uwooow... crazy up 10 + 1 bab extra selesaii... lanjutannya besok yaa 🫶🫶
Amanda di waktu ia masih kecil, sesungguhnya tidak pernah terlalu berharap banyak.Ia hanya ingin Mommy sesekali menyapanya di pagi hari saat sarapan. Atau bertanya bagaimana harinya. Atau paling tidak sesekali mengantarnya ke sekolah.Hanya itu.Tapi Mommy... tak pernah peduli padanya. Bahkan Mommy sering menatapnya seperti menatap seekor hama atau hewan pengganggu. Dingin, dan tanpa kasih sayang sama sekali.Lalu ketika dua puluh satu tahun kemudian ia bertemu kembali dengan wanita ini, Amanda mengira bahwa Mommy-nya telah berubah. Sikapnya terlihat hangat dan perhatian, tidak dingin lagi kepada Amanda. Amanda bahkan tak terlalu peduli dengan status wanita itu sebagai pemimpin Cielo Nostra. Ia hanya menginginkan untuk berada di samping wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Ia ingin bersama Mommy, untuk membalas tahun-tahun yang tidak ia lewati bersamanya.Tapi apa yang terjadi?Mommy... wanita yang sangat ia rindukan dalam hidupnya... telah meracuninya dengan suntikan beris
Kedua kelopak mata itu pun mulai terpisah secara perlahan, saat wanita itu merasakan air membasahi bagian bawah tubuhnya yang rebah di atas pasir empuk yang lembab.Tunggu dulu.Pasir??Serta-merta netra hijau zamrud itu pun membelalak lebar, tatkala baru menyadari dimanakah dirinya kini berada.Dengan gamang, wanita itu pun beranjak duduk. Pertama-tama sekali ia memandangi kedua tangan dan membolak-balikkan telapaknya dengan heran.Hei, jadi dia... tidak meninggal??Lalu ia pun mengalihkan wajah untuk mengamati sekitarnya. Manik bening itu pun membola menatap lautan lepas di sampingnya, dengan mentari yang bersinar cerah serta awan biru sebagai cakrawalanya.Ia benar-benar tidak ingat bagaimana bisa ia berada di pantai yang indah ini, dan tertidur di atas pasirnya.Apa yang terjadi?Suara tawa dan pekikan riang memutus lamunan wanita itu, membuatnya menoleh dan mencari sumber suara yang membuat jantungnya berdebar penuh antisipasi. Bukankah tawa itu terdengar familier?? Ia pun men
Saat Amanda kembali membuka kedua matanya, pertama kali yang ia sadari bahwa dirinya tengah berada di tempat yang tidak ia kenal. Apa dia masih berada di pantai aneh itu?Sepertinya tidak... karena untuk kali ini semuanya terasa begitu nyata, sangat berbeda dengan sebelumnya.Aroma khas rumah sakit menguar dan terhendus di hidung Amanda, membuatnya yakin kalau dirinya sedang terbaring di atas brankar."Amanda, kamu sudah sadar?"Suara seorang lelaki menyapanya lembut, membuat kepala bersurai coklat itu pun menoleh untuk melihatnya."Max??" Amanda mengernyit dan bertanya dengan suara yang serak. Dengan susah payah, ia pun menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. "Aku... dimana?" Max berjalan mendekatinya sambil tersenyum. "Kamu di rumah sakit. Sudah seminggu kamu mengalami koma, Amanda. Dan baru lima jam yang lalu akhirnya kondisi semua alat vitalmu mulai membaik sebelum kamu pun mulai sadar."Lelaki itu menuangkan air dari teko kaca ke dalam gelas, lalu memb
