Share

2. Terjatuh dari Tangga

“MENJAUH DARIKU!” Elina mendorong tubuh Alvin dengan sekuat tenaganya. Alvin terkekeh lalu membenahi posisinya, berdiri masih dalam kondisi telanjang. Elina yang menyadari hal itu spontan kembali menutupi wajahnya dengan tangan.

“Baiklah kalau kau memang tidak mau tanggung jawab, biar aku yang tangani. Setidaknya malam ini kau sudah membuat malamku begitu indah. Terima kasih.” Alvin berjalan memunguti semua pakaiannya. Dengan tanpa malu, lelaki itu mengenakan semua pakaiannya di hadapan Elina yang masih mencoba menyembunyikan wajahnya. “Oh ya! Jika kau tidak ingat mengenai apa yang terjadi, semalam Jeremy memintaku mengantarkanmu pulang. Itu alasan kenapa aku bisa ada di sini, tapi seperti yang aku katakan. Apa yang terjadi setelah aku mengantarkanmu, itu salahmu!”

“Kau benar-benar berengsek! Kau yang sudah memanfaatkan ketidak sadaranku, dan kau malah menyalahkanku juga! Dasar tidak tahu malu.”

“Terserah! Yang jelas aku mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kau sudah mengingat semuanya, kau berhutang permintaan maaf padaku!” Alvin menaikan resleting celananya lalu beranjak dari sana. Dia rasa, Elina memang menginginkannya segera pergi. Setelah apa yang terjadi semalam, Elina terlihat tidak nyaman berada di dekatnya.

Elina menoleh, melihat Alvin yang kini berjalan meninggalkan kamarnya. Perhatiannya kini tertuju pada benang yang masih terus mengganggu pandangannya sejak tadi. Benang takdir yang terikat di tangan Alvin terhubung dengan tangannya. Elina mengepalkan tangannya erat. Begitu Alvin meninggalkan kamar, dia bergegas bangkit dan menutup pintu kamar dengan rapat-rapat. “I-ini tidak mungkin! Pasti ada kesalahan. Ti-tidak mungkin aku ditakdirkan bersama dengannya…”

Tubuh Elina gemetar. Tanpa sadar air mata mengalir membasahi pipinya. Elina terduduk di lantai dengan keadaan bersandar pada pintu. Hatinya terasa bergemuruh saat dia harus menghadapi kenyataan bahwa takdirnya terhubung dengan Alvin. Ini yang membuat Elina terkadang bersyukur tidak bisa melihat benang takdir miliknya, karena Elina pikir dia belum tentu siap menerima segala kenyataan yang mungkin telah digariskan untuknya. Faktanya memang begitu. Setelah puluhan tahun dia tidak bisa melihat benang takdirnya, kini untuk pertama kalinya dia bisa melihat benang itu terikat di tangannya, dan dia benar-benar tidak percaya bahwa lelaki yang takdirnya terikat dengannya adalah seseorang seperti Alvin. “Ke-kenapa harus dia? Kenapa harus Alvin? Apakah hanya karena kejadian semalam, aku dan dia jadi ditakdirkan bersama?”

Brukk!

Suara keras yang berasal dari luar kamarnya membuat Elina terkejut. Tidak lama setelah mendengar suara sesuatu yang jatuh, Elina mendengar suara Alvin yang berteriak kesakitan. Hal itu membuat Elina penasaran dengan apa yang terjadi. Bergegas wanita itu bangkit dan meraih baju mandi untuk menutupi tubuh telanjangnya. Begitu benda itu terpasang pada tubuhnya, Elina segera melangkah keluar guna mengecek apa yang sedang terjadi. “Astaga, Alvin!”

Elina panik saat melihat Alvin yang kini terkapar di lantai, di bawah tangga. Kondisi lelaki itu tampak dalam keadaan kurang baik. “Argghhh…”

Alvin meringis kesakitan. Tubuhnya terasa sangat sulit untuk digerakkan, sampai kemudian Elina membantunya untuk bangkit. “Apa yang terjadi? Kenapa kau berbaring di lantai seperti ini?”

“Aku jatuh dari tangga!” ujar Alvin sambil mengerang memegangi pinggangnya yang terasa begitu sakit. Elina sampat kesulitan membangunkan lelaki itu karena tubuhnya terlalu besar dan berat. Setelah berhasil membantunya bangun, Elina membawa Alvin menuju sofa yang berada tidak jauh dari tempatnya jatuh. Dia mendudukkan Alvin di sana, tapi Alvin kian meringis begitu mencoba untuk duduk. “Arghhh! Aku tidak bisa duduk dengan benar. Sakit sekali. Sepertinya tulangku patah.”

