Share

Bab 4 Killian goes to New York 2

Killian melajukan kendaraannya dengan mulus sambil bersenandung mengikuti lagu yang sedang diputar di radio. Dia tersenyum senang karena akan bertemu Marcia lagi. Gadis terkasihnya.

Ya, Killian akhirnya menyadari kalau dia sudah jatuh cinta kepada Marcia, gadis kecil cantik bermata biru yang tinggal di rumah orang tuanya.

Rasa berdebar, gugup dan salah tingkah yang kerap menderanya jika Marcia berada di dekatnya membuatnya menyadari perasaannya kepada Marcia. 

Dan mengetahui hal itu Killian ketakutan akan perasaannya kepada gadis itu. Takut karena perbedaan usia mereka terpaut 15 tahun perbedaan yang sangat jauh, takut jika kedua orang tuanya tidak merestui hubungan mereka, takut jika dia menyampaikan perasaannya kepada Marcia, hubungan mereka akan berubah dan berjarak, takut hanya karena perasaannya suasana damai dan harmonis di rumahnya akan rusak dan terutama takut jika Marcia menolaknya dan pergi dari rumah karena tidak memiliki perasaan yang sama kepadanya dan menjaga jarak dengannya. 

Demi Tuhan, Killian rela jika harus dihajar Thomas ayahnya karena mencintai Marcia gadis yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Dia bahkan lebih pantas menjadi Om gadis itu daripada kekasihnya. Tetapi, jika harus jauh dan tidak bisa melihat Marcia lagi, tidak bisa melihat senyumnya yang teduh dan tatapannya yang polos Killian sungguh tidak bisa.

Ditengah dirinya yang sedang memikirkan ketakutannya dan perasaannya yang galau, akhirnya Killian menelpon Marcia untuk mengabarkan posisinya

"Halo Darl, kakak sudah mau sampai kamu siap-siap ya di depan"

"Ok Kak, Cia udah di depan nih"

Tiba-tiba seorang gadis kecil melompat ke arah depan mobilnya yang sedang melintas. Killian yang terkejut langsung banting setir ke kanan untuk menghindari menabrak gadis kecil itu.

"Baiklah tunggu kaka...Akkhhhh!" Killian tidak menyelesaikan perkataannya karena detik berikutnya suara bunyi ban mobil yang berdecit disusul bunyi berdebum dan kaca pecah sudah mendominasi ponsel Marcia.

"Kak Lian ada apa ?!!... itu suara apa?.....Hallo kak....Hallo??" Jerit Marcia cemas

Dengan gemetar dan air mata yang sudah mengenang di pelupuknya jari-jari gemetar Marcia berusaha menghubungi Ellena ibu Killian. Setelah dering ke 3 barulah telponnya diangkat.

"........."

"Hallo ibu...hiks" Marcia sudah tidak tahan lagi, dia langsung menangis sesengukan dan menceritakan kepada Ibunya. Dia ketakutan sesuatu yang parah dan menakutkan terjadi pada kakaknya.

"....."

"Baik ibu, aku sekarang kesana" dan Marcia langsung menyetop taxi yang melintas di depannya.

"Ke Rumah Sakit Pelita pak! Cepat ya!"

"Baik non" dan supir taxi itu langsung tancap gas melajukan taxinya secepatnya menuju rumah sakit.

Didalam taxi Marcia terus menyalahkan dirinya sendiri. Seandainya aku tidak minta Kak Killian jemput ke sekolah tentu kejadiannya nggak akan kayak gini. Bodoh kamu Cia, kenapa malah telpon Kak Killian sih...kenapa nggak naik taxi aja sih kamu kan juga udah gede ngapain juga minta jemput kakak terus...ahhhh bodoh kamu Cia. Batin Marcia sambil tanggannya menggetok-getokkan ke kepalanya.

Ditengah kegalauan dan rasa bersalahnya Marcia teringat perkataan Ellena saat Marcia menelponnya tadi.

"Kamu yang tenang Cia, tarik napas dalam-dalam....sudah? Nah, sekarang ceritakan pada Ibu Killian kenapa?"

" Kamu ke rumah sakit terdekat dari sekolah kamu aja. Tadi Killian sudah mau sampai kan? Seharusnya pasti langsung di bawa ke rumah sakit terdekat sayang. Yang dekat dengan sekolah Rumah Sakit Pelita...Kamu naik taxi aja ya, sekarang ibu masih dalam perjalanan ke Rumah Sakit Pelita belum bisa jemput kamu nak".

"Sudah sampai nona" 

"Ah iya..ini uangnya pak. Kembaliannya untuk bapak saja" Sambil menyerahkan selembar uang seratus ribu.

"Terima kasih non" 

Marcia bergegas ke ruang IGD untuk mencari informasi mengenai kecelakaan yang menimpa kakaknya.

