

"Apa ini?"

"Duduk." Seperti terhipnotis, Geovani langsung menduduki salah satu bangku itu. Ia sendiri pun kaget mengapa dirinya mengikuti perintah Giovano?

"Nih." Giovano menyerahkan segelas teh hangat tadi, membuat Geovani makin mengernyit heran.

Hubungan mereka tidak sedekat itu, bahkan bisa dibilang tidak pernah kenal jika saat di Bali lalu tidak bertemu Gumelar. Lantas, mengapa Giovano memberinya teh? Atau jangan-jangan ada serbuk racun yang dilarutkan dalam teh itu? Pikiran buruk Geovani mulai mengepul di kepalanya, ia buru-buru mengendus-endus aroma teh itu, meneliti warna serta kandungan di dalamnya.

"Kenapa, sih?" tanya Giovano risih.

"Ini untuk saya, kan? Saya harus memastikan kalau teh ini bersih dari racun, paling tidak higenis."

Giovano memutar bola matanya.

"Gue kalo lukain orang pake tangan sendiri, tanpa perantara." Geovani terbelalak.

Setelah itu, tidak ada pembahasan lagi. Keduanya menenggak teh hangat. Walau begitu, diam-diam Geovani memicingkan matanya menatap Giovano. Selain di kampus tadi pagi, baru kali ini ia melihat Giovano tanpa masker, dan bahkan sedekat ini.

Alis tebal dengan mata seperti elang, rahang yang kokoh, serta hidung mancung itu sangat mengundang tinju Geovani, sebab masih saja teringat kenangan terburuknya.

"Demi, deh! Gue gak suka dilihatin kayak gitu," tukas Giovano tanpa mengalihkan pandangan dari depan.

"Siapa yang lihatin kamu? Orang saya lagi ancang-ancang mukul kamu," balas Geovani tiada keraguan.

Giovano berdecak, kemudian kembali menyeruput tehnya.

"Omong-omong, kok, kita sering bertemu akhir-akhir ini?"

"Harusnya gue yang tanya."

"Sinting," sindir Geovani, lalu menenggak tehnya juga. Sontak, Giovano menoleh.

Mereka hanya saling menatap nyalang, walaupun dalam hati Giovano memakinya habis-habisan. Setelah itu, tidak ada percakapan lagi.

Sampai hujan mereda, Geovani pamit pulang.

***

"Bang, udah malam. Gue balik, deh." Giovano pamit kepada Andi, penjaga ruko barang-barang ATK.

"Balik? Ya udah sana."

Giovano menyusuri jalanan yang dihiasi genangan air sambil mendengarkan musik dari headphone-nya. Menyingkirkan penatnya dengan alunan merdu, hingga tidak terasa sudah sampai ke rumahnya. Rumah yang mungil.

Ia mengetuk pintu diiringi salam. Pintu dibuka, menampilkan dua anak kembar perempuan kecil. Keduanya tersenyum usai melihat kehadiran orang di depan pintunya. Mereka langsung memeluk Giovano, kakaknya.

"Kayla, Nayla, yuk makan."

"Abang bawa apa?" tanya Nayla melihat kantung plastik hitam di tangan Giovano.

"Ini ada sayur sop dari Bang Andi tadi, kayaknya sih udah dingin, Abang hangatin dulu, deh, ya?"

Kayla dan Nayla mengangguk, lalu mereka bertiga menutup pintu. Giovano beralih ke dapur.

"Kayla, Nayla ... udah, nih." Satu mangkuk untuk bertiga bukanlah hal merepotkan lagi bagi mereka, sebab kesehariannya memang seperti ini.

"Abang ... besok Bunda pulang?" tanya Kayla.

Sejujurnya, Giovano lebih memilih wanita yang dipanggil Bunda itu tidak kembali ke rumah. Setelah meninggalkan anak-anaknya dan berjanji hanya kembali di tanggal sebelas setiap bulannya, sejak hari itu Giovano memulai hari-hari penuh penderitaan.

"Enggak tau, Kay ... tunggu saja, ya." Kayla dan Nayla mengangguk senang.

"Ya udah, sekarang cepat habisin ini, abis itu tidur, udah malam."

***

Sorakan tiap tim berdentam keras saking semangatnya. Hari ini, mahasiswa baru ditugaskan membuat yel-yel sesuai tim masing-masing.

"Sip! Nanti, pas gue bilang 'bersama kita teguh', kalian langsung nyanyiin, ya!" Semua anggota mengangguk antusias menanggapi perintah laki-laki bernama Rafi di name tag-nya.

Namun, lain hal dengan Giovano yang terlihat biasa saja karena fokusnya berada di sebrang sana. Ia memperhatikan seorang gadis ceria yang diam-diam memperhatikan seseorang di dekatnya. Ya, itu Geovani.

"Dasar aneh," pekik Giovano pelan ketika Geovani melayangkan finger love kepada orang di dekatnya itu.

"Bro, diem-diem aja." Tiba-tiba pundaknya ditepuk seseorang. Giovano menoleh, rupanya itu Rafi.