“Apa? Lagipula apa yang kau lakukan sampai bisa jatuh seperti ini?” Elina menatapnya kesal bercampur khawatir. Dia masih marah dengan Alvin, tapi cemas di saat yang bersamaan karena lelaki itu jatuh dari tangga di kediamannya.

“Ini semua kecelakaan. Memangnya kau pikir aku ingin jatuh seperti ini? Dan sepertinya aku menginjak sesuatu tadi. Tapi aku tidak yakin itu apa, argghh…”

Elina terdiam memandangi Alvin yang sepertinya tidak berbohong. Lelaki itu tampak kesakitan saat ini, dan itu membuat Elina semakin merasa cemas dengan kondisinya. “Tunggu di sini, akan aku telepon ambulans agar kau bisa segera di periksa dokter!”

Elina membaringkan tubuh Alvin di sofa dan bergegas lari menuju telepon rumahnya. Dia segera menghubungi nomor darurat lalu meminta ambulans untuk datang ke apartemennya. Setelah mendapatkan kepastian ambulans sedang menuju tempatnya, Elina diarahkan untuk membantu Alvin dan memastikan kondisinya dalam keadaan terpantau. Dia mendengarkan setiap arahan yang diberikan oleh petugas kesehatan dengan seksama lalu mempraktekkan setiap arahannya. Pertama-tama, Elina mencoba untuk tetap tenang, setelah itu, dia diminta untuk sebisa mungkin jangan sampai menyentuh bagian yang sakit, selanjutnya Elina diminta untuk mengambil bantal yang kemudian harus ditaruh di bagian kepala dan punggungnya, selain itu, dia juga diminta untuk menjaga Alvin dan mencegahnya dari hipotermia serta memastikan bahwa tanda-tanda vitalnya dalam keadaan stabil. Elina juga diminta untuk melakukan CPR jika diperlukan. Setelah melakukan semua yang diminta, Elina hanya harus menunggu bantuan datang.

Selama itu, Alvin terus meringis kesakitan, membuat Elina semakin cemas dan tidak bisa tenang. Tapi beruntung ambulans segera datang dan membawa Alvin menuju rumah sakit. Sebelum berpisah, Elina berkata bahwa dia akan menjenguknya di rumah sakit begitu dia selesai bersiap.

*

Elina menghela napas panjang. Karena benar-benar sudah terlambat untuk pergi ke kantor, akhirnya mau tidak mau dia izin untuk tidak masuk dengan dalih memiliki urusan mendesak.

Setelah Alvin di antarkan ke rumah sakit dengan ambulans, Elina segera mandi dan berpakaian. Entah kenapa Elina merasa dia belum bisa tenang kalau dia belum pergi ke rumah sakit dan memastikan kondisi Alvin baik-baik saja.

“Okay, setidaknya ini terlihat lebih baik. Orang-orang sekarang tidak akan bisa melihat semua bekas ciuman itu,” gumam Elina yang kini sudah bersiap. Gara-gara banyaknya bekas ciuman yang ditinggalkan Alvin di tubuhnya, membuat Elina harus mengenakan pakaian yang tertutup. Dia mengenakan baju turtleneck berwarna hitam dengan celana jeans hitam, lalu mengenakan mantel coat berwarna mocca yang menutupi pahanya. Setelah selesai, dia segera mengambil tas tangan, ponsel, dan kunci mobilnya lalu berangkat dengan menggunakan mobil menuju rumah sakit.

*

Perhatian Alvin seketika beralih ketika dia mendengar suara pintu ruang rawatnya dibuka. Di sana, dia melihat Elina yang baru saja datang untuk menjenguknya seperti yang dia katakan. Alvin sungguh merasa lega karena dia melihat Elina datang dan menepati perkataannya. Entah kenapa, dia merasa senang saat melihat wanita itu begitu mencemaskannya. Elina lalu berhenti di tepi ranjang yang Alvin tempati.

“Aku kira kau tidak akan datang.”

“Tidak mungkin aku membiarkanmu setelah kau terluka di apartemenku.”

“Apakah itu artinya kau sudah tidak marah padaku?”

“Aku peduli bukan berarti aku sudah memaafkanmu, Al! Aku masih sangat marah atas apa yang sudah aku lakukan. Hanya saja karena kau jatuh di apartemenku, aku jadi tidak memiliki pilihan lain selain memastikan kondisimu baik-baik saja.”

