Share

12. Musuh dalam Selimut!

Entah sudah berapa jam Eve tidak sadarkan diri. Karena di detik saat ia membuka mata, Eve merasakan sinar matahari menerpa wajahnya. Mungkin saja Eve pingsan semalaman, atau bahkan sudah terlewat beberapa hari. Siapa yang tahu? Karena bisa saja obat bius yang disuntikkan padanya itu memiliki efek yang cukup lama.

Dan benar saja. Ketika Eve menoleh kesamping, dia melihat jam digital berkedip yang terletak diatas nakas. Ada tanggal yang tertera disana. Tanggal tiga belas. Itu artinya Eve sudah pingsan hampir dua hari.

Di waktu itu pula, Eve baru menyadari ada satu keanehan. Bukankah dua hari lalu Eve dibawa oleh Dev, disekap dan didudukkan di ruangan serba putih? Tapi sekarang ... Eve malah berada dalam posisi tidur di atas ranjang. Tapi tetap, ruangan disini serba putih. Dan hanya ada dia sendiri, ranjang, dan nakas. Itu saja.

Hendak turun dari ranjang itu, mendadak satu ingatan muncul di benak Eve. Itu bayangan tentang mimpinya semalam.

Mimpi itu cukup abstrak, namun beberapa adegan di mimpi itu masih berkaitan dengan kejadian yang sebenarnya. Dan itu tentang Dion, kekasihnya. Ah, ralat. Kekasih yang kini sudah menjadi mantan.

Eve ingat, di mimpi itu dia sedang kebingungan dan terjebak di kebakaran yang membumihanguskan seisi pasar. Kejadiannya sekitar 3 tahun yang lalu. Dan dari situlah, untuk pertama kalinya Eve bertemu dengan Dion.

= Flashback =

DRAP DRAP DRAP!

"Kebakaran! Kebakaran! Ayo semuanya cepat keluar dari pasar sekarang!"

Sambil berlari menyelamatkan diri, para pedagang itu terus-menerus menggaungkan teriakan peringatan itu. Tidak peduli barang dagangan yang sudah berserakan kacau dan terinjak-injak, mereka lebih memilih memprioritaskan nyawa masing-masing. Beberapa orang mungkin masih menolong orang-orang yang terjebak di api, namun ada juga yang memilih untuk kabur--karena mereka lebih memikirkan diri sendiri.

Sementara Eve yang pada saat itu sedang apes mengantarkan jajanan ke pedagang pasar bersama neneknya pun juga terjebak. Dan Dion juga kebetulan ada disana. Entahlah, apa dia memang berada disana karena kebetulan atau mungkin sengaja pergi kesana, Eve tidak tahu.

"Ayo, Nek!"

Eve berusaha keras untuk menggiring neneknya ke tempat berkumpul yang aman. Neneknya berhasil kesana, tapi Eve mengalami kesulitan dan terjebak oleh reruntuhan pasar yang dilingkupi api.

WHOSSSHH! WHOOOSHH!

"Astaga! Apinya semakin besar! Bagaimana caranya aku bisa keluar?" panik Eve.

Kobaran apinya semakin meluas dan juga membesar. Panasnya juga kian membakar, nyaris melepuhkan kulit Eve yang sensitif. Bahkan kini, kepulan asap sudah mendominasi di hampir seluruh atmosfer sini. Dan itu membuat saluran pernapasan Eve seperti tercekik.

"Uhuk! Uhuk!" Eve sampai terbatuk-batuk.

Karena kandungan oksigen sudah kian menipis, dan Eve juga sudah tidak sanggup untuk menahan semua rasa yang menyakitkan itu, perempuan itu pun ambruk dengan posisi tertelungkup. Nyaris pingsan, tapi dia mencoba bertahan.

Tapi Eve adalah gadis yang sangat beruntung. Pria yang bernama Dion itu pun kemudian menemukannya pada saat ia mencari jalan keluar dari lingkaran api.