"Oh, lo merhatiin dia?" tanyanya sambil menunjuk Geovani. "Gue rasa dia bakal famous di sini. Dari auranya, mukanya juga good looking. Kayaknya saingan lo banyak ntar, termasuk gue."

Sontak, Giovano terbelalak menatap mata Rafi yang tidak teralihkan dari sosok Geovani di sana.

"Gue gak gitu–"

"Oh, lo gak suka dia? Bagus, deh, Bro. Tapi, kalo gak salah dari barisan kemarin, Lo satu banjar sama dia. Lo satu SMA dulu?" Giovano berdeham. "Tau sosmed dia dong? Bagi-bagi lah."

Giovano menautkan alisnya, risih ditanya ini itu tentang gadis yang sebenarnya tidak saling kenal dengan dirinya. Akan tetapi, Giovano mengetahui akun sosial medianya Geovani.

"Qu ...." Suaranya terhenti. Dahulu, akun Geovani memang namanya, tetapi entah sejak kapan, Gumelar berkata bahwa nama akunnya berubah menjadi 'Queenapril'. Giovano sendiri tidak ada keinginan melihat akun itu.

"Qu apa, Bro?"

"Cari aja pake namanya."

"Iya juga, ya? Oke, deh. Thank you, Bro Gi–Giovano? Loh! Nama kalian mirip."

"Terus?"

"Kalo kalian nikah, nama anaknya Geografi." Rafi terkekeh sampai menepuk-nepuk pundak Giovano. Mengapa manusia receh ini satu tim dengan Giovano, Tuhan?

"Eh, gak boleh! Geovani kan nikahnya sama gue. Lah, lebih pantes sama gue jadi anaknya Geografi, ya? Anjayani, ngakak."

Tadi menepuk-nepuk pundak, kini Rafi mendorong punggung Giovano sambil tertawa geli. Anak-anak lain jika sadar pasti mengatakan ketuanya itu gila. Sayang sekali, mereka sedang serius latihan yel-yel.

Membahas anak beserta nama anak yang mengangkutkan nama pribadi ... sungguh pernyataan tidak berbobot bagi Giovano.

"Bang, lo tau ga?"

"Apa tuh?"

"Geografi artinya GEO Gak demen RAFI." Giovano berdiri dan beranjak meninggalkan Rafi. Ia memilih berlatih dengan mahasiswa lainnya.

"Aduh?!"

***

Kreekkk!

Giovano merenggangkan otot-otonya. Setelah pulang dari kampus tadi, ia langsung pergi ke salah satu toko baju untuk menggantikan temannya bekerja.

Kesehariannya memang begitu. Ia tidak bisa bekerja part time yang terfokus pada jadwal karena ada saat-saat tertentu ia tidak bisa hadir dan berbagai alasan lainnya terkait adik-adiknya. Jadi, ia bekerja dari teman-temannya, seperti menggantikan temannya bekerja, lalu di hari itu juga dibayar. Seperti itulah ia. Memang tidak banyak uang yang didapat, tetapi dalam satu hari selalu memegang paling sedikit dua puluh ribu rupiah. Kalau hanya untuk makan dan kebutuhan gas saja itu sudah cukup untuk dirinya dan kedua adiknya.

"Abang ...," lirih Nayla sambil mengintip Giovano yang duduk di balai bambu depan rumahnya.

"Bunda tadi datang, menitip ini." Nayla memberikan amplop yang sudah tersobek ujungnya, menampilkan lembaran rupiah tersebut.

Sesaat, Giovano memutar bola matanya disertai menghela napas panjang.

"Makasih, Nayla," ujarnya dengan senyuman pada akhirnya. "Nayla gak tidur? Udah malam. Kayla saja sudah mimpi."

"Abang, ceritain waktu Abang kecil dong."

"Apa, ya?" Giovano berpikir. Apa yang harus diceritakan kepada adiknya? Kisah-kisah penuh air mata itukah?

"Tadi Nayla dapat nilai jelek, terus diledekin sama teman sebangku." Oh ... untunglah Nayla hanya ingin meminta solusi. Giovano jadi teringat dirinya saat seusia adiknya itu, ketika kelas tiga di sekolah dasar mendapatkan nilai jelek.

"Diledekin kayak gimana?"

"Katanya Nayla gak bisa jadi orang sukses dan hebat, soalnya Nayla bodoh," lirihnya sambil terisak menahan tangis.

"Suksesnya orang itu enggak dipatokin dari nilai doang, Nay. Nilai bisa dibuat dari tinta, bisa dicetak dari mesin. Tapi, kesuksesan tercipta dari usaha. Biar aja mereka berpikir kalau dapat nilai besar, berarti mereka udah sukses. Nanti kalau kamu udah kayak Abang pasti paham." Nayla mengucek matanya yang mulai menitikan air mata.

Giovano tersenyum sendu, lalu menarik adiknya duduk di sampingnya.

"Tantang ke mereka untuk hidup tanpa orang tua. Yakin, mereka gak bakal sanggup karena kamu ini lebih hebat dari mereka, Nay."

Malam ini Nayla sangat sedih, sampai tertidur pun di sela-sela tangisan dan tentunya di rangkulan abangnya, Giovano.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status