Rendra POV
Ini hari Minggu. Waktunya bersantai sambil minum kopi ditemenin ama bakwan buatan istri tercinta.
Seminggu setelah pulang dari Aceh, gue sama Nadia pun balik ke rutinitas seperti biasa. Gue yang harus balik ke kantor demi bisa menafkahi anak sama istri, dan Nadia kembali jadi ibu rumah tangga. Sesekali Nadia bikin pesenan donat. Katanya, udah banyak yang kangen sama donat buatan dia. Pas gue suruh tunda sebulan lagi, Nadia nolak. Katanya duitnya lumayan.
Ya udah, gue bisa apa? Gue cuman bisa pesen sama dia jangan terlalu capek. Baru juga sebulan lebih melahirkan, nggak lucu 'kan harus masuk rumah sakit lagi.
Baru gue mau nyeruput kopi, ada suaranya Mas Candil sama Ariel Peterpan, lagi nyanyi lagu berjudul Ayah. Pas gue telusurin, itu dari dalem rumah gue sendiri. Tumben-tumbenan Nadia nyetel musik pake speaker dengan mega volume kayak gini.
Karena
Author POV Siapa yang tak muram saat baru saja kehilangan sepeda motor? Apalagi jika yang hilang itu peninggalan orang terkasih yang sudah tiada. Rendra ingin membelikan yang baru, tapi Nadia menolak. Ia bilang, kebutuhan mereka sedang banyak-banyaknya. Walau Rendra bilang ia akan membeli dengan uang simpanannya, tetap Nadia masih menolak. Ia kasihan pada Rendra yang sudah kerja keras beberapa bulan terakhir ini. Ia tak ingin menambah beban Rendra jika uang simpanannya terpakai untuk membeli sepeda motor baru. Ternyata, lingkungan perumahan ini benar-benar sudah tak aman lagi. Banyak warga yang melaporkan kehilangan namun tetap saja terjadi terus menerus. Satu bulan atau dua bulan sekali, pasti ada saja yang kemalingan. Rendra sudah melapor Polisi. Mudah-mudahan saja pelakunya cepat tertangkap. Apalagi ditambah rekaman CCTV yang menjadi bukti walau wajah si maling tak terlalu jelas kar
Author POVSebulan menunggu, akhirnya rumah peninggalan almarhum Bramono laku terjual dengan harga yang diinginkan Nadia. Untungnya, salah satu relasi Rendra ada yang memang berbakat menjual rumah hanya dalam waktu singkat. Semuanya seolah dipermudah Allah. Kini, keluarga kecil itu sudah tinggal di rumah yang bertingkat dua itu.Setiap hari Nadia selalu mencoba untuk beradaptasi dengan para tetangga barunya. Para tetangga juga bilang, mereka senang akhirnya rumah besar itu ada penghuninya lagi setelah beberapa bulan ditinggalkan."Sayang, rumahnya Papa gede banget, ya?Mama pasti bakalan lebih capek nih beresinnya.." Nadia bercerita pada putri kecilnya yang kini sudah berusia 3 bulan.Setiap hari, kegiatan ibu rumah tangga memang selalu seperti itu. Setelah pekerjaan rumah selesai, temannya mengobrol hanya anaknya sendiri walau anaknya itu belum bisa merespon perkataannya. Tapi, itu sudah cukup m
PoV 3 Rendra terdiam, jantungnya hampir meloncat keluar saat foto itu kini ada di depannya. Foto yang sudah lama ia dan Yuni simpan dan akhirnya ketahuan Nadia hari ini. Rendra bergerak gelisah, jemarinya bergoyang tak mau berhenti. Otaknya berpikir keras jawaban apa yang akan ia beri pada Nadia. Di foto itu, memang dirinya yang hendak melaksanakan akad nikah dengan Syifa beberapa tahun yang lalu. Untung hanya tinggal setengah bagian saja karena memang ia gunting gambar Syifa yang ada di sebelahnya. "Itu foto Mas lagi acara wisudanya si Regi." Untung, otaknya berpikir dengan cepat untuk menemukan jawaban walaupun dirinya harus berbohong, lagi. "Kok pake peci segala?" tanya Nadia sembari memperhatikan penampilan suaminya di foto itu sambil memicingkan mata. Andai Nadia lebih jeli, ada jemari seorang wanita yang sedang merangkul pinggang suaminya. Namun untungnya, bagia
Sejak kejadian Nadia menemukan sobekan foto pernikahannya dengan Syifa, Rendra tak pernah bisa benar-benar tenang. Ketakutan itu kembali lagi. Ketakutan yang akan membuat Nadia pergi dari hidupnya, bahkan mungkin tak kembali lagi.Ini bahkan sudah seminggu berlalu. Rendra sudah mencoba berbagai macam cara agar ia bisa menepiskan rasa takutnya itu barang sejenak. Tapi ia tak bisa. Benar-benar tak bisa.Ia sudah bicara dengan Yuni tentang ketakutannya. Yuni hanya memberikan satu saran untuknya. Sebuah saran yang Rendra pikir adalah cara paling gila yang bisa membuat dirinya juga gila."Menurut Mama, kamu harus bilang semuanya, Tri. Kamu nggak bisa seperti ini selamanya, nak. Bersembunyi dibalik kebohongan itu salah besar, hidup kamu nggak akan tenang. Kamu bakal ketakutan kayak gini seumur hidup kamu. Mendingan sekarang, kamu kasih tau Nadia semuanya, tanpa ada yang ditutupi. Kasian Nadia, kasian kamu, kasian Rena kalau kamu terus bawa-bawa dan t