“Walau terdengar kurang enak di telingaku, tapi aku senang kau peduli padaku.”

“Terserah kau mau mengartikannya bagaimana. Oh! Bagaimana hasilnya? Apa kata dokter?” Elina mencoba mengalihkan pembicaraan. Elina tidak bisa mengabaikan hati nuraninya. Tidak mungkin dia membiarkan Alvin begitu saja tanpa mencemaskannya padahal dia tahu lelaki itu terluka di apartemennya.

“Aku belum tahu, dokter belum mengatakan apa-apa. Tapi aku sudah menjalani pemeriksaan secara menyeluruh, dan aku rasa kondisiku tidak baik, bahkan aku masih merasa sakit sampai sekarang. Mungkin lukanya cukup parah.”

Elina menghela napas panjang. Akan menjadi masalah besar kalau Alvin sampai terluka parah. Elina akan merasa bersalah karena lelaki itu terluka ditempatnya. Walaupun dia tahu, itu bukan kesalahannya.  “Seharusnya kau tidak bicara seperti itu, memangnya kau ingin terus seperti ini?”

“Jika aku bisa mendapatkan perhatianmu, dan melihat kau mencemaskanku seperti ini, tidak apa-apa aku seperti ini juga.”

“Aku cemas hanya karena kau jatuh ditempatku. Tidak lebih dari itu, jangan menyalah artikan tindakanku, Al!”

“Aku tahu, kau seperti ini karena kau merasa bertanggung jawab karena aku jatuh di tempatmu, dan kau juga pasti merasa akan menjadi masalah besar kalau ada yang tahu aku terluka ditempatmu, kan?”

“Ya, ucapanmu tidak salah,” ujar Elina. Dia tidak bisa menghindar dari apa yang Alvin katakan, karena yang dia katakan itu benar.

“Itu artinya kau akan merawatku hingga aku sembuh sebagai bentuk tanggung jawabmu, kan?” Alvin menyeringai, menatap Elina lekat. Ekspresi wajah wanita itu langsung berubah ketika mendengar ucapannya barusan.

“Apa? Aku tidak pernah bicara seperti itu!”

“Tapi kau merasa bertanggung jawab, kan? Memangnya kau pikir mengantarkanmu pulang dan terjebak di apartemenmu hingga terjatuh seperti ini adalah kemauanku? Ini semua karena kau. Aku jadi seperti ini karena kau, jadi kau harus bertanggung jawab merawatku hingga aku sembuh, mengerti?” Alvin semakin melebarkan senyumannya. Tersenyum penuh kemenangan. Satu serangan yang dia lakukan berhasil membuat Elina kehabisan kata-kata. Wanita itu bahkan sampai tampak kebingungan untuk membalas kalimatnya.

“Dengar! Aku tidak pernah memintamu untuk mengantarkanku pulang, dan apa yang sekarang terjadi adalah kecelakaan! Lagi pula kau juga sudah berani menyentuhku. Anggap saja ini impas.”

“Impas? Bagaimana mungkin ini impas? Kau tidak rugi sedikitpun walaupun kau sudah tidur denganku, justru aku yang rugi di sini karena aku jadi terluka dan ini menghambat segala aktivitasku. Jadi sudah seharusnya kau bertanggung jawab!” Alvin tidak mau kalah. Dalam sekejap, mereka berdua terlibat dalam pertengkaran sengit. Alvin masih bersikeras ingin Elina bertanggung jawab merawatnya hingga sembuh, sementara Elina sama-sama keras kepala dengan menolak semua ucapannya. Elina merasa bahwa dia lebih dirugikan di sini. Pertengkaran mereka baru berakhir setelah dokter datang dengan membawa hasil pemeriksaan yang dilakukannya pada Alvin. Mereka langsung terdiam dan mengalihkan perhatian mereka pada si dokter.

“Selamat siang, saya dokter Smith!”

“Siang dokter, saya Elina,” ucap Elina sambil berjabat tangan dengan Smith yang baru saja datang dengan membawa berkas berisi hasil pemeriksaan Alvin.

“Oh, syukurlah anda di sini. Saya harus menyampaikan mengenai kondisi suami anda.”

“S-suami?” Elina tersentak mendengar ucapan Smith. Dia tidak menyangka Smith akan salah mengira mereka adalah suami-istri.

“Ya, anda adalah istri yang dimaksud pasien, kan?”

