Share

Story 4

"Ren? Lo serius gak sih apa yang lo omongin kemarin?" tanya Clara setelah guru mata pelajaran terakhir pada hari itu keluar kelas.

Bel pulang baru saja berbunyi. Dan keadaan kelas sedang gaduh melebihi pasar ikan. Semua siswa ribut karena buru-buru ingin keluar kelas.

"Yang mana?" tanya Renata pura-pura cuek sambil terus membereskan buku-bukunya.

"Yang lo bilang kak Reno 'belahin' punya lo." bisik Clara sambil melirik ke sekitar. Takut ada yang mendengar.

Renata melirik Clara sekilas. Wajahnya tertegun sesaat. Lalu sedetik kemudian menggelakkan tawanya.

"Ih serius deh gue. Malah ketawa sih? Beneran nggak?" desak Clara masih dengan wajah seriusnya.

Kemarin juga Renata langsung keluar dari kolam renang tanpa memberikan Clara jawaban yang jelas.

Tapi, kak Reno itu sudah lama sekali tidak menjalin hubungan dengan wanita mana pun.

Kalau yang suka sama dia sih banyak. Secara ya kakaknya itu kan double 'pan'. Tampan dan mapan. Siapa juga coba yang nggak mau.

Renata aja bisa suka. Padahal umur mereka terpaut jauh.

"Iihhhh, serius banget sih neeeng naggapinnyaaa." kelakar gadis itu. Tapi wajah Clara masih serius menunggu jawaban yang pasti.

"Nggaaak." kata Renata akhirnya dengan wajah yang lebih serius. "Gue asal nge spik doang! Asal cuap. Harapannya sih gitu, apa daya diri tak mampu." lanjutnya dengan wajah yang dibuat-buat sedih ala sinetron ibu-ibu.

Clara menghela napasnya kuat. Dari semalam ia kepikiran karena Renata jadi banyak diam setelah di kolam renang itu. Ia bahkan langsung pulang setelahnya.

Aneh kan?

Wajarlah kalau Clara jadi mikir macam-macam.

Bukannya tidak setuju kalau ternyata kak Reno memiliki hubungan lebih jauh dan serius dengan sahabatnya itu. Tetapi kalau memang hubungannya sudah seperti pasangan dewasa, tetap saja Clara merasa was-was.

Setelah membereskan semua buku-buku, dan kelas keadaan di luar kelas pun mulai terlihat sepi, keduanya keluar dengan santai.

Mereka memang sengaja menunggu keadaan menjadi lebih sepi. Malas berdesak desakan saat pulang sekolah.

"Lo dijemput gak?" tanya Renata pada Clara. Yang dijawab dengan anggukan oleh gadis itu.

"Sama Bima?" tanyanya lagi.

"Yoi dong. Sama ayang terus gue sekarang." Clara terkikik senang.

"Dih. Males banget. Kaya doi nganggap lu ayank aja. Gak peduli juga dia."

"Diiih, sirik aja. Walau pun gitu kan yang penting bisa mandangin wajahnya terus. Gitu aja udah bahagia banget gue." kata Clara sambil cengengesan.

"Lebaaayyy." balas Renata kesal. Sedikit iri juga iya.

Saat mereka saling mengejek seperti itu, tiba-tiba saja dari arah belakang, seorang lelaki memanggil Clara dari kejauhan.

"Clara..."

Reflek keduanya menoleh.

Itu Revan. Si ketua OSIS yang sejak dulu mengejar-ngejar Clara. Walau gadis itu sudah menolak nya, ternyata Revan memang tidak mudah menyerah.

"Penggemar lo datang tuh." Renata menyikut lengan Clara sambil menunjuk ke arah pemuda yang berlari kecil ke arah mereka.

Tepat saat tiba di depan Clara dan Renata, sang ketua OSIS terlihat sedikit ngos ngosan.