Harapan untuk sembuh itu sangat kecil. Syifa bisa merasakannya, namun tak mau ia tunjukkan kesedihannya pada orang-orang terdekatnya. Ia ingin tegar walau hatinya hancur berkeping-keping. Sejak diceraikan Rendra, memang hatinya tak pernah lagi utuh. Syifa ingin menyatukan lagi kepingan hati dan hidupnya, tapi tak pernah bisa. Semangat hidupnya itu kini telah dimiliki perempuan lain. Rendra, cinta pertamanya, kini telah bahagia dengan perempuan lain yang beruntung memilikinya dan Syifa tak akan pernah mendapatkan kesempatan itu. Tak akan pernah.Di tengah rasa sakit yang ia alami, Syifa masih menyempatkan untuk melihat album-album lama pernikahannya dengan Rendra. Album-album itu ada di sebuah kotak. Tak hanya album, juga ada cincin pernikahan, mahar yang keluarga Rendra beri, dan beberapa perlengkapan pernikahan lain yang masih Syifa simpan di kotak ini.Syifa masih ingat betul bagaimana ia bisa jatuh cinta dengan Rendra saat pertama kali
Saat masih dibingungkan dengan persoalan Syifa yang memblokirnya di I*******m, Nadia dikejutkan dengan suara bel yang berbunyi beberapa kali. Nadia langsung bangkit, melangkah untuk membukakan pintu. "Mama??" Sontak, Nadia memeluk Ibu Mertuanya itu walau masih belum bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Tanpa ada kabar berita, Yuni sudah ada di depan rumah. "Apa kabar, Nadia?" "Baik, Ma. Mama datengnya tiba-tiba, kaget aku," tutur Nadia sembari mempersilakan Yuni masuk ke dalam. Tangannya tak tinggal diam, ia membawakan koper-koper Yuni. "Iya, Mama ada yang mau diomongin, penting." Nadia penasaran dan ingin bertanya, tapi melihat Yuni yang baru sampai, Nadia mengurungkan niatnya. Kakinya melangkah ke dapur untuk mengambil minuman dan cemilan yang ia buat 2 hari lalu. "Rena tidur, ya?" "Iya, Ma. Palingan juga bentar lagi bangun. Ren
Nadia PoVIbarat kau lagi bersenang-senang dengan dunia barumu, lalu kemudian, sebuah badai datang menghantam bagai tak kenal belas kasih. Menghancurkan kebahagiaanmu dalam sekejap, menancapkan duri paling tajam di hatimu dan meninggalkan perih yang luar biasa.Bahkan saking sakitnya, kau sampai tak bisa berkata apa-apa lagi. Kau hanya bisa terdiam, kata-kata yang kau ingin keluarkan, tertahan oleh rasa perih yang ada di hatimu. Bahkan, untuk menarik napas saja, kau harus berusaha sedemikian sulit. Kenyataan yang baru saja dilontarkan Mama, benar-benar membuatku diam tak bergerak bagai patung."Tri bohong sama kamu karena dia nggak ingin kamu membatalkan pernikahan, Nadia. Tri sayang sekali sama kamu, nak. Waktu itu, Tri yakin sekali kalau kamu bakalan batalin pernikahan kalian karena kamu tau Tri itu statusnya duda. Mama mohon atas nama Tri, Mama minta maaf yang sebesar-besarnya sama kamu, nak."
Rendra menatap nanar punggung Nadia yang bersikap lain malam ini. Nadia begitu dingin dan cuek. Bahkan saat tidur pun, Nadia memunggungi Rendra, padahal biasanya Nadia tak pernah mau membelakangi suaminya seperti itu. "Maafin kalau Mas harus bohong lagi sama kamu, Nadia. Mas memang bener-bener nggak bisa buat jujur sama kamu, Mas belum siap kehilangan kamu," batin Rendra dalam hatinya. Lagi dan lagi ia berbohong. Bukannya semakin terang, malah semakin terperosok. Pandangan Rendra teralih ke putri kecilnya. Sesekali, Rena tersenyum, mungkin sedang bermimpi indah. Jemari Rendra tergerak mengelus pipi putrinya lembut. Dua perempuan ini adalah kekuatan hidupnya setelah Yuni. Ia tak bisa bayangkan jika salah satunya pergi. "Mama kenapa ya, nak? Mama marah ya sama Papa?" tanya Rendra walau tahu putrinya itu tak akan menjawab. Tanpa Rendra sadari, Nadia mendengarkan sejak tadi. Nadia memang tak tidur sejak tadi. Ia sengaja mem