hari ini aku akan tayang crazy up 10 bab ya. tolong jangan lompat baca, karena bab yg tayang isinya full cerita inti. bakalan bingung nanti kalau ga dibaca semua 🫶🫶🫶
Amanda hanya bisa cemberut ketika Kairo kembali mengurungnya di kamar, setelah peristiwa Max yang tiba-tiba datang ke penthouse mereka tanpa sepengetahuan Kairo sebelumnya. Meskipun Kairo memang tidak jadi pergi meninggalkannya untuk mengurus pekerjaan, namun tetap saja Amanda mengira kalau Kairo akan tetap pergi namun kali ini akan mengajaknya serta, karena takut Amanda berbuat yang tidak-tidak lagi.Wanita bersurai coklat itu pun lagi-lagi hanya bisa mengeluarkan desahan lelah, melihat kekasihnya yang sedang menunduk di atas meja kerja, menyelesaikan serta mempelajari beberapa dokumen penting. Karena kedatangan Max yang membuatnya kesal, maka Kairo memutuskan untuk membawa semua pekerjaannya ke kamarnya di Penthouse. Dia tidak akan memberikan kesempatan kepada calon istrinya yang nakal itu untuk membawa-bawa mantannya yang lain, untuk melakukan hal absurd dengan dalih ngidam.Tadi saja rasanya Kairo sudah ingin sekali meninju wajah Max yang menyebalkan itu jika saja Amanda tidak
"Ha-Hai, Ling-Ling." Sam meneguk salivanya dengan gugup, kala dengan terpaksa ia harus titah Sang Ratu alias Amanda untuk melakukan video call dengan kekasihnya yang berada nun jauh di Shanghai.Masalahnya, ia sangat malu. Selama ia bertugas sebagai ajudan Kairo Aldevara sang pemimpin Black Wolf, pria muda itu terbiasa berpenampilan dingin, datar dan tanpa emosi. Dan kini calon istri pemimpinnya itu malah meminta dirinya untuk bermesra-mesraan dengan sang kekasih di hadapan semua orang?!Matilah saja kau, Sam!!Hati Sam mencelos ketika melihat wajah Ling-Ling yang sangat cantik terpampang nyata di layar ponselnya. Hari ini wanita bermata sipit itu menggelung rambut hitam panjangnya ke atas membentuk bun yang imut. Helai-helai anak rambut jatuh membingkai wajahnya, pipinya yang halus dan putih terlihat merona."Sam! Kejutan sekali kamu tiba-tiba menelepon seperti ini," ungkap Ling-Ling riang. Sam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ya, biasanya Sam hanya berani menelepon paca
Manik awan badai kelabu itu pun terbuka dengan tiba-tiba, seakan sebelumnya lelaki itu tidak sedang tertidur. Ia menatap nyalang pada langit-langit di kamar itu, dan terkesiap ketika merasakan sebuah kecupan lembut yang mendarat di pipinya. "Sudah bangun, Sayang?" Suara renyah itu membuat Kairo menolehkan wajahnya ke samping, dimana sosok wanita tercantik sedang berbaring miring menghadapnya sambil tersenyum. "Apa aku ketiduran?" Tanya Kairo bingung. Ia merasa disorientasi, seperti ada masa yang telah hilang dari hidupnya.Amanda tersenyum dan kali ini mengecup bibir kekasihnya sekilas. "Tidak apa-apa, tidurlah lagi. Istirahatlah."Kairo terdiam dan mengamati intens area mata Amanda yang terlihat membengkak. Seketika ia pun memiringkan tubuhnya hingga kini mereka pun saling berhadapan."Sweetheart, apa kamu habis menangis?" Tanya Kairo sambil mengelus kelopak mata Amanda dengan lembut.Amanda menggenggam tangan Kairo yang berada di wajahnya, lalu mengecup telapaknya. "Ya. Aku men
Phoenix pun mengeluarkan tawa kejam yang membuat bulu roma Amanda merinding ketika mengingat peristiwa itu."Ekspresi preman laknat itu lucu sekali. Ia jatuh ke tanah, lalu kelojotan selama beberapa saat. Sebelum pada akhirnya aku pun mengakhiri penderitaannya dengan mengiris lehernya." Amanda menelan ludah mendengarnya, namun tetap diam dan membiarkan Phoenix terus bercerita.Karena Kairo tidak akan pernah sejujur ini. Kairo sering menutupi masa lalunya yang kelam."Itu adalah pembunuhan pertamaku, di usia tujuh tahun." Phoenix kembali menenggak whiskey dan mendesah keras. "Ketika preman itu mati, aku pun sengaja menghilang dan Kairo kembali keluar. Aku sengaja menunjukkan padanya bagaimana cara membela diri. Bagaimana cara untuk bertahan. Yaitu membunuh, atau dibunuh!""Sejak itu akulah yang terus melindunginya. Kairo hanya bisa lari dan sembunyi, sementara aku keluar dan menghadapi semuanya. Hingga suatu hari tiba-tiba anak penakut itu pun berubah, ia mulai menjadi berani. Ia me