"Permisi, pasien korban kecelakaan di dekat Sekolah Bina Mulia ditempatkan dimana suster?"

"Korban kecelakaan barusan masuk ke ruang IGD dan sedang diperiksa dokter, silahkan tunggu di sebelah sana ya. Kalau sudah selesai dokter akan segera keluar" Tunjuk suster bertubuh tambun berkacamata itu ke kursi yang tersedia di depan ruang IGD.

"Baik suster. Terima kasih"

Tidak lama terdengar langkah-langkah kaki tergesa ke arah Marcia, tampak Alan Darumesta sahabat Marcia di sekolah sedang berjalan ke arahnya diiringi kekhawatiran yang amat sangat tergambar jelas di wajahnya yang tampan.

"Cia kamu kenapa?" Tanya remaja tampan berkulit sawo matang itu sambil memeriksa seluruh lengan, tangan, tubuh dan kaki Marcia dengan seksama. Barusan dia melihat Marcia berlari dengan tergesa ke IGD dan spontan Alan langsung menyusul gadis manis itu dikiranya Marcia sakit parah.

"Aku nggak apa-apa Al, tapi kakakku, Kak Killian. Tadi kakak kecelakaan saat dalam perjalanan menjemput aku ke sekolah" kembali air mata menggenang di pelupuk mata gadis itu.

"Sekarang gimana keadaan Kak Lian?" Tanya Alan

"Lagi tunggu dokternya. Beliau masih memeriksa Kak Lian" Ucap Marcia.

"Kok kamu bisa tau aku ada disini Al?" Marcia heran kenapa Alan bisa cepat sekali menemuinya karena dia belum mengabarkan kepada siapapun mengenai kecelakaan yang menimpa Killian kecuali ibunya Ellena.

"Kebetulan aku liat kamu lari-lari ke IGD, jadi kususul kesini. Nggak taunya Kak Killian yang kecelakaan. Pas banget aku lagi anterin mama kontrol ke Poli Penyakit Dalam" Juni mamanya Alan sebulan lalu harus dirawat inap di rumah sakit ini karena penyakit Gerdnya kambuh dan hari ini adalah jadwal kontrolnya.

Tidak lama setelah itu, seorang pria paruh baya keluar dari ruang IGD, "Keluarga Killian Tjahyadinata?"

"Saya dokter" Sahut Marcia sambil berjalan ke hadapan dokter tersebut.

"Saya adiknya" tegas Marcia.

"orang tua pasien dimana dik? Jika orang tua atau walinya sud..."

"Saya ibunya dokter. Apa yang terjadi dengan anak saya?" Potong Ellena dengan tegas yang barusan saja tiba di IGD sambil tersengal-sengal. Kentara sekali jika Ellena habis berlari.

"Pasien mengalami patah kaki di sebelah kanan dan tulang selangkanya bergeser karena berbenturan dengan setang mobil. Tangan kanannya harus di gips. Tidak ada luka dalam yang fatal. Selebihnya adalah luka luar lecet dan itu tidak apa-apa. Bapak Killian harus mengenakan gips dikakinya dan tangan kanannya selama 8 minggu selama masa pemulihan.

"Sebentar lagi akan di pindahkan ke ruang rawat inap. Silahkan diurus administrasinya bu. Jika ada apa-apa saya ada di ruangan dokter IGD. Permisi"

Marcia dan Alan yang berdiri di samping Ellena juga ikut mendengarkan seluruh penjelasan dokter. Dan merasa lega jika Killian tidak ada luka dalam fatal ataupun luka yang membahayakan.

***

Marcia dan Ellena sedang menjaga Killian di ruang rawat inap. Gadis kecil yang melompat ke depan mobil Killian karena mengejar seekor kucing hanya luka lecet dan sudah pulang dengan ibunya setelah Sang Ibu meminta maaf kepada Ellena. Dan 1 jam yang lalu Killian baru dipindahkan ke ruang rawat inap dan Alan sudah pamit pulang 5 menit yang lalu. Marcia sesekali masih mengusap air matanya karena rasa bersalah yang amat sangat. 

"Sayang, jangan menangis lagi. Killian sudah tidak apa-apa." Hibur Ellena sambil mengusap kepala Marcia, putri Andrew sahabat Thomas suaminya.

"Anak ibu kok jadi cengeng gini sih" goda Ellena 

"Iya ibu...hiks.." 

"Jangan menangis Darl..." Suara Killian menyapa lemah di pendengaran Elena dan Marcia yang langsung menengok ke arah brankar Killian yang terbaring diatasnya dan langsung bergegas menghampiri Killian.

"Kakak.."

"Killian.." panggil Ellena dan Marcia berbarengan.

"Syukurlah kau sudah sadar nak" Lega Ellena karena putra satu-satunya sudah sadar.

"Kau butuh apa sayang?"