Max mendorong perlahan kursi roda Amanda keluar dari ruangan VVIP menuju ke arah lift. Sepanjang perjalanan sejak mereka keluar dari kamar rawat, beberapa orang lelaki berjas hitam terlihat siaga dan berjaga.Max yang kini telah kembali resmi menjabat sebagai Pemimpin The Golden Badges cabang Milan, meminta pengawalan khusus untuk Amanda mengingat wanita itulah yang menghilangkan nyawa Ivonne Jessica Russel, pemimpin mafia Cielo Nostra. Keselamatan Amanda pun terancam, karena akan selalu ada kemungkinan para anggota mafia itu yang akan balas dendam kepadanya.Sesampainya di taman rumah sakit, Amanda memejamkan mata dan menghirup udara bebas dalam-dalam, membiarkan angin meniup lembut helai-helai rambut coklatnya.Aneka warna bunga yang bermekaran di taman pun seketika menjadi mood booster bagi Amanda.Seulas senyum kecil terlukis di bibirnya ketika mengamati bunga Peony merah rose dan kuning terang yang cantik."Kamu suka Peony?" Tanya Max ketika melihat tatapan tak putus Amanda ke
"Keluar kau, pengecut! Hadapi aku!" Bentak balik Kairo yang kini terlihat sangat gusar. "Aku memintamu menjaga Amanda, bukan mengurung dan menjauhkannya dariku, brengsek!!" Desing suara peluru yang dimuntahkan senjata pun kembali terdengar. Kairo sepertinya sudah benar-benar geram dan gelap mata, hingga tanpa henti terus menembaki mobil mewah Max sebagai sasarannya, yang kini terlihat hancur mengenaskan. "Kairo!" Amanda berteriak memanggil kekasihnya, ketika melihat lelaki itu sepertinya sangat murka kepada Max. Amanda sebenarnya juga kesal dengan lelaki itu, namun ia tak ingin Kairo sampai menyakiti Max. "Berhenti! Kamu bisa mengenai Max!" teriak gadis itu lagi. Seketika Kairo pun menghentikan tembakannya, bagai anjing yang menuruti perintah tuannya. Sambil berdecih, ia menatap Amanda tanpa senyum. "Aku memang berharap salah satu peluru mengenainya, Sayang. Dia sudah benar-benar keterlaluan!" "Kairo, come on! Bukankah aku sudah menepati janji? Akulah yang merawat dan menj
Amanda merinding ketika ia telah berada sangat tinggi dari atas tanah, bergelantungan bersama dengan Kairo di tangga tali yang terjulur dari dalam helikopter. Rasa cemas dan takut akan terlempar ke bawah membuatnya sedikit gentar.Namun perasaan itu pun seketika luntur, ketika tubuh besar Kairo pindah dan mengurung punggungnya dari belakang untuk memberikan kehangatan dan rasa aman yang tak dapat dijelaskan."Dingin?" Bisik lelaki itu di telinga Amanda. Napas Kairo yang hangat berhembus menerpa kulit leher Amanda.Amanda tersenyum dan menoleh, menatap netra Kairo yang dilapisi lensa kontak biru. "Sudah tidak lagi."Kairo pun mengeratkan dekapannya sambil mengendus-endus rambut Amanda yang terbang berhamburan terkena angin. "Sebentar lagi sampai, Sayang. Maaf kalau jemputannya tidak sesuai harapan.""Hm. Sesuai kok. Ini jemputan paling menyenangkan bagiku. Bisa menikmati pemandangan indah sambil dipeluk dengan erat," goda Amanda.Kairo terkekeh pelan. "Kamu suka pemandangannya?" Ama
"Setelah bertemu dengan Luca, kita langsung ke kamar saja. Aku tidak akan membiarkan kekasihku yang cantik ini turun dari ranjang lagi selamanya!" Tegas Kairo sambil menggeram di bibir Amanda dan melumatnya penuh gairah.Amanda sedikit kelabakan menerima serangan bibir Kairo yang menerjangnya dengan tiba-tiba bagaikan terpaan angin badai, tak membiarkan dirinya bersiap-siap terlebih dahulu.Desah lembut yang tak sengaja lolos dari bibir merah muda Amanda membuat Kairo semakin bersemangat. Lelaki itu pun mulai mendesak kekasihnya di dinding, dengan sengaja menghimpit tubuhnya hingga Amanda tidak akan mampu berkutik.Kairo membawa kedua tangan Amanda dan mengalungkan di lehernya, dan menggeram puas tatkala Amanda membenamkan jemarinya di dalam kelebatan rambut pirang tembaga lelaki itu. Kairo pun langsung menyambar pinggang ramping Amanda dan semakin merapatkan tubuh mereka, tak membiarkan jarak sedikit pun berada di antara mereka. Bahkan angin saja tak mampu melewati kedua tubuh yan
