Share

Curhat

Author: Mayht
last update Last Updated: 2021-07-24 22:33:54

"Dia itu duda, Fin. Duda tanpa anak" ujar Ariana. Dia menginap di kosanku.

"Ah serius lo? Tau dari mana?" tanyaku tak percaya pada Ariana.

"Ya elah semua penghuni kampus juga tahu kali, kecuali elu kayanya"

"Ia, tah? Apa karna aku udah terlanjur bete sama dia kali, ya?”

“Maybe”

“Trus istrinya kemana?"

"Nah itu dia, sampai sekarang belum ada yang tau mantan istrinya siapa. Dia baru 2 tahun disini dan waktu dia pindah kesini juga dia udah jadi duda makanya ga banyak yang tau tentang hal yang privasi seperti itu"

"Ooo jadi dia baru 2 tahun disini. Trus trus ada gosip-gosip apa lagi tentang dia?"

"Hmm...wait...wait...wait...Lo suka, yah, sama dia?" tanya Ariana sambil mengunyah keripik singkong yang kami beli di supermarket tadi sore.

“Suka? Sebel sih lebih tepatnya”

“Sebel bisa kadi suka loh ujung-ujungnya”

“Gila mana mungkinlah. Gue masih kecil, Nana”

“Trus emang anak kecil ga boleh suka-sukaan gitu?”

“Ya, ga sama dosen juga kali”

“Itu kan menurut, lo. Coba deh menurut hati lo yang paling dalam, gimana?”

“Kenapa jadi bahas itu, sih, Na. Kan aku Cuma nanya doang”

“Ya, karna ekspresi lo saat cerita tadi tuh bukan eskpresi seorang mahasiswa yang lagi sebel sama dosennya”

“Trus ekspresi apaan dong?”

“Kaya ekspresi apa yah namanya? Susah ngejelasinnya. Pokoknya bukan kaya lagi sebel, deh”

“Hah, tau ah. Jutek gitu masa aku bisa suka sama dia”

“Makanya waktu masih sekolah usahain pacaran walau cuma sekali doang. Biar kalau udah gede gini ga bingung-bingung lagi”

“Iya, deh yang ratunya pacaran”

Ariana tertawa geli. Sedari SMP dia sudah sering berpacaran. Aku biasanya jadi tameng atau jadi kotak pos untuk pacar-pacarnya. Orang tuanya sama ketatnya dengan orang tuaku. Bedanya dia lebih berani memberontak dan aku lebih memilih jalan aman.

“Kalau lo salaman sama seseorang dan tangannya dia terasa hangat, maksudku hangatnya tuh beda. Di dada lo itu kaya langsung berdebar-debar gitu. Itu bisa ga di jadiin ciri-ciri suka?”

“Nah, itu dia” Ariana menjentikkan jarinya di depan hidungku “Berdebar-debar”

“Berdebar-debar?”

“Salah satu simtom utamanya”

“Berdebar-debar?”

“Iya. Trus apa lagi. Coba ceritakan lebih detil lagi”

“Kembang api?”

“Kembang api?”

“Aku ga tau itu kedipan atau apa ya waktu di perpus, tapi kedipannya itu bikin kepalaku jadi kaya ada pesta kembang api tahun baruan gitu”

“Aku ga ngerti maksudmu, tapi udah pasti itu juga salah satunya”

“Tapi itu waktu aku pertama kali ketemu dia. Masa udah jatuh cinta aja?”

“Damn it. Seriusan waktu pertamakali ketemu?”

“Iya. Di perpustakan”

“Wow....”

“Wow?”

“First love at first sight”

“What? No way . Ga, mungkinlah secepat itu”

“Uuuuu,,,,semakin anda menolak kenyataan itu maka semakin nyatalah perasaan anda nantinya saudara Muffin”

Aku terdiam, Ariana tertawa menang.

"Hmm...Kayanya, sih" bola mataku berputar menanggapi pernyataan yang aneh itu. Aku juga tidak tahu akan perasaanku. Kuakui belakangan ini dia selalu terselip di pikiran saat-saat menjelang tidur, saat akan mandi, makan, belajar, saat buku mata kuliahnya menyempil dari rak buku, ketika melihat sapu tangannya yang mendekam di laci tempat tidur, saat akan berangkat ke kampus, saat memasuki kampus apalagi saat mata kuliahnya akan di mulai sampai selesai bahkan saat sudah kembali lagi kekosan. Apa hal-hal itu sudah bisa menjamin bahwa aku menyukainya? Apa itu sudah cukup untuk bisa dibilang suka? Apa itu tidak terlalu sepele dan sedikit?