"Haus bu" 

Marcia segera mengambil botol air mineral di atas nakas, mengambil sedotan dan langsung membantu Killian duduk dan meminum air tersebut. Setelahnya botol tersebut di letakkan kembali di atas nakas. Ellena duduk di samping kanan brankar dan Marcia di samping kiri brankar.

"Dokter bilang kamu tidak apa-apa nak. Beberapa minggu harus pakai gips di kaki kanan dan tangan kananmu untuk pemulihan dan tidak ada luka dalam" 

"Gadis kecil itu juga tidak apa-apa. Kondisinya baik dan hanya luka lecet. Tadi ibunya sudah minta maaf sama ibu dan beliau juga minta maaf sama kamu karena putrinya kamu jadi masuk rumah sakit. Mereka sudah pulang".

"Hhmmmm.." Gumam Killian sambil menatap Marcia dengan dalam. 

"Baiklah kalau begitu ibu telpon ayahmu dulu setelah itu ke kantin sekalian beli makan malam untuk Cia" Kemudian Ellena berjalan ke arah pintu ruang rawat sambil melewati Marcia dan mengusap rambut putrinya dengan sayang.

"Syukurlah kamu tidak apa-apa Cia. Kakak cemas tidak ada yang menjemputmu di sekolah" cemas Killian setelah punggung Ellena sudah tidak terlihat.

"Kakak jangan cemaskan Cia. Kan Cia udah besar, bisa pulang sendiri. Maafin Cia yang uda menyebabkan Kak Killian jadi begini" Sesal Marcia sambil menatap Killian dengan mata birunya yang menggenang membuat Killian terbius dan mulai membuatnya memikirkan yang iya-iya. Ah shit! Bisa-bisanya lagi digips gini dia malah berfantasi yang nggak-nggak mengenai Marcia. Omel Killian dalam hati sambil mengacak rambutnya dengan tangan kiri karena tangan kanannya masih digips dan di balut dengan kain.

"Jangan bilang gitu. Ini bukan salahmu. Ini terjadi karena keteledoran kakak sendiri Darl. Sudah jangan menangis lagi hmm" Hibur Killian sambil mengusap lembut air mata Marcia yang sudah menetes membasahi pipinya.

Marcia yang mendapat perlakuan lembut dari Killian tiba-tiba merasa berdebar dan gugup luar biasa sampai

"BRAKKKK"

Pintu yang tiba-tiba menjeblak terbuka menyadarkan mereka berdua dan melihat kearah pintu dan sesosok lelaki menerobos masuk ke ruang rawat begitu saja dan langsung menghampiri Marcia yang terbengong di tempat duduknya dan mengecek keadaan gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan raut wajahnya yang cemas bukan main. 

Setelah memastikan jika kekasihnya baik-baik saja, Keenan langsung memeluk Marcia dengan erat dan menghembuskan nafasnya lega luar biasa. Melupakan keberadaan Killian di depannya yang menonton adegan yang membuat Killian serasa terbakar dan ingin menghantamkan tinjunya saat itu juga kepada bocah ingusan yang sedang memeluk gadis pujaannya jika dia sedang dalam kondisi sehat.

Sayangnya keadaannya sekarang sedang tidak memungkinkan untuk melakukan aksi heroik itu jadi yang bisa Killian lakukan hanya mengepalkan tangannya yang sehat hingga buku-buku jarinya memutih dan urat-uratnya menonjol menggambarkan betapa marahnya Killian menyaksikan gadis tercintanya dipeluk oleh lelaki lain didepan matanya saat ini.

"Siapa kamu! Lepaskan tangan kotormu dari adikku sialan!" Bentak Killian

Keenan tersentak kaget saat mendengar suara dalam, serak, dan dingin itu memakinya. Segera dilepaskannya pelukannya terhadap Marcia dan menatap Killian yang sedang menatapnya dengan aura membunuh.

"Ehh..Maafkan saya kak. Saya tidak sopan langsung menerobos masuk ke ruang rawat kakak" Sadar diri jika dia sudah tidak sopan, Keenan langsung meminta maaf kepada Killian dengan sopan.

"Saya Keenan Putra Widodo kekasih Marcia. Barusan saya dapat kabar dari Alan teman kami kalau Marcia di rumah sakit. Karena panik saya langsung kesini. Saya kira Marcia yang kecelakaan. Maaf kak" Keenan memberi penjelasan kepada Killian sekaligus memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangan kanannya untuk menjabat tangan Killian. Dan kemudian tersadar jika dia sudah bertindak konyol. Aduh bodoh kamu Keenan mana bisa Kak Killian berjabat tangan denganmu kan tangannya lagi di gips bodoh. Maki Keenan dalam hati.

Killian hanya menatap dingin tangan Keenan yang disodorkan padanya kemudian berbalik ke sampingnya dan mengusap rambut Marcia dengan sayang.

"Darl apa benar bocah ini kekasihmu?"

***

Bersambung...

    

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status