Elina mendelik ke arah Alvin. Pria itu hanya tersenyum padanya. seolah mengisyaratkan bahwa semua ini adalah rencananya. Elina hanya tidak habis pikir bagaimana bisa Alvin berbohong pada dokter dengan mengatakan kalau mereka sudah menikah. Berani sekali lelaki itu melakukan semua ini padanya. Sepertinya sejak tiba di rumah sakit dan selesai menjalani pemeriksaan, Alvin sudah menyusun rencana untuk membuatnya terjebak di sisinya. “Saya—“

“Karena anda sudah di sini, jadi biar langsung saya jelaskan mengenai kondisi suami anda saja, ya.” Dokter Smith langsung memutus kalimat Elina sebelum sempat dia selesai bicara. Smith mengalihkan perhatiannya pada berkas di tangannya, membuka lembaran hasil pemeriksaan yang baru saja keluar. “Pertama-tama, saya ingin memberitahukan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan suami anda mengalami cedera yang serius pada bagian tulang ekornya akibat terjatuh dari tangga. Tulang ekor suami anda mengalami keretakan yang cukup besar.”

“A-apa?” Elina melongo. Dia tidak menyangka kalau ternyata Alvin akan benar-benar cedera parah akibat terjatuh di tangga apartemennya.

“Bagaimana prognosisnya, dok?” tanya Alvin yang mencoba tetap tenang walau dia sama kagetnya dengan Elina.

“Saya harus menyampaikan bahwa proses penyembuhannya akan memakan waktu yang cukup lama. Anda akan membutuhkan waktu sekitar enam hingga delapan minggu untuk pemulihan awal. Namun, untuk mencapai pemulihan penuh hingga anda bisa kembali beraktivitas normal, bisa memakan waktu yang lebih lama. Mungkin sekitar empat hingga enam bulan.”

“E-empat hingga enam bulan, dok?” Elina membelalakkan mata. Ini adalah hal yang sungguh tidak pernah diduga. Kalau  butuh waktu selama itu untuk Alvin bisa pulih, maka selama itu juga Alvin tidak akan bisa beraktivitas dengan normal. Elina tidak mungkin bisa membiarkannya begitu saja setelah mendengar betapa parahnya kondisi Alvin sekarang ini.

“Iya. Dan selama masa pemulihan, anda sebagai istrinya diharapkan mampu membantu suami anda untuk mematuhi setiap panduan penting yang saya berikan. Tolong pastikan suami anda menghindari segala macam aktivitas berlebih yang membebani tulang ekornya, seperti mengangkat benda berat, atau duduk dalam posisi yang terlalu lama. Selain itu, tolong pastikan anda mendampingi suami anda untuk melakukan segala aktivitasnya. Jangan biarkan beliau beraktivitas sendiri. Nanti, saya akan berikan resep obat untuk menghilangkan rasa sakit guna membantu meredakan rasa tidak nyaman pada cederanya. Kami akan membantu untuk memantau kondisi suami anda, jadi begitu beliau keluar dari rumah sakit, tolong pastikan untuk tetap datang ke sini guna pengecekkan berkala. Setelah beberapa minggu, saya akan merujuk suami anda untuk melakukan fisioterapi guna membantu pemulihan  beliau. Ini adalah untuk membantu memperkuat otot sekitar tulang ekor, dan mempercepat proses pemulihan.”

Elina hanya bisa terdiam mendengar setiap kalimat yang terlontar dari mulut dokter. Mendengar penjelasan, membuat Elina merasa bahwa Elina akan terjebak dengan Alvin untuk waktu yang cukup lama. Sepertinya tanggung jawab Elina memang lebih dari sekedar memanggilkan ambulans untuk mengantarkannya ke rumah sakit, dan memastikan keadaannya lalu membayar biaya rumah sakitnya saja. Semua itu lebih rumit dari yang dibayangkan.

Selain menjelaskan kondisinya dan apa yang harus dilakukan, dokter Smith juga menjelaskan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh Alvin selama dalam masa pemulihan, dia tidak boleh duduk di posisi yang sama dalam waktu yang lama, seperti bekerja di depan komputer atau menonton televisi dalam waktu yang lama. Alvin juga diminta untuk menghindari aktivitas beresiko tinggi, seperti olahraga kontak atau bersepeda.

“Baiklah, itu saja yang ingin saya sampaikan. Kalau begitu, saya permisi. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi saya. Semoga suami anda cepat pulih.” Dokter Smith tersenyum lantas pergi meninggalkan Elina dan Alvin berdua di dalam ruang rawatnya.

Elina memandangi benang yang terikat di tangannya. Sebenarnya, apa maksud takdir menempatkanku dalam posisi seperti ini dengan Alvin?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status