“Cieee...akhiirrrrnyaaaa” Ariana memelukku kencang sekali sampai nafasku sesak dan memintanya melepaskan pelukan dan gelitikan-gelitikannya.

“Mama Diana harus tahu ini”

“Heh, awas ya kalau sampai mamaku tau” Ariana terbiasa memanggil bunda dengan namanya. Bunda yang meminta karna Ariana suka sekali dengan nama Bundaku yang sama dengan nama idolanya, Princess Diana.

“Mama Diana harus tahu ini, Muffin”

“Soto satu kali seminggu?”

“Plus Ice cream Sundae”

“Deal”

“Deal”

Dia pun tertawa licik melepas jabatan tanganku. Aku mencubit lengannya membuatnya berhenti tertawa. Kami pun saling balas membalas cubitan.

***

"Berarti lu harus siap bersaing dengan berjubel-jubel wanita di luar sana. Terutama Miss Grace"’

Aku tersedak. Ariana segera mengambil tisu dan air mineral dari nampan lalu memberikannya padaku. Setelah deal-dealan tadi dia langsung menuntut membelikan Sundae lalu memaksaku makan di tempat, di salah satu restoran makanan cepat saji terkenal se Indonesia bahkan dunia.

"Miss grace?"

“Yup”

“Teman semejaku pernah cerita kalau di kampus kita gossipnya ada sesama dosen yang pacaran. Apa itu mereka berdua?”

“Betulll”

“Aku kok, ga tau ya”

“Dia duda aja lo ga tau. Padahal udah berapa bulan ini kita masuk kuliah”

“Iya, sih”

“Makanya rileks dikitlah, Fin. Jangan terlalu fokus belajar. Nikmati dunia ini”

Jauh di dalam hatiku bisa merasakan kegetiran dalam kalimat Ariana itu. Mungkin saja sebenarnya itu dia tujukan bukan hanya padaku tapi pada dirinya sendiri juga. Dia mencoba menghibur dirinya sendiri.

“Pasti lo juga ga tau kan kalau dia itu populer banget. Khususnya di fakultas Psikologi ya. Di fakultas lain ga tau deh”

“Kalau di fakultasku kayanya populer karna jutek, deh”

“Kalau di fakultasku, waah kalangan cewe-cewe, mah, suka genit-genitan ke dia kalau lagi nyamperin Miss Grace”

“Nyamperin?”

"Ia nyamperin. Gosip-gosipnya ni, yah, katanya mereka itu lagi PDKT. Lo emang ga pernah liat mereka sering pulang bareng? Trus ke perpus bareng, ke kantin bareng. Akh pokoknya kalau ada waktu kosong pasti bareng-bareng. Dan satu lagi, mereka memang pindah dari Universitas yang berbeda tapi pindah bareng di tanggal dan tahun yang sama kesini. Jadi yah, boleh dibilang gosip mereka PDKT itu sekitar 80% bisa dipercayalah"

"Lu ga lagi becanda, kan, na? Ia sih, aku pernah beberapa kali lihat mereka pulang bareng naik mobilnya si Mr. Brewok. Tapi yah, bukan cuma Miss grace. Bu Nilam juga sering. Pulang bertiga juga sering katanya. Soalnya kata bu Nilam rumah mereka bertiga arahnya sama. Trus waktu aku tidur di perpus juga, kan, mereka bareng, tuh”

"Tuh kamu tahu. Ya, aku ga kenal siapa bu Nilam itu. Yang pasti di fakultasku karna Miss Grace itu salah satu dosen kami jadi cerita-cerita kaya gitu tuh udah kesebar banget. Mobilnya si Brewokmu itu aja kami udah sampai hapal. Sorry, Fin gue bukannya mau menghalang-halangi perasaan lo. Gue nyeritain itu emang sesuai seperti apa yang gue dengar, tapi kalo soal benar atau engga, aku ga bisa jawab. Gimana kalo lo tanya langsung sama mereka?" ucap Ariana asal sambil terus menyendok Ice Cream ke mulutnya.

“Ngaco, wuu...” Kujitak kepalanya.