"Hoi! Bertahanlah! Hoi!" teriak Dion seraya mengguncang-guncangkan lengan Eve sambil memposisikan badan Eve agar terlentang.

Pada saat itu, Eve masih setengah sadar. Katup matanya masih terbuka sedikit, dan Eve sempat melihat wajah Dion, sebelum akhirnya dia benar-benar jatuh pingsan.

Dion, dengan penuh perjuangan membuat jalan untuk mereka keluar. Beruntung tanah di pasar itu masih agak basah karena hujan pagi tadi. Jadi Dion mengambil inisiatif untuk mengeruk tanah basah itu untuk mematikan api di sekeliling mereka. Dion melakukan itu tanpa kenal lelah. Tidak peduli tangannya terluka parah karena banyak menggali tanah, dia tetap berusaha keras untuk memadamkan api, hingga ia berhasil membuat jalan keluar.

Dan tepat waktu, pemadam kebakaran sudah datang dan kebetulan mereka menyemprotkan air tepat di jalan keluar yang Dion buat. Dion dan Eve pun akhirnya berhasil diselamatkan, meskipun di tubuh mereka terdapat banyak luka. Yang terparah Dion, karena Dion yang membawa Eve keluar dan menerobos api. Sedangkan Eve di gendong di punggung, jadi tidak terlalu mengalami luka serius.

Kejadian itulah yang kemudian membuka jalan untuk Dion dan Eve untuk lebih dekat. Eve yang ingin membalas budi baik Dion pun berinisiatif untuk menemani dan menjaga Dion saat masih dirawat di rumah sakit, sampai Dion sembuh dan bisa beraktivitas lagi.

Bahkan sampai Dion sudah sembuh pun, keduanya menjadi makin akrab. Kebersamaan mereka pun terbentuk karena kebiasaan. Dion yang seorang pengamen itu senang mangkal di pasar, menunggui Eve yang setiap harinya menitipkan jualan ke pedagang di pasar. Kadang Dion dan teman-teman ngamennya juga ikut membantu mengangkut jualan Eve dan Neneknya itu.

Eve dan Neneknya, juga anak-anak panti sehari-harinya bekerja di rumah, memproduksi jajanan dan lauk-pauk untuk dijual ke pedagang-pedagang di pasar dan juga di warung-warung makan. Dan semenjak ada Dion, Eve merasa sangat terbantu.

Dan siapa sangka, Eve yang mulanya bersikap baik atas hutang budi itu terjerat asmara dengan Dion. Laki-laki itu ternyata juga mengaku mencintai Eve, dan mereka pun memutuskan untuk berpacaran.

= flashback off =

Eve bisa selamat dan masih hidup hingga sekarang berkat Dion. Eve secara tidak langsung menjadi saksi kebaikan Dion. Rasanya sulit bagi Eve untuk percaya kalau kenyataannya Dion adalah salah satu anggota perampok. Namun bukti yang Dev berikan sudah jelas dan Eve tidak bisa mengelak.

Tapi yang membuat Eve tidak habis pikir adalah ... mengapa Dion bergabung dengan mereka? Eve perlu menyelidikinya lebih lanjut.

"Dion ..." Eve menggeram seraya mengepalkan tangannya. "Apa mungkin sejak awal dia memang anggota perampok?"

Terdorong rasa penasarannya yang kian memuncak, Eve pun berusaha bangkit dari tempat tidur, ingin keluar dari ruang kamar itu. Beberapa kali tubuhnya limbung, nyaris terjatuh. Mungkin karena efek obat bius yang diberikan Dev.

"Nggak ... aku nggak boleh menyerah! Aku harus keluar dari sini! Aku harus kembali pulang ke panti! Nenek dan anak-anak bisa saja dalam bahaya!"

