Share

13. Aku Akan Selalu Menemukanmu

Ternyata memang benar yang dikatakan mereka. Penjagaan di gedung itu sedang diperlemah. Eve merasakan kalau CCTV di sepanjang lorong di lantai tempat ruangan Eve berada itu tidak aktif. Karena kalau memang aktif, sudah dari tadi para penjaga memergoki Eve. Atau mungkin bisa saja para penjaga CCTV juga bersekongkol dengan para agen untuk mengabaikan penjagaan. Eve masih belum bisa memastikan itu, dan memilih untuk tidak peduli.

Dari pada memikirkan semua itu, Eve lebih baik mencari cara agar bisa keluar dari sini. Sambil menunggu dua pria itu keluar dari toilet.

"Eh bentar deh. Kayaknya tadi pintu ini nggak nutup deh! Apa ada orang? Tapi kok aku nggak denger langkah orang masuk, ya?" heran salah seorang pria itu seraya mengetuk-ngetuk pelan bilik yang ditempati Eve bersembunyi. "Hallo???"

'Cklek cklek!'

Satu pria lainnya kemudian mencoba membuka pintu bilik itu. "Dikunci dari dalam. Berarti memang ada orang. Tapi kok sepi ya?"

Merasa curiga, dua lelaki itu serempak menengok ke bawah. Memastikan apakah ada orang didalam atau tidak. Dan nyatanya mereka tidak melihat ada kaki seseorang. Itu karena Eve sudah antisipasi lebih dahulu, dengan berdiri diatas kloset.

"Pintunya terkunci tapi nggak ada orang! Apa jangan-jangan ..."

"Ha-hantu?"

"Ngawur kamu! Ya mana ada hantu bisa mengunci pintu!"

"Terus apa?"

"Ssstt!"

Satu pria yang mawas itu melirik keatas. Seperti memberi isyarat untuk mengecek dari atas bilik. Dan pria yang satu lagi pun mengangguk mengerti.

Sementara Eve yang berada di dalam bilik itu mencoba untuk tidak membuat gerakan seinchi pun, menghindari suara gesekan yang memicu kebisingan. Jantung berdegup tidak karuan, khawatir kalau dia bakal ketahuan menguping. Bisa-bisa nanti Eve malah disandera oleh dua pria ini agar tutup mulut.

Sebenarnya Eve bisa saja menghajar mereka. Tapi Eve belum tahu kekuatan mereka, jadi dia tidak akan serta merta menghajar dua pria itu begitu saja. Lebih baik dia menyimpan tenaganya, menghindari pertarungan yang tidak perlu.

Dan pada saat itu Eve tidak tahu kalau dua pria itu bekerjasama untuk menengok bilik Eve dari atas, dengan bantuan pantulan kaca dari wastafel. Mereka pun melihat puncak kepala Eve yang bersurai putih. Dari situ mereka sudah mengira kalau itu adalah Eve. Karena tidak ada lagi rambut putih yang seperti Eve di gedung ini.

"Itu dia cewek bule yang jadi tawanan kita, Jon! Dia pasti sembunyi disini karena nggak tahu dimana pintu keluarnya!" bisik satu pria yang kini sedang menunjukkan bayangan kepala Eve dari pantulan kaca.

Satu pria lain yang penakut pun menyahut. "I-itu bukan hantu beneran kan? Putih-putih gitu soalnya--AW!"

"Apa'an sih kamu jadi penakut gini? Bikin malu nama agen aja!" gertak pria pemberani seraya menjewer kuping si pria penakut. "Cepet dobrak pintunya sana!"

"I-iya!"

Memberanikan diri, pria penakut mengangkat satu kakinya. Bersiap menjejak. Dan nyaris tapak sepatu itu menyentuh daun pintu, mendadak terdengar suara pergerakan dari dalam. Hingga ...

'CKLEK!'

Pintu terbuka dengan cepat. Lalu dari dalam Eve melakukan tendangan yang cukup keras, menghujam rahang si pria penakut itu. Hingga tubuhnya terjengkang ke belakang dan membentur tembok dengan kencang.

'DUAAGGG!'