“Ahahahaha”

“Habisin, tuh ice cream. Kita pulang aja, deh. Udah ga mood”

“Ckckck berarti bener dugaan gue. Lo bukan Cuma sekedar ngefans doang”

“Ngefans? Ga bakalan mungkinlah gue ngefans sama dosen galak kaya gitu”

“Berarti suka?”

“Nehi-nehi”

“Cinta?”

“Na, kita pulang aja deh. Lo lama-lama makin ngaco”

Kembali dia tertawa. Entah sudah berapakali dia menertawaiku. Di satu sisi aku malu dengan betapa ketinggalannya pengalamanku jika dibandingkan dengannya. Tapi di sisi lain aku lega karna Ariana masih bisa tertawa lepas seperti itu.

"Ck! Padahal kalau gue memang benar-benar suka dia, berarti ini pertama kalinya gue suka seriusan sama cowo, Na"

Ariana menghentikan kunyahannya dan merangkulku. Kami berdiri di pinggir jalan menunggu taksi online yang akan mengantar kami pulang datang.

"Lagian kenapa sih kamu suka sama si duda berjambang itu? Seleramu payah. Gue aja males ngeliat dia. Mukanya jutek gitu kaya yang lo bilang"

"Biarin! Lagian emang kita bisa nentuin gitu kita suka sama siapa?”

“Ya, bisalah. Kecuali kalau jatuh cintanya tiba-tiba atau pandangan pertama kaya lo. Susah nentuinnya emang” Ariana tertawa lagi.

“Aishhh. Ga percaya”

"Yee dikasih tahu malah ngeyel. Lagian dia itu dosen, bro. Kalau pun seandainya dia juga suka samamu ga bakalan deh kalian bisa bersama. Bisa-bisa kalian dikeluarkan dari kampus, mau lo di DO. Kan, peraturan kampus, dosen sama mahasiswa di larang pacaran setelah insiden “Carnaval”. Tau, kan insiden itu?”

"Ia, tau. Yang Dosen pacaran sama mahasiswa trus nilainya di bagus-bagusin, kan?”

“Betul. Syukurlah kalau yang itu kamu tau”

“Heh gini-gini sedikit banyaknya kau tetap tahu kok legenda-legenda kampus”

“Tpai dosen lu sendiri engga tahu”

“Ishhh Nanaaa” kucubit lengan Ariana dan dia tidak henti-hentinya tertawa.

“Trus gimana dong?"

"Gini deh, Fin...” Taksi online yang kami pesan datang memotong pembicaraan kami. Kami bergegas masuk karna udara malam semakin dingin. Di mobil Ariana menyambung kembali ucapannya yang terpotong.

“Semoga perasaan lo itu cuma sementara, Fin. Itu karna kalau serius, udah pasti ga bakalan kesampaian. Gue bukannya ga mau mendukung, loh"

Aku mengangguk mengerti.

"Selain saingan terberatmu si Miss Grace, ya seperti yang aku bilang tadi, dia itu dosen dan lo mahasiswa. Kalau pun seandainya si Brewok itu membalas perasaan lo, udah pasti harus ada yang berkorban"

Aku mengangguk lagi.

"Lo yang keluar dari kampus atau si Brewok. Kecuali kalian tadinya beda universitas kalau itu, mah ga ada yang melarang. Gitu"

“Setuju” wajah sedihku membuat Ariana memelukku lagi. Kali ini lebih lembut. Walaupun terkadang dia seperti orang lain yang tidak kukenal karna masalah-masalah yang dihadapinya, dia tetap saja Ariana yang kukenal dulu yang bila aku kebingungan terhadap sesuatu, dia pasti orang pertama tempatku bertanya. Dia juga orang yang sejauh ini paling kompeten bila menjelaskan sesuatu. Berdiskusi dengannya adalah hal yang paling menyenangkan. Mungkin itu yang membuat kami tetap dekat meski sudah jarang bertemu.

Setelah membahas si Mr. brewok kami pun membahas hal-hal lainnya. Mulai dari yang serius sampai yang ngalor ngidul. Dari cita-cita, impian sampai tentang tetangga rumahnya yang suka sekali menyetel musik kencang-kencang. Satu hal yang aku sadari, Ariana yang walau pun memiliki masalah dalam kehidupan keluarganya tapi dia tetap fokus dan konsen terhadap cita-citanya. Sedari dulu dia memang selalu bisa bersikap dewasa. Berbeda denganku yang sangat kekanak-kanakan. Tapi karena perbedaan itulah kami selalu bisa akrab. Dulu kami sudah seperti anak kembar yang kemana-mana selalu bersama. Sedari dulu juga aku sangat ingin bisa sedewasa dia dalam menghadapi apapun.

