“Muffin?” “Iya, pak” sambarku terkejut. “Saya kira kamu sudah tidur” “Ya enggak mungkinlah, pak. Baru jam segini. Biasanya juga tidur jam sebelasan ke atas” “Karena tugas?” “Iyalah, pak” “Bukan karena yang lain-lain?” “Yang lain-lain gimana maksudnya, pak?” “Ya sudahlah kalau bukan karena yang lain-lain”
Sungguh dia sangat mempesona. Aku memang belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Baru kali ini, tapi hatiku yakin ini cinta. Dia pria itu. Pria yang menjadi cinta pertamaku. Dengan kaos hitam polos yang kemarin kami beli, lebih tepatnya dia memaksa untuk membeli, dipadukan dengan jeans coklat, jaket jeans biru gelap dan sneaker, aliran darahku mengalir lebih cepat bermuara membentuk getaran-getaran aneh semakin nyata di dalam jantung. Gaya pakaiannya sungguh adalah gaya yang kusukai. Sangat-sangat. Casual dan simple. Seperti gaya berpakaianku juga. Oh iya, lupa, kemarin kami juga membeli sepatu sneaker. Meski tidak couple tapi lumayanlah, beli dua dapat diskon 50%. Tadinya aku hanya ingin melihat-lihat saja. Jujur sejujur-jujurnya, hanya ingin melihat sepatu itu saja, tidak bermaksud membeli. Tulisan diskonnya sangat besar hingga menarik perhatianku. Bulan depan saat orangtuaku mengirimkan uang, aku baru berniat membeli. Tidak disangka dia langsung menanyakan pada mbak-mbak SPG apakah ad
Muncul-muncul malah bikin pengumuman. Hadehh.... Maaf ya guys...novelini aku rehatkan sejenak dulu. Ada urusan pekerjaan wkwkwkwk Kalian tahu kan, aku tuh saaaaaayng bgt sama pembaca-pembacaku siapapun dan berapapun jumlahnya. Love youu guyssss...... Mmuachhh Tunggu aku yaaaa.... Salam cipok!!! Wkwkwkwk hmmm..nulis apa lagiyaa soalnya belum sampai 100 kata. Duh..... apa yaaa.... Hmm.... Dahlah.... Jadi guys, aku tuh lagi di wisma atlet, kena covid guys. Akhirnya dari 3 tahun sudah berjalan, saya pun tumbang di corona sesion omicron ini, walaupun belum jelas apakah saya kena omicron atau engga karna hasilnya tes omicronnya belum keluar. Di wisma atlet inilah saya ingin merenungkan diri dulu. Apakah saya ini sebenanrnya adalah saya? ataukah sebenarnya selama ini saya adalah calon istri Nicholas Saputra? *BTWsaya ngefans bgt sama Nicsap mhehehe.... jadi ga papalah ya ha
Lampu-lampu jalan menyambut. Pohon-pohon yang diterangi lampu jalan menambah kesan romantis. Simple sekali tapi aku bisa merasakan malam ini adalah malam indah. Aku bertemu dengan sahabat-sahabatnya, makan bersama, tahu detil-detil tentangnya. Tahu ternyata dia sangat mengidolakan dan segan pada mas Ian seniornya yang membimbing serta mengarahkannya ke kampus itu. Mas Ian juga adalah senior yang dia ceritakan di telepon tempo hari. Mas Ian tampaknya tahu sekali semua tentang pak Ferdian. Lebih tahu dari bu Nilam dan Miss Grace yang kadang masih suka ikut terkejut ketika mas Ian membongkar kebiasan-kebiasaan jelek dan sepele pak Ferdian. “Tadi Mas Ian ngomong apa sama kamu pake harus berdua segala ke dapur” tanyanya begitu kami keluar dari pagar bu Nilam. “Nggak ngomong apa-apa, pak. Kita kan emang kebagian nyuci piring berdua. Bukan sengaja berdua. Jadi, ya,ngobrol biasa aja” “Tapi kamu jadi kaya pendiam gitu setelah nyuci piring. Tadi itu harusnya saya sama kamu yang kebagian nyuci
“Begini, Muffin. Saya bukannya bermaksud untuk mengganggu hubungan kalian..” ucap mas Ian setelah mejelaskan titik-titik utama kisah perceraian pak Ferdi dan Miss Grace. Harusnya aku mendengar ini dari pak Ferdi langsung hari ini tapi mas Ian berinisiatif menjelaskan dahulu agar bisa memeriku referensi untuk bisa melihat semua ini dengan jelas, itu katanya. “Hubungan? Hubungan apa dan siapa yang mas maksud?” tanyaku sedikit tertawa. Aku tahu apa yang dia maksud tapi bukankah ini terlalu cepat bila di sebut hubungan? tanganku berkutat nyaman menggosok piring tempat ikan bakar yang disodorkan bu Nilam tadi. Mas Ian juga asyik menyusun-nyusun peralatan makan di atas rak pengering piring. “Kamu sama si anak kecil itu” Keningku berkerut. “Gilang. Pak Ferdianmu itu” “Kami nggak ada hubunga...” “Ya, entah ada atau tidak. Yang penting saya tidak bermaksud untuk menganggu apapun itu yang sedang kalian jalani. Yang pasti, kamu masih terlalu muda untuk masuk ke dalam hubungan apapun itu yan