Luar biasa. Untuk ukuran perempuan, bisa dikatakan kekuatan Eve berada jauh diatas rata-rata jika dibandingkan dengan perempuan pada umumnya. Bahkan dua pria itu tidak menyangka kalau Eve bisa memiliki kekuatan sebesar itu.

"Ternyata gosip itu memang benar. Kau memiliki kemampuan bela diri yang tidak terduga. Bahkan kau bisa menerbangkan si penakut ini ..." decih satu pria pemberani itu seraya melirik malas pada pria penakut yang kini sudah terkapar pingsan. "Mungkin si pecundang ini bisa dengan mudah kau kalahkan. Tapi aku tidak akan kalah--"

'BUAAAGGHHH!'

"Ohoookhhhh!!"

Hanya cukup satu detik saja untuk melancarkan satu tendangan pamungkas Eve ke perut pria sombong itu. Hingga dari mulut si pria menuncratkan darah. Dan ia pun kini bernasib sama dengan si pria penakut. Tersungkur tak berdaya. Bedanya, dia masih bisa sadar, dengan napas yang terengah setengah mati.

"Kau terlalu banyak bicara dan terlalu lengah membiarkan pertahananmu terbuka. Dan ... kau juga terlalu meremehkan lawanmu. Maka itulah yang kau dapatkan sekarang ..." cetus Eve dingin.

Hingga kemudian, serangan pamungkas dari Eve kembali dilancarkan. Eve menyerang bagian tengkuk pria itu dengan cepat, dan pria sombong itu pun jatuh pingsan.

"Ternyata tubuh mereka keras juga. Sesuai harapan agen terlatih!" Eve menjejakkan kakinya sekali ke udara, merasa sakit yang lumayan terasa setelah menendang dua orang agen itu. "Yah, meski mereka terlalu banyak bicara seperti Ibu-Ibu gosip ..."

Melirik ke saku seragam pria itu, ada satu kartu mirip kartu idenditas yang terjepit di daun saku. Tapi Eve tidak bisa menyebutnya kartu idenditas, karena ternyata setelah dilihat itu kartu akses dengan barcode dan inisial huruf-huruf anggota agen. Mungkin itu singkatan nama agen itu.

"YTR. PXT."

Eve menimbang-nimbang sejenak, lalu akhirnya mengambil kartu akses YTR. Tak lupa juga Eve melucuti pakaian salah satu pria itu dan dikenakannya sebagai penyamaran.

Berjalan keluar, Eve sudah tidak sekhawatir tadi. Dia sudah menyamar dan kartu akses ditangannya. Tinggal mencari pintu keluar dan ia pun bebas dari sini. Apalagi Eve juga tahu, kalau para agen disini sengaja bersekongkol untuk melemahkan pertahanan karena sengaja membiarkan Eve bebas.

Namun tak lama setelahnya, alarm pun berbunyi. Dan pengumuman kaburnya Eve pun baru disuarakan. Padahal Eve sudah membobol kabur sejak sepuluh menit lalu.

'KRIIINGGG!'

'Para agen bersiap memulai pencarian. Tawanan di ruang utama telah kabur. Kami ulangi. Tawanan di ruang utama telah kabur.'

Eve sudah menduga cepat atau lambat mereka bakal bergerak. Tentu saja mereka melakukan itu sebagai alibi, agar tidak dicurigai dan tidak dianggap lalai melemahkan pertahanan. Padahal sebenarnya mereka memang nyatanya sengaja sekongkol melalaikan pertahanan agar Eve lolos.

"Bagus. Kalau agen-agen itu semua keluar, aku tinggal berbaur dengan mereka. Dengan begitu aku bisa mencari celah jalan keluar."

Tidak butuh waktu lama, Eve pun berhasil keluar dari gedung itu. Berbaur dengan kerumunan para agen yang bertugas.

Begitu keluar, Eve baru menyadari kalau ternyata gedung tempatnya disekap merupakan gedung dinas pengawasan keamanan kota yang berada di kota Y. Kota yang cukup jauh dari kota tempat tinggal Eve di kota M.