"Aaaa~" Jeritan manis dari bibir manis itu berulang kali terdengar menghiasi peraduan panas di kamar yang luas itu. Tak terhitung berapa kali Kairo menjadikan tubuh Amanda sebagai pemuas birahinya yang seakan tiada ujungnya, sekaligus juga untuk memberikan kepuasan kepada kekasihnya itu. Namun di saat Kairo mengira bahwa pada akhirnya ia telah terpuaskan, saat itu juga hasratnya kembali bergelora. Ia tak habis pikir kenapa hanya dengan melihat sosok Amanda yang terbaring dengan tubuh polos dipenuhi kilau peluh, seketika seluruh tubuhnya pun kembali memanas dipenuhi gairah yang meronta-ronta minta dilepaskan. Kekasihnya ini memang sangat seksi, tak akan ada bantahan soal itu. Namun ada sesuatu di dalam diri Kairo yang terus-menerus menginginkan Amanda--terus ingin memandangi wajah cantik yang merona jingga ketika terseret gairah, mata hijau yang sayu serta rintihan mendayu yang membuat darah Kairo semakin terasa panas. Ia ingin terus bergerak bagai kuda jantan yang liar di at
"Kalau begitu masuklah, Miss Amanda. Coba ceritakan padaku semuanya... tentang kita," ucap Phoenix dengan sinar kelabu di matanya yang menggoda, membuat Amanda terhipnotis dan serta-merta menganggukkan kepalanya. *** "Aku ikut denganmu," putus Kaivan akhirnya. Tak mungkin ia membiarkan Amanda pergi berdua begitu saja dengan Kairo. Selain juga karena ia penasaran bagaimana kembarannya itu masih hidup, setelah dikira telah tewas terperosok ke dasar jurang. Phoenix menaikkan satu sudut bibirnya. "Aku hanya mengundang Miss Amanda, Mr. Kaivan Alvarino. Silahkan membuat janji terlebih dahulu jika ingin bertemu denganku," cetusnya dingin. "Kalau begitu Amanda juga tidak boleh pergi." Kaivan tetap bersikeras. Amanda mengeratkan cengkeramannya di lengan Kaivan. "Please, Kaivan..." mohonnya dengan memelas. Kaivan tetap menggeleng tegas. "Tidak." Phoenix mendengus, merasa geli dengan pasangan aneh di depannya ini. "Cemburu itu tidak baik, Kaivan. But, whatever!" Ia mengedikkan bahu tak
"Kaivan! Kairo masih hidup!" Desisnya dengan napas putus-putus dan hijau netranya yang membelalak lebar."Ya, sepertinya begitu. Duduklah dulu, Amanda. Nanti setelah Kairo turun dari panggung, baru akan kita pastikan apa yang terjadi sebenarnya."***"TUNGGU!!" Dengan setengah berteriak, Amanda segera melepas heels sembilan senti dan menentengnya, lalu mengangkat gaun panjangnya agar langkah cepatnya tak terhalang ketika sedang berlari mengejar sosok yang telah turun dari panggung itu."Amanda!" Kaivan berusaha menggapai lengan wanita itu, namun gagal. Amanda terlalu cepat berlalu untuk mengejar lelaki yang kini telah keluar gedung Aoyama Geikinhan melalui pintu ganda raksasa, yang akan menuntun langkahnya menuju tangga lebar menurun yang dilapisi red carpet.Sebuah mobil Bentley mewah berwarna hitam telah berada di ujung tangga tersebut, menanti sosok rupawan dengan figur tinggi dan kekar itu. Sang supir segera keluar dari mobil dan buru-buru membukakan pintu bagian penumpang untu
