Share

02 || Valencia SM

Welcome 🌷

*****

"Lo kalau jalan tuh lihat-lihat! Udah tahu gue mau lewat lo malah nutup jalan! Lo pikir ini jalan punya nenek moyang lo, hah?!"

Mataku sedikit melirik ke arah laki-laki berseragam sama sepertiku yang tengah berdiri seraya berteriak marah. Aku memejamkan mata sejenak, mencoba bersabar meskipun sebenarnya dalam hati aku kesal. Tentu saja. Laki-laki itu yang barusan menyenggol lenganku hingga membuat aku terjatuh bersama kue-kue basah milik Umi Fatimah. Tapi malah dia yang marah-marah.

Aku menatap nanar kue-kue yang berserakan. Dengan cepat aku mengumpulkan kembali dan memasukkannya ke dalam kotak. Setelahnya aku berdiri menghadap ke arah laki-laki yang sama sekali tidak merasa bersalah. Dapat aku lihat kedua alis tebalnya menukik ke dalam, keningnya kusut, serta jangan lupakan tatapan matanya yang tajam.

Bergegas pergi untuk langsung menuju kelas, mengabaikan laki-laki tersebut yang beberapa kali berteriak. Aku diam-diam mendesah lega, suasana sekolah masih cukup sepi, belum banyak siswa yang berangkat. Walaupun aku tahu tadi ada beberapa murid yang melihat kejadian di depan gerbang, namun mereka hanya menonton dan tak berniat menolong sama sekali.

Aku sudah biasa. Memang di sekolah siapa yang mau berteman denganku? Aku hanya seorang gadis tunawicara biasa, penampilanku juga apa adanya, tak ada yang menarik dari diriku. Wajar jika murid lain kerap memandangku dengan tatapan bosan.

Sesampainya di kelas, aku langsung duduk di bangku, kemudian membuka kotak berisi kue-kue yang tadinya hendak aku titipkan pada ibu kantin. Namun, sepertinya hari ini berbeda, rata-rata kue yang tadi terjatuh sudah terkotori oleh pasir. Sembari menggigit bibir bawah, aku memisahkan kue yang selamat dan bersih lalu memasukkannya ke dalam tas.

'Ya Allah gimana caranya hamba memberitahu Umi Fatimah kalau kue-kue buatannya jatuh gini? Umi pasti kecewa. Sungguh hamba benar-benar ceroboh. Hamba tidak siap melihat wajah sedih Umi,' kataku dalam hati.

Setetes air mata jatuh mengenai punggung tanganku. Buru-buru aku mengusapnya, mengambil napas dalam berusaha tetap tenang. Rasanya aku ingin marah dan membalas perbuatan laki-laki tadi, namun tiba-tiba aku teringat dengan sebuah hadist Rasulullah Saw yang berbunyi;

"Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah memanggilnya di hadapan semua makhluk pada Hari Kiamat, hingga akhirnya Allah akan menyuruh memilih dari bidadari-bidadari (bermata jeli) mana saja yang dia suka." [H.R. Abu Dawud, no 4777]

Tersadar aku lantas mengucapkan istighfar sebanyak-banyaknya. Ara, kamu harus bisa mengendalikan emosi. Ingat perasaan marah itu berasal dari setan. Jangan sampai kelepasan.

Terhenyak kala mendengar bel berbunyi pertanda bahwa jam pelajaran pertama akan segera dimulai. Setelah selesai memisahkan kue yang layak makan dengan yang tidak, aku cepat-cepat memasukkannya ke dalam kolong meja.

*****

"Ada yang namanya Valencia Sahara Maghfiroh gak?"

Merasa namaku disebut, tanganku yang sedari tadi menulis mendadak berhenti. Pandangan semua teman-teman sekelas langsung tertuju padaku membuatku sedikit kikuk. Perlahan tangan kananku terangkat ke udara.

"Jadi lo yang namanya Valencia?" tanya murid laki-laki yang berdiri di depan pintu kelas. Aku mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Lo dipanggil sama pak Imam disuruh ke ruangannya," sambungnya lagi. Seketika mataku membulat sempurna, belum sempat aku mencegah, laki-laki itu sudah lebih dulu pergi.

Kini aku terdiam sambil memikirkan kira-kira ada apa pak Imam sampai memanggilku untuk datang ke ruangannya? Apa aku ada membuat kesalahan? Atau melanggar tata tertib sekolah? Seingatku tidak. Lantas apa? Ya Allah aku sudah ketakutan duluan padahal belum menemuinya.

Sedikit aku beritahu tentang pak Imam. Jadi beliau adalah wakil kepala sekolah, lebih tepatnya pak Imam adalah guru yang biasanya bertugas menertibkan murid-murid nakal di sekolah. Mengawasi dan memastikan semua guru melaksanakan jadwal mengajarnya dengan baik. Pak Imam bukanlah orang yang suka marah atau galak, hanya saja tatapan mata pak Imam terlihat tajam serta mengintimidasi dalam satu waktu.

Itu yang membuat pak Imam disegani oleh banyak orang. Tapi tentu pak Imam adalah orang yang baik hati lagi murah senyum.

Aku tersentak saat ada yang menepuk pelan bahuku. Menoleh untuk melihat siapa pelakunya, seorang gadis cantik berambut sebahu yang seingatku bernama Agatha tengah menatapku datar. Aku sampai menelan ludah dibuatnya.

"Lo dipanggil sama Pak Imam, Valencia. Kenapa malah bengong?" tanya Agatha kelewat datar.

Aku meringis kecil. Mengambil sebuah buku mungil berserta pulpen dari dalam saku.

"Aku takut. Kira-kira Pak Imam kenapa manggil aku, ya?"

Agatha kembali menatapku setelah membaca kalimat yang aku tulis. Gadis itu tidak membalasnya, sebagai ganti Agatha justru menarik paksa tubuhku membawanya ke luar kelas. Aku yang bingung mau tak mau akhirnya mengikuti di belakang.

Agatha terus menarik tanganku entah hendak membawanya kemana. Beberapa kali aku mencoba untuk melepaskan namun tenaga gadis itu jauh lebih kuat. Ah, aku lupa jika Agatha bukanlah gadis biasa. Aku terus ditarik di sepanjang koridor sekolah. Untungnya guru yang seharusnya mengajar di kelas sedang berhalangan hadir karena anaknya sakit.

Jadi aku tidak perlu risau akan mendapat hukuman sebab berani-beraninya keluar kelas sebelum jam pelajaran keempat berakhir. Bel istirahat baru akan berbunyi sekitar 30 menit lagi. Tanpa sadar ternyata Agatha membawaku ke depan pintu sebuah ruangan yang setahuku itu milik Pak Imam.

"Cepetan masuk." Agatha mendorong pelan punggungku. 

•To be continued•

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status