"Bram sialan itu membawaku pergi jauh sekali dari kota M!" geram Eve sambil terus berlari menjauh. Menuju pusat kota. Lalu bersembunyi di antara bangunan-bangunan tinggi menjulang.

Sudah cukup jauh Eve berlari. Hingga ia pun memutuskan untuk berhenti. Eve butuh waktu sejenak untuk mengatur napas.

"Sepertinya mereka sudah tidak mengejar sampai kemari. Dan ..." Melirik kearah mata angin tempat gedung tadi berada, Eve menghela napas lega. "... dan sepertinya mereka memang tidak berniat untuk mengejarku lagi."

Berjalan sebentar, Eve tetap mencoba menyembunyikan diri dari penduduk sekitar. Naik ke rooftop atas salah satu gedung kosong.

"Mungkin mereka tidak akan mengejarku. Tapi Bram pasti akan mengejarku dan membawaku lagi sebagai tawanan untuk memancing Dion keluar. Sebaiknya aku tidak boleh terlalu lama berdiam disini. Tapi bagaimana caranya aku pulang ke kota M?" gumam Eve berpikir.

Eve butuh tumpangan kendaraan untuk pergi kesana. Tapi dia bahkan tidak membawa uang sepersen pun untuk membayar ongkos kendaraan. Apa yang harus dia lakukan?

"Aku tahu caranya. Tapi maaf, sepertinya aku tidak mungkin memberitahumu ... Karena kau memang seharusnya tidak boleh pergi ..."

Eve tersentak, dan tubuhnya refleks menegang tatlaka suara itu menyapanya dari belakang tempatnya berdiri. Suara itu ... suara yang belakangan ini begitu familiar di telinganya.

Menoleh kebelakang, Eve makin dibuat terkejut lagi saat mengetahui ada sosok pria yang berdiri di sisi rooftop seberang, memperhatikannya sambil duduk dengan sangat santai.

"Bram!" seru Eve terhenyak panik.

Eve memang memprediksi kalau Dev bakal mencarinya setelah ia kabur dari gedung tadi. Tapi gadis itu tidak menyangka kalau Dev bisa menemukannya secepat ini. Bahkan ini masih belum lima belas menit! Bagaimana Dev bisa menemukannya?

Kartu akses milik agen juga sudah Eve buang sebelum keluar gedung. Dan Eve juga sudah memeriksa dan sangat yakin kalau di pakaian serta tubuhnya tidak tertempeli alat pelacak sama sekali. Tapi bagaimana bisa ...

"Wah, baru pertama kali aku melihat wajahmu sebingung itu! Pasti kau penasaran ya kenapa aku bisa menemukanmu dengan cepat?" tanya Dev setelah ia melompat ke rooftop tempat Eve berada.

Eve bangkit. Mundur selangkah demi selangkah saat Dev mulai memperpendek jarak mereka. "Kau ..."

'Tidak ada waktu untuk bertarung dengannya saat ini. Bertarung dengan Bram tidaklah mudah, mengingat dia pernah mengalahkanku satu kali. Sekarang yang harus aku lakukan adalah kabur dan mencari cara pergi ke kota M. Aku sangat mengkhawatirkan panti.' batin Eve.

Berusaha kabur dengan melompat ke rooftop sebelah, pergerakan Eve seketika terhenti tatkala satu kakinya menjadi sasaran lemparan pisau dari Dev, sebagai peringatan kepada Eve agar tidak berusaha kabur.

'BRUK!'

"ARRGGH!!" Eve pun langsung jatuh ambruk seketika.

Kaki Eve tergores mata pisau cukup dalam. Tapi tidak sampai menancap. Sengaja Dev buat sedikit meleset, karena dia tidak mau tawanannya cidera parah. Dan lagipula, luka gores itu sudah cukup membuat Eve tak sanggup untuk berdiri apalagi melompat.

"S-sial ..." keluh Eve meringis memegangi kakinya sambil berusaha menyeret kabur.

"Aku ... akan selalu menemukanmu, Eve. Kau tidak akan pernah bisa lari dariku. Bahkan jika kau pergi ke ujung dunia sekalipun ..."

**

To be continued.

"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status