Hal lainnya yang baru kusadari saat aku sudah sampai di kamar kosanku, bahasa kami sudah benar-benar bercampur. Aku, kamu, lo, gue. Astaga kami sudah benar-benar menghayati hidup di Jakarta ini. Ini mungkin akan dianggap sebagai tanda seseorang yang mulai lupa dengan 'kulitnya' seperti kata pepatah itu tapi sebenarnya aku bisa menyanggah dengan menyatakan bahwa ini justru adalah tanda awal bahwa aku dan Ariana sudah mulai menunjukkan keberhasilan kami beradaptasi dengan lingkungan baru kami. Ini perlu di apresiasi juga. Anak-anak muda yang baru saja ikut bercebur ke dalam alur dunia yang sesungguhnya ini sudah mulai menunjukkan keberhasilan-keberhasilan kecil.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I Love You, Mr. Brewok   Pertanyaan Aneh Di Parkiran Mall

    “Kalau besok-besok bapak berubah pikiran, masih bisa, loh, pak” ucapku pada pak Ferdian. Dia sedang sibuk mencari kunci motor di tas hitamnya. Setelah selesai membahas banyak hal termasuk tugas-tugasku di kampus, mas Ian pamit pulang duluan karena masih ada janji dengan mbak Hara. Kami berdua masih tinggal sebentar di kafe lalu akhirnya memutuskan untuk pulang setelah pak Ferdian sudah mulai terlalu dalam menjelaskan tugasku. Dia bahkan membuatkanku PPT. “Muffin...kamu lihat kunci motor tidak?” tanyanya tidak menghiraukan ucapanku. Aku hanya menggelengkan kepala. “Sepertinya ketinggalan di kafe. Kamu mau tunggu di sini saja. Biar aku yang kesana. Kamu pakai kipas portabel ini kalau kepanasan. Tadi baru kubeli buat kamu. Aku sering lihat kamu kepanasan kalau habis lari ke sana kemari sambill bawa-bawa makethmu” ucapnya manis sambil memberikan kipas juga permen karet. Ingin kupeluk saja rasanya pria ini tapi dia sudah keburu pergi setelah memberantakkan poniku. Melihat bagaimana ra

  • I Love You, Mr. Brewok   Sepakat Melalui Bahasa Cinta

    Bahasa-bahasa cinta tidak akan jadi penghalang untuk berita apapun, baik dan buruk ketika akan disampaikan pada kekasih. Bahasa-bahasa cinta ada dalam setiap nada dan ritme dari dua pasang insan yang tulus saling mencinta. Bahasa-bahasa cinta jadi jembatan diskusi tentang masa depan. Ferdian mencoba mencari cara mendapatkan bahasa-bahasa yang tepat untuk mengutarakan rencana masa depannya kepada Muffin. Dia sampai harus meminta bantuan mas Ian menemani agar penjelasan apapun nanti yang dia berikan, tidak melenceng, tidak membuat masalah semakin runyam. “Fer, udah tenang aja. Muffin itu termasuk dewasa untuk seumurannya. Cara berpikirnya sudah mulai matang” “Aku tau, mas” “Nah, ya udah. Apa yang kau gelisahkan? Itu kopimu sampai dingin. Seruput dulu” mas Ian menyodorkan gelas kopi Ferdian, memaksanya meminum kopi hitam kental. Ferdian menerimanya setengah hati sambil terus memeriksa pintu masuk kedai kopi modern kesukaan anak-anak muda Jakarta. Mall sore itu tidak terlalu ramai di h

  • I Love You, Mr. Brewok   Not Enough

    “Grace, ini semua sudah tidak bisa diselamatkan lagi” “Aku masih belum rela, bu Nilam” Bu Nilam menghempaskan nafas sabar sambil mengelus rambut Grace yang sedang menangis di pangkuannya. Di ruang tamu rumah bu Nilam, Grace menangis tersedu-sedu. “Beberapa dosen dan mahasiswa sudah mulai curiga, bu. Kalau sampai hubungan mereka benar-benar terpublish, aku semakin tidak siap untuk berpisah dengan Ferdian” “Apa Ferdian benar-benar sudah memikirkan keputusannya itu?” Grace mengangguk, bangkit duduk berlinang air mata. “Ferdian akan mengalah” “Dia benar-benar mengatakan itu?” “Dia akan mengejar impiannya lagi. Jadi Arsitek. Dia akan meninggalkanku sendirian, bu” Grace menumpahkan lagi tangisnya di pangkuan bu Nilam. “Kenapa baru sekarang kamu mengakui semua ini, Grace? Dulu kamu selalu mengeluh ini itu tentang Ferdian, saya sampai bingung sendiri hubungan kalian itu sebenarnya apa. Saya bukannya memihak mereka, tapi Ferdian juga berhak menentukan kebahagiaannya sendiri begitu juga

  • I Love You, Mr. Brewok   HE IS MY MAN!