Aku sedang berada di sebuah kafe di Yogyakarta. Namanya Taru Martani. Kafe ini sangat manis suasananya. Ramai tapi tidak lalu-lalang. Berjarak dan sendu. Ariana yang merekomendasikan kafe ini setelah sebuah video live music kafe ini lewat di beranda Youtubenya saat kami sedang menunggu boarding pass di bandara Soekarno Hatta. Segera setelah meletakkan barang di guest house tempat kami menginap di daerah dekat dengan Malioboro, kami langsung ke sini. Ramai dan ikoniknya jalan Malioboro menarik perhatian kami tapi aku yang kembali menunjukkan tanda-tanda patah hati sejak di dalam mobil taksi online di Bandara International Yogyakarta, sedang tidak ingin berada di tengah-tengah keramaian lalu lalang. Sekelebat bayangan ketika aku dan pak Ferdian berdebat di mobilnya malam itu muncul begitu aku duduk di kursi penumpang. Kuperthatikan Ariana yang asyik berkutat dengan layar handphone dan aku pun memilih diam sepanjang perjalanan memandang keluar jendela mobil.Tadi pagi-pagi sekali, satu ha
Di kelilingi gemerlap cahaya lampu-lampu di Taman Lampion Jogja, kami berdua berjalan pelan, dalam diam, menikmati pikiran kami masing-masing. Kami hendak pulang setelah puas seharian memburu bayak tempat-tempat kuliner dan oleh-oleh di Jogja. Ini hari terakhir kami di Jogja. Sudah seminggu berlalu dan sudah banyak sekali tempat-tempat wisata kami kunjungi, seperti Taman Pintar, Malioboro, Taman Sari, Tugu Jogja, Monumen Jogja Kembali, Pantai Glagah, Kaliurang, Candi Ijo, Candi Borobudur, Kraton Yogyakarta, Alun-alun Yogya dan lain-lain. Masih ada beberapa lagi. Aku sudah tidak ingat. Galeri handphoneku, handphonenya dan kartu memori kamera Mr. Brewok mungkin sudah penuh dengan foto-foto kami di sana. Aku meresapi denyut jantungku di tengah-tengah angin dingin malam berbalut jaket jeans hitam Mr. Brewok. Aku bertanya pada diriku sendiri saat dia menutupi tubuhku dari angin malam dengan jaketnya, inikah hal romantis yang ada di novel-novel, film atau sinetron-sinetron? Inikah rasanya a
Ini sambungan yang sebelumnya ya guyss... :D Saat itu, bu Nilam sebagai salah satu orang yang jadi saksi perjalanan rumah tangga mereka dan juga kehidupan Ferdian khususnya setelah perceraian itu, bu Nilam merasa harus berbuat sesuatu. Ini semua berjalan di jalur yang salah, pikir bu Nilam. Isak tangis pelan pak Ferdian di telepon menyadarkan bahwa semuanya sejak Ferdian dan Grace menjalin hubungan “Kesempatan Kedua” telah berubah ke arah yang salah. Perubahan yang dijanjikan Ferdian bukan hanya merubah sikapnya tapi juga merubah dirinya jadi orang lain. Bukan Ferdian yang dulu yang pernah dikenal bu Nilam. Mulai dari menutup diri sampai cara berbicara yang dingin, semuanya sangat berbeda dengan Ferdian yang sebenarnya. Bahkan mungkin itu juga salah satu alasan mengapa ambisinya redup dan memilih menjadi seorang dosen saja. Padahal sebelumnya, setiap kali berkumpul bersama, Ferdian dan Ian sangat bersemangat membahas proyek-proyek yang sedang di kerjakan Ian. Ian bahkan sering sekali
Udah...ini sambungannya yang terakhir...cape soalnya :D .... DUARRR....DUARR.... Suara petir di dahului kilat terang mencambuk langit membuatku tersedak terbatuk-batuk. “Mufffin...minum dulu” Mr. Brewok menyodorkan minuman menghalau batukku. Rang-orang di warung bakso taman pelangi mneyumpah serapahi langit dalam bahasa mereka sendiri. Aku sendiri mematung karena dalam putaran kembali memori hari pertama di guest house itu, hari ini, setelah 1 minggu kemudian, aku lupa apa alasan kenapa Mr. Brewok dan Miss. Grace belum atau tidak memiliki anak. Dia sudah menjawabnya waktu itu tapi sungguh aku lupa. Melihatnya serius membersihkan air dan kunyahan bakso yang menyembur ke segala arah di meja kami, aku tidak tega untuk menanyakannyalagi. Tapi aku sangat ingin. Ingin sekali. Aku lupa. Sungguh. “Pak...” “Ya....Muffin tangan kamu” dia mengambil tanganku dan membersihkan sayuran hijau setengah dikunyah. Dia tidak jijik sama sekali. Pasti dia juga tidak akan marah, kan, kalau aku tanya la