Eve tidak mau mempercayakan panti pada Dev. Walau kemampuan bela diri Dev mungkin lebih unggul dibanding Eve, tapi para perampok itu juga tak kalah jago, juga sangat licik. Eve tidak yakin kalau Dev bisa menjaga panti dengan baik.

Eve melihat pintu ruangan itu terkunci dari luar. Kunci kamar itu bukan seperti kunci sandi yang ada di ruangan tempat Eve dibawa pertama kali. Melainkan kunci lubang biasa.

Itu cukup melegakan, tapi Eve butuh suatu alat untuk membuka kunci itu. Dan ia pun mencoba untuk mencari-cari alat yang berkemungkinan bisa digunakan untuk merusak lubang kunci pintu itu.

Hingga dia sampai pada laci nakas, Eve menemukan sebuah garpu. Alat yang sangat berguna. Dengan kemampuannya, Eve mampu membuka kunci pintu hanya dengan garpu tersebut.

Namun meskipun Eve merasa beruntung, disisi lain dia merasa curiga dengan adanya garpu itu. Entah mengapa Eve merasa kalau keberadaan garpu itu seperti dengan sengaja diletakkan disini.

"Aneh. Kenapa garpu ada disini?" gumam Eve merasa aneh. "Apa Bram sengaja meletakkan garpu ini disini?"

Eve mengangkat garpu itu dengan gamang. "Tapi itu tidak mungkin ... Bram tidak mungkin seceroboh itu meletakkan benda seperti ini disini ..."

Tidak mau ambil pusing, Eve segera membuka kunci pintu itu. Hanya butuh waktu sekitar lima menit, pintu itu pun berhasil dia buka.

Mengabaikan kamera CCTV, Eve menerobos keluar. Melewati lorong-lorong redup yang dia yakini lorong ini mirip sebuah lorong gedung bertingkat tinggi. Mirip gedung kantor, tapi seperti labirin yang membingungkan. Dan anehnya, lorong itu sangat sepi. Tapi Eve bisa merasakan keberadaan orang-orang di dalam ruangan di sepanjang lorong.

"Sial! Dimana pintu keluarnya? Dan dimana tangganya?" umpat Eve sembari terus berlari. Dia kesal karena merasa dipermainkan. Dari tadi Eve seperti dibuat berputar-putar.

Namun tak terduga, disaat Eve hendak menyerah, dia mendengar suara langkah kaki mendekat. Makin paniklah Eve.

Melihat ada satu pintu di lorong ujung yang Eve tahu itu adalah pintu toilet, dia pun masuk kesana untuk menyembunyikan diri.

Dan tidak terduga, Eve ternyata masuk ke toilet pria. Ada dua orang pria disana sedang menggunakan urinoir yang bersebelahan. Dan mereka tampak mengobrolkan sesuatu.

Sebelum mereka menyadari kedatangan Eve, buru-buru gadis itu menyembunyikan diri. Beruntung ada bilik WC juga disana, jadi Eve masuk ke salah satu bilik itu.

"Gimana? Udah beres?" tanya salah seorang pria itu.

Dan pria satunya pun menjawab. "Beres, dong! Kalau cewek itu pinter, bentar lagi dia bakal kabur kok! Dan Dev yang pastinya bakal disalahin dan dianggap lalai sama Pimpinan!"

"Hahaha! Iya! Rasain! Biar turun jabatan tuh anak! Sok belagu sih! Mentang-mentang dia berhasil nangkep tuh cewek sendirian!"

"Anak-anak udah sepakat ngendorin pengawasan. Mudah-mudahan tuh cewek cepet kabur dari sini! Biar Dev kebingungan nyari tuh cewek lagi! Hahaha!"

DEG!

Eve terhenyak. Mendengar percakapan itu membuatnya yakin kalau perempuan yang dimaksud dalam percakapan itu adalah dirinya. Dan Dev ... adalah orang yang menangkap perempuan itu. Apa jangan-jangan ...

"Jangan-jangan ... Dev itu Bram?"

**

To be continued.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status