Phoenix Knight menyeringai senang ketika akhirnya ia bisa muncul kembali, setelah beberapa minggu ini Kairo mengurungnya seperti hewan ternak yang terjebak di dalam kandang. Kairo Aldevara sialan!Setiap kali Phoenix terbangun sebagai kepribadian di tubuh ini, selalu saja dalam kondisi terikat dan Sam yang pertama kali ia lihat malah menyiksanya dengan stun gun hingga tak berdaya.Siksaan itulah yang membuat Phoenix enggan untuk muncul kembali. Namun ia tidak bodoh. Phoenix bukan sekedar kepribadian lain yang mudah menyerah begitu saja.Ia hanya perlu mencari kesempatan yang baik untuk keluar. Kesempatan seperti saat ini. Di saat Kairo sedang menurunkan level kewaspadaannya, di saat itulah Phoenix akan muncul. Dan ia benar-benar merasa beruntung, karena saat ia berada di dalam tubuh ini, ternyata bukan Sam dengan stun gun yang akan menyetrum sekujur tubuhnya, tapi malah Amanda yang sedang berada di dekatnya!"Phoenix?" Amanda menyebut namanya dengan bibir ranumnya yang gemetar. N
Queen tak bisa tak tersenyum ketika diam-diam mencuri dengar perbincangan mesra antara Kairo dan Amanda dari balik pintu. Ia tahu kalau putra sulungnya itu akan sangat bahagia, mendengar kabar bahwa kekasihnya sedang mengandung anaknya.Sebelumnya Amanda sempat mengatakan pada Queen kalau ia sangat cemas jika Kairo tidak menginginkan seorang bayi, namun semua kecemasan itu pun pada akhirnya tidak terbukti.Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu pun perlahan mengayunkan langkahnya menjauh dari depan pintu kamar yang sedikit terbuka itu, memberikan privasi kepada anak dan calon menantunya yang ingin melepas rindu.Dengan langkah ringan, Queen berjalan ke arah pintu keluar penthouse dan meminta pengawal yang menjaga di luar untuk mengantarnya ke rumah sakit, tempat dimana putra bungsunya Kaivan sedang dirawat untuk luka-lukanya. Setelah mendengar kabar kalau kedua putranya telah ditemukan, Queen memang sengaja tidak langsung ke rumah sakit untuk bertemu dengan Kaivan, melaink
BRAAK!!Pintu Penthouse itu terbuka dengan kasar, sebelum sosok menjulang dengan tubuh atletis memasukinya dengan langkah-langkah lebar dan terburu-buru."Kairo!!" Dan lelaki itu pun terhenyak, ketika tiba-tiba mendapatkan pelukan hangat dari wanita paruh baya yang juga terisak di pelukannya. Apa Amanda yang membawa wanita ini ke Cairo?"Syukurlah kamu selamat," bisik lirih dengan Queen Sharisza, ibundanya. Kairo hanya diam tak bergeming, tak membalas pelukan itu meskipun tak juga menolaknya. Perasaan benci kepada wanita yang melahirkannya itu masih saja ada, benci karena dulu Bunda membiarkan dirinya dibawa oleh Ayahnya yang kejam dan membuat hidup Kairo pun menjadi kacau, serta terjebak di dunia gangster yang keras di usia belia.Perlahan, Kairo pun melepaskan pelukan itu."Dimana Amanda?" Tanyanya kepada Queen. Wanita itu tersenyum maklum atas penolakan putra sulungnya, dan menghias wajahnya dengan senyum."Dia ada di kamar utama," sahut Queen. Segera Kairo beranjak menuju ka
Ajmal tak bergeming, meskipun moncong senjata itu telah menempel tepat di ubun-ubun kepalanya."Silahkan tembak saya, Tuan. Jika memang Tuan tidak berkenan dengan pengabdian saya," ucapnya penuh keyakinan. Kairo menyeringai miring. Ternyata anak ini berani juga menantang kematian yang berada di depan mata. "Apa jaminannya kalau kamu tidak akan pernah mengkhianatiku lagi, Ajmal?""Nyawaku," sahut cepat remaja tanggung itu tanpa ragu. Kali ini ia mengangkat wajahnya, dan manik hitam polos namun penuh dengan kegetiran hidup itu dengan berani menatap balik netra awan badai kelabu milik Kairo.Serta-merta Kairo pun menjauhkan hand gun dari kepala Ajmal. "Baiklah. Kuberi kau kesempatan kedua. Sekarang bantu aku memapah lelaki itu di sana," titah Kairo sambil menunjuk ke arah Kaivan dan menyimpan hand gun di balik sakunya."Shukran, lak sayidi (terima kasih, Tuan)," Ajmal menyunggingkan senyum tipis sambil berdiri dan melangkah ke arah Kaivan yang masih pingsan.Kairo tidak langsung mend
"Selamat datang, Kairo Aldevara," ucap Nathan Yamamoto, yang sedang duduk dengan bertopang kaki di salah satu kursi di dalam toko itu. "Kerja yang bagus, Ajmal. Kamu membawa orang yang tepat ke hadapanku," tukasnya dengan ekspresi penuh kepuasan.Kairo melirik Ajmal yang kini menundukkan kepalanya dalam-dalam. Meskipun wajahnya tak terlihat karena menunduk, namun gestur tubuhnya seakan menunjukkan perasaan bersalah karena menempatkan Kairo dan Kaivan kembali berada di dalam bahaya. Kairo menahan tubuh Kaivan yang tiba-tiba saja hendak menerjang ke arah Nathan dengan raut kesal."Lepaskan aku!" Teriak lelaki bersurai ikal itu dengan mata berkilat-kilat penuh amarah kepada Kairo. "Aku ingin membunuhnya!" Geramnya. Ia sangat dendam, karena Nathan telah menculik dan menyakiti orang-orang terdekatnya. Amanda, Nicholas, dan juga Kairo. Tak peduli bahwa dulu mereka pernah berteman akrab semasa kuliah, namun kini Kaivan merasa sudah tidak mengenal Nathan lagi. Kairo menggeleng. "Ini bu