"Kamu mau pulang?" tanya pemuda itu seolah tidak punya pertanyaan lain.

"Iya dong. Van. Emangnya mau kemana lagi?" jawab Clara sambil memutar bola matanya.

"Eh, iya... Maksud aku, kita mau adakan rapat OSIS, untuk acara wisuda nanti. Kamu kan ketua mading." Revan mengingatkan.

"Ya, ampun. Aku beneran lupa. Eh, tapi hari ini aku nggak bisa ikut rapat. Gimana dong?" sahut Clara dengan wajah memelas.

"Lho memangnya kenapa?"

"Gue ada acara keluarga. Bokap nyokap udah nungguin di rumah." kata Clara berbohong.

Tidak ada acara keluarga. Orang tuanya pun masih di luar negeri. Sedang sibuk mengembangkan bisnis keluarga mereka.

Tapi Clara sedang tidak mood ikut rapat. Mending juga sama Bima terus. Seharian sekolah membuat gadis itu rindu pada sang pujaan. Seakan sudah sangat lama tidak bertemu.

"Gitu ya?" kata Revan dengan wajah kecewa. "Ya udah deh. Nanti aku rangkum aja hasil rapat untuk kamu ." lanjutnya.

"Thanks ya, Van. Dari dulu kamu emang baik banget sama aku." ucap Clara yang membuat hati Revan kembali berbunga-bunga.

"Ya, udah. Kami balik duluan ya, Van." Renata ikut menimpali sambil melambaikan tangan, lalu menarik Clara segera pergi dari sana.

"Emang Lo lagi ada acara keluarga hari ini?" tanya Renata berbisik.

"Hehehe, ya nggak lah. Bonyok gue aja masih di luar negeri." gadis itu cengengesan.

"Diiih, bisa banget lo nipu. Kaya benar aja pas ngomong sama Revan."

"Lagi males gue. Mending juga berduaan sama ayank. Kali aja dia tiba-tiba luluh. Hihihihi." sahut Clara santai sambil melambai riang ke arah Bima yang sudah menunggunya di samping mobil di area parkiran.

"Mimpiiii aja terus."

"Mimpi indah booo."

"Plus mimpi basah nggak?" goda Renata dengan cengiran nakal di wajahnya.

"Diiih, dasar konslet otak lo. Mesum mulu. Hahahahah..." sahut Clara sambil menggelakkan tawa. Dari dulu Renata memang begitu. Bahasannya suka menyerempet-nyerempet. Hobby baca novel dewasa, sih. Ya begitu jadinya!

Tapi, yang membuat Clara salut, gadis itu tidak pernah pacaran sama sekali. Ngeri katanya.

Banyak baca novel membuat Renata jadi tahu banyak hal tentang pikiran pria. Takut dianya kebablasan. Tidak kuat godaan kalau sampai pacaran.

Hanya saja, soal pakaian sih jangan tanya seksinya Renata. Hobby banget pakai pakaian terbuka. Bentuk rasa bangganya pada tubuh katanya.

Aneh memang jalan pikirannya.

Mereka berhenti di depan mobil, Bima terlihat sedang menerima telepon sambil melirik ke arah mereka sekilas.

"Aku, Rin. Thanks ya. Nanti aku telepon kamu lagi. Bye." Lalu lelaki itu pun memutuskan sambungan.

Rin? Rin siapa? Seperti nama perempuan, bukan?

Tiba-tiba saja Clara merasa dadanya menjadi panas. Pikiran pikiran negatif mulai menyerang. Wajahnya langsung saja berubah menjadi cemberut.

"Ya udah, gue ke sana ya." suara Renata yang menyelutuk seketika menghentakkan Clara dari lamunannya. Sahabatnya itu pun melambai dan langsung melangkah ke arah mobilnya sendiri. Supirnya juga sudah menjemput.

Alhasil, tinggal lah Clara dan Arya saja berdua hari ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status