*Lokasi : Jakarta, Indonesia~~FLASHBACK 20 Tahun Yang Lalu..."Phoenix??" Anak lelaki berusia empat belas tahun itu mengangguk dengan penuh semangat. Ia mengambil buku tebal dari dalam tas sekolahnya, lalu menunjukkan gambar sebuah burung mitologi yang sedang melebarkan sayapnya yang merah keemasan bagai nyala api yang bercahaya."Burung Phoenix adalah makhluk terkeren, Monic! Bisa mengeluarkan api dari sela-sela bulunya, dan selalu akan terlahir kembali setelah dia mati. Jadi untuk menjawab pertanyaan anehmu tadi tentang seandainya kita bisa memilih hidup sebagai hewan, maka aku mau menjadi burung Phoenix," tukas anak lelaki itu dengan mata kelabu bersinar-sinar penuh semangat.Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu pun berdecih. "Tapi makhluk seperti itu tidak ada, Kairo! Itu kan cuma mitos!" Ledeknya sambil mencebik dan memain-mainkan rambut pirangnya."Tentu saja ada!" Kairo pun menutup buku tebal itu dan memasukkannya kembali ke dalam tas. "Kamu tahu? Aku rasa sebenarnya diriku
*Lokasi : Tokyo, JepangSore hari sekitar jam setengah empat, Kaivan pun datang untuk menjemput Amanda dalam rangka menghadiri Konvensi Pengusaha Asia, di Gedung Aoyama Geihinkan, sebuah private ceremony hall termegah dan termewah di Tokyo.Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan, Amanda akhirnya berdandan dan memakai gaun, sebuah haute couture dari perancang dunia berwarna zamrud seperti warna matanya. Taburan berlian memenuhi pola gaun dengan model one-shoulder tanpa lengan. Bagian bawahnya yang menjulur hingga ke mata kaki, memiliki belahan tinggi yang seksi mulai dari paha, memamerkan kaki jenjang berkulit keemasan yang menawan.Aura seorang supermodel telah terpancar deras dari sosoknya meskipun tanpa banyak berusaha, membuat setiap mata yang menatap akan berdecak penuh kekaguman, termasuk juga Kaivan."Cantiknya calon istriku," guman lelaki itu dengan takjub. Tampak terpesona pada tampilan Amanda yang sempurna tanpa cela dari atas kepala hingga ujung kaki.Kaivan memastika
*Lokasi : Tokyo, JepangAmanda hanya bisa cemberut, ketika Nicholas memintanya untuk datang ke sebuah acara Konvensi Pengusaha Asia mewakili dirinya yang tidak bisa hadir karena sedang mengurus hal penting.Bukannya Amanda tidak mau membantu Daddy-nya, masalahnya Kaivan yang diminta Daddy sebagai teman kencan di acara tersebut. Setelah Naomi memergoki mereka di dapur, gadis kecil itu pun menyampaikan apa yang terjadi kepada Queen dan Nicholas yang menyambut gembira, karena mengira Amanda telah menerima Kaivan sebagai calon suaminya.Amanda berusaha menjelaskan kepada Daddy bahwa itu adalah kesalahpahaman, namun Daddy sepertinya tidak percaya. "Jangan malu-malu, pumpkin. Tak mengapa kalau kamu mulai menyukai Kaivan. Lagipula dia adalah lelaki yang baik. Tapi Daddy akan menyerahkan semuanya kepadamu, karena perasaanmu yang paling penting.""Aku hanya menyukai Kaivan sebagai seorang teman, Daddy. Tidak lebih," tegas Amanda. Nicholas tersenyum, lalu mengelus puncak kepala putrinya. "Ba
*Lokasi : Tokyo, Jepang"Tantee Amandaaaa...!!!" Amanda yang sedang asik bermain piano, terkejut bukan kepalang ketika sepasang lengan kecil memeluknya dari arah belakang. Sontak ia pun menghentikan permainannya dan menoleh pada sebuah wajah mungil nan cantik dengan kemilau netra kelabu dan menyunggingkan senyum lebar kepadanya."Naomi?! Sejak kapan kamu datang?" Amanda pun melepaskan tautan tangan gadis kecil berkuncir dua itu di pinggangnya, lalu membawanya ke atas pangkuan."Sejak tadi," cetus Naomi sambil memainkan ujung rambut panjang Amanda yang tergerai. "Papa bilang aku nggak boleh berisik, karena Tante Amanda main pianonya bagus banget."Amanda mengalihkan tatapannya ke belakang Naomi, dan melihat Kaivan yang berdiri di sana sambil tersenyum dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.Hati Amanda seketika mencelos melihat betapa tulusnya senyum itu, meskipun beberapa hari yang lalu Amanda telah menolak lamaran Kaivan. Bahkan Naomi yang terlihat sangat menggebu-gebu be
