Share

BAB 5.

Pagi ini, Kinara bangun sangat awal untuk menyiapkan pakaian kerja suaminya. Ia tak mau membuat Devan marah kembali karena segala keperluannya belum dipersiapkan. Dengan kondisinya yang tidak bisa berjalan, Kinara tetap berusaha melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Karena bagaimanapun sifat Devan, pria itu tetaplah suaminya.

Setelah semuanya siap, Kinara mendekati ranjang Devan. Ia berniat membangunkan suaminya agar tak terlambat bekerja. Namun, melihat wajah pulas Devan membuat Kinara tak tega untuk membangunnya. Dengan ragu-ragu, ia menyentuh lengan Devan secara pelan.

"Mas, bangun," seru Kinara sambil mengguncang tubuh Devan.

Devan menggeliat dari tidurnya karena merasa terganggu. Pria itu mengerjapkan matanya guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Devan langsung bangkit dari tidurnya ketika melihat Kinara yang berada tepat disampingnya.

"Kamu ngapain di sini?!" pekik Devan kaget.

"Bangunin kamulah, itu baju kamu juga udah aku siapin," ucap Kinara menjelaskan.

"Oh, yaudah. Sana, keluar!" usir Devan.

Pria itu nampak sangat tak suka ketika Kinara ada di dekatnya. Bahkan, Devan tak mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu menyiapkan pakaian dan sudah membangunkannya sehingga ia tidak terlambat berangkat bekerja.

Kinara yang tak mau Devan kembali murka, ia langsung keluar dari kamar Devan. Kinara mendorong kursi rodanya dengan susah payah karena kamar Devan yang cukup berantakan hingga menyulitkannya untuk bergerak. Bahkan, Devan yang melihat istrinya kesulitan seperti itu sama sekali tak berniat untuk membantu. Ia hanya menatap dingