Share

07 || Al-Ghifari HA

Welcome 🌷

*****

Author POV

Langkahnya sontak berhenti setelah kedua kakinya menapak lantai dasar, matanya mengarah ke satu objek membuat keningnya mengerut dalam. Seraya melipat kemejanya hingga siku, laki-laki berparas tampan itu perlahan berjalan mendekati seseorang yang duduk di samping sang bunda.

"Lo ... si cewek bisu itu kan?" tanyanya santai, salah satu alisnya terangkat. Tak menjawab, orang yang ditanya malah menundukkan kepalanya dalam-dalam. Entah kebetulan macam apa, lagi-lagi Ara bertemu dengan laki-laki sombong ini.

"Ghifar! Ngomong apa kamu?! Jangan sembarangan, ya!" sentak Tiara pada anak laki-lakinya sembari menggelengkan kepala.

Pemuda bernama Ghifar itu beralih menatap ibunya beberapa detik, sebelum asistensi kembali fokus pada gadis berhijab biru tua yang sedari diam menunduk. Jari-jari bergerak gelisah memainkan ujung hijabnya.

"Berarti bener kalau lo itu bisu," ujar Ghifar lagi.

"Al-Ghifari Hamzah Arosy! Bunda gak suka, ya, kamu berbicara kayak gitu! Udah sana katanya mau pergi kan? Pulangnya malam aja sekalian nggak apa-apa."

Ghifar memutar bola matanya malas mendengar ucapan dari bundanya. Memilih bersikap tidak peduli dan langsung pergi meninggalkan Tiara berdua bersama gadis yang tentu masih Ghifar ingat dia adalah gadis yang pernah ditabraknya tempo hari.

Sekarang Ghifar sudah paham mengapa gadis itu selalu diam setiap ditanya dan Ghifar baru mengetahuinya. Mereka berdua memang satu sekolah, namun selama ini gadis itu sangat jarang—lebih tepatnya tidak pernah—menampakkan diri di keramaian. Ditambah Ghifar yang masa bodoh dengan sekitarnya.

Satu yang belum Ghifar ketahui. Yaitu nama dari gadis tersebut. Ah, udahlah gak penting juga, pikir Ghifar.

Selepas Ghifar benar-benar sudah pergi, Tiara menggenggam telapak tangan Ara, gadis itu seketika mendongak dengan kedua matanya yang mulai berlinang. Ara tersenyum kecil, menahan kuat agar tidak menangis. Tatapan Ara turun pada saat tangannya diusap pelan oleh Tiara.

"Itu tadi anak laki-laki saya. Namanya Ghifar. Saya minta maaf karena Ghifar udah bersikap kurang ajar sama kamu. Saya bakal kasih Ghifar pelajaran kalau dia udah pulang nanti," ujar Tiara lembut dibalas anggukan singkat dari Ara.

"Kalian satu sekolah kan?" tanya Tiara. Ara lagi-lagi mengangguk.

"Di sekolah dia sering kayak gitu ke kamu?" Kening Ara mengernyit tidak mengerti maksud dari ucapan Tiara. Melihatnya wanita itu tertawa pelan, sepertinya paham akan raut wajah bingung Ara.

"Maksud saya Ghifar sering ngomong kasar kayak tadi di sekolah? Kalau iya, bilang aja biar nanti saya marahin. Kalau perlu saya kirim dia ke Jerman biar tinggal sama pamannya."

Ara menggeleng cepat sambil melotot sempurna. "Jangan, Bu. Dia gak pernah gitu kok, kita berdua aja gak pernah ketemu walaupun satu sekolah. Ara baru ketemu sama dia beberapa hari yang lalu." Setelahnya Ara terdiam saat menyadari bahwa ia baru saja berbicara menggunakan bahasa gerakan jari.

"Oh, ya? Jadi kalian jarang ketemu di sekolah gitu?"

Ara terkejut. Sungguh saking terkejutnya gadis berhijab biru tua itu hampir tersedak ludahnya sendiri. Rupanya Tiara paham dengan bahasa isyarat, Ara mendesah lega dalam hati.

"Iya saya ngerti sama bahasa isyarat. Dulu waktu saya masih kuliah, saya sering ikut kegiatan bakti sosial gitu. Pergi ke panti asuhan, ketemu sama anak-anak disabilitas di sana, jadi saya bisa paham." Tiara tertawa kala mengingat masa-masa saat kuliah.

Kemudian dengan sedikit bercanda, Ara membalas. "Ara juga pengen ketemu sama anak-anak itu. Pasti lucu dan menyenangkan." Berikutnya Ara tertawa.

"Boleh. Nanti kapan-kapan saya ajak kamu ke panti buat ketemu sama mereka. Kamu dan anak-anak itu, kalian, adalah manusia istimewa yang terpilih." Tanpa Ara duga ternyata candaannya direspon serius oleh Tiara.

*****

Ara POV

Jam di dinding menunjukkan pukul 22.30, hampir tengah malam dan kedua mataku tidak kunjung terpejam. Rasanya aku tidak mengantuk sama sekali, aku tak bisa tidur entah karena apa. Aku sudah wudhu dan solat dua rakaat, membaca Al-Qur'an berharap dengan cara itu aku bisa mengantuk, namun sayang aku malah semakin terjaga.

Ingatanku kembali terbang ketika aku masih berada di rumah Ibu Tiara. Fakta bahwa wanita cantik itu adalah ibu dari laki-laki menyebalkan yang mari kita panggil saja Ghifar, sukses mengejutkanku. Aku bersungguh-sungguh tidak pernah berharap bisa bertemu dengannya, yang ada aku berdoa semoga tidak pernah bertatapan dengan dia.

Entahlah, aku merasa Ghifar seperti mempunyai aura tersendiri. Manik matanya yang hitam senantiasa terlihat tajam, serta jangan lupakan wajahnya yang angkuh itu. Ck! Mengingatnya aku tiba-tiba kesal! Ghifar juga belum meminta maaf atas insiden tempo hari yang menabrakku. Apakah laki-laki itu lupa? Atau hanya berpura-pura?

Tersadar atas apa yang aku lakukan, aku buru-buru mengucapkan istighfar dalam hati. Tidak sepantasnya aku membayangkan laki-laki yang bukan mahram. Itu bisa menjerumuskan ke dalam zina hati. Juga tidak seharusnya aku terus mengingat-ingat kejadian yang telah lalu. Aku tidak boleh menjadi sosok pendendam. Maafkan Ghifar, Ara.

Hah, baiklah.

Aku beranjak dari atas kasur hendak menuju dapur untuk menenggak sedikit air, rasanya tenggorokanku sangat kering. Belum juga hajatku itu terpenuhi, tepat di depan sebuah kalender, kedua kakiku berhenti dengan sendirinya. Badanku berputar menghadap benda berwarna putih yang tergantung di dinding.

Terdiam sambil terus memandang ke arah satu tanggal yang sengaja aku lingkari oleh spidol hitam selama beberapa menit. Mataku terpejam saat sebersit perasaan sesak tersebut muncul kembali. Benar, aku hampir melupakan sesuatu.

Besok adalah waktunya.

•To be continued•

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status