    Langit mendung menggelayut. Jalanan sepi. Hanya ada aku dan Miss Grace berdiri sejajar di depan halte busway tempat biasa aku dan Mr. Brewok bertemu. Lewat bu Nilam, tiga hari setelah Promise Ring, Miss Grace bermaksud ingin bertemu denganku. Berdua saja. Aku tidak tahu apa yang akan kami bicarakan disini, tapi aku tahu pasti Mr. Brewok sedang mengintai dari kejauhan sana. Mobilnya itu sangat ketara meski dari jarak jauh. Meski Miss Grace meminta agar Mr. Brewok tidak diberitahu mengenai pertemuan ini , aku yakin bu Nilam tidak akan tahan menyimpan informasi ini darinya. Angin sore melewati kami berkali-kali, dihempas orang-orang yang sesekali berlalu-lalang. Sudah 30 menit berlalu, belum ada pembicaraan apapun setelah sapaan selamat sore yang sama-sama kami ucapkan tadi. AKu mulai merasa dia sedang mengulur-ulur waktu. Awalnya aku kikuk berada di samping miss Grace, menebak-nebak dan mengira-ngira kapan ini semua akan dimulai. Sudah pasti Promise Ring akan masuk ke dalam pembahasan i

  • I Love You, Mr. Brewok   Promise Ring

    “Surprise...!!!” Ariana, Bu Nilam, Mas Ian dan Mbak Hara meneriakkan Surprise begitu penutup mataku dibuka. Mereka memakai Kemeja putih dan celana cream, sama seperti yang aku dan Mr. Brewok pakai. Bedanya mereka memakai topi kerucut ulang tahun dan pernak-pernik warna-warni lainnya, meniupkan terompet kertas. Lagu Selamat Ulang Tahun terdengar dari speaker dari meja bulat kecil yang menempel di tiang sisi kanan di iringi suara mereka menyanyikan lagu yang sama. Sempat mematung sebentar, lalu akhirnya aku ikut tertawa, memandang bahagia mereka satu persatu, bernyanyi sambil tepuk tangan memeriahkan suasana. Mr. Brewok memeluk pinggangku ketika wajah bahagiaku meminta penjelasan “Happy Birthday sayang” bisiknya “Maaf surprisenya baru sekarang” ucapnya lagi memberikan buket bunga berwarna pink salem. Glitter dan pita-pita indah menghiasi. Aroma bunga asli menambah semerbak keindahan pria yang menjadi kekasihku di mataku. Kupeluk dia memancing suara teriakan mereka riuh bercampur denga

  • I Love You, Mr. Brewok   Menikah?

    “Memangnya kamu punya target menikah di umur berapa?” “Umur 30?” “....” “....” “Ok” “Ahahahahaha...Got you...” Muffin bergelayut di tangan dan bahu Ferdian di bawah langit sore Taman Situ Lembang. “Dasar kamu...” Ferdian balas mengelus rambut Muffin. Angin sejuk, air mancur dan landaian rumput hijau di depan mereka tampak seperti taman di pegunungan dingin. Lautan manusia-manusia tidak terlihat oleh kemesraan itu. Duduk di kursi kayu berwarna-warni di antara begitu banyak orang, mereka berusaha untuk terlihat biasa saja meski di dalam hati ada rasa takut kalau-kalau ada yang mengenali. Muffin sangat bosan ketika Ferdian mengajak jalan ke Mall lagi. Setelah permasalahan mereka selesai dengan pelukan itu, hubungan Muffin dan Ferdian semakin erat. Hampir setiap hari menyempatkan waktu untuk bertemu. Mall selalu menjadi tujuan utama mereka. Lebih simple dan praktis, semuanya ada di dalam, lebih aman juga, ucap Ferdian ketika Muffin bertanya kenapa pergi ke Mall. Memang sesekali me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status