*Lokasi : Athena, YunaniKairo memimpin rapat tertutup hari itu, bersama seluruh jajaran Direksi dan para petinggi perusahaan jasa transportasi The Velocity milik almarhum Luca Romano. Hanya dalam seminggu, ia telah membongkar semua kecurangan dan penggelapan dana yang selama bertahun-tahun dilakukan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, dan membukanya di hadapan semua. Ia juga memecat tanpa hormat kepada semua yang terbukti bersalah, dan melakukan ultimatum agar mengembalikan setiap Euro yang dikorupsi jika tidak ingin dibawa ke ranah hukum.Dengan wajah dingin tanpa ekspresi, lelaki itu keluar dari ruang meeting dan berjalan menuju ruang kerjanya. Setiap derap langkahnya yang tegas dan penuh wibawa membuat siapa pun yang berpapasan dan membungkuk hormat padanya,sekaligus akan merasa bergidik karena aura mendominasi yang menguar begitu kuat, baik yang berasal dari tatapan netra awan badai kelabu maupun dari gestur tubuh tinggi berototnya.Sam berjalan mendahului Kairo ketik
*Lokasi : Tokyo, Jepang--Satu Bulan KemudianSudah satu bulan Amanda tidak bertemu dengan Kaivan. Wanita itu masih sering bertemu dengan Naomi dan Queen tentu saja, namun ia sengaja menemui mereka di saat Kaivan sedang terbang. Ketika Kaivan mengatakan isi hatinya kepada Amanda, wanita itu langsung diam membisu, dan tak lama kemudian ia pun pamit untuk pulang tanpa menjawab ucapan Kaivan sama sekali. Kaivan yang tidak bisa berbuat apa-apa karena harus menjaga Queen di rumah sakit, akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah dan membiarkan wanita bersurai coklat itu pergi.Hari ini Amanda sedang sarapan di meja makan, ketika Nicholas keluar dari kamar dan mengecup puncak kepala putrinya dengan penuh kasih sayang, lalu duduk di sampingnya."Sorry Daddy, aku sarapan duluan.""It's okay, Baby. Apa kamu mau keluar?"Amanda mengangguk dengan kedua pipi menggembung penuh makanan, membuat Nicholas tersenyum melihat kebiasaan putrinya yang tak berubah sejak dulu."Bunda Queen meminta tolong untuk
*Lokasi : Tokyo, JepangAmanda menghela napas pelan menatap Queen yang terbaring lemah di atas brankar. Wanita itu masih harus dibantu dengan alat bantu nafas karena masih belum sadarkan diri dari stroke ringan yang baru saja menimpanya. Queen langsung pingsan ketika Naomi dengan polosnya mengatakan kalau Kairo sesungguh telah meninggal, dan gadis kecil itu mengetahuinya dari pembicaraan antara Amanda dan Kaivan di dalam ruang perpustakaan yang sengaja ia curi dengar."Amanda, sebaiknya kamu makan dulu," Kaivan yang baru saja datang dari arah cafetaria, menyodorkan sebungkus makanan dalam mangkuk kertas kepada Amanda. Wanita bersurai coklat itu menyambut mangkuk kertas itu namun masih diam tak bergeming menatap Kaivan. "Kamu sendiri sudah makan, belum?" Tanyanya memastikan."Nanti saja. Aku belum lapar."Amanda mengernyit dan menatap jam di pergelangan tangannya. Waktu makan siang telah lewat dua jam yang lalu, dan mereka memang belum sempat makan karena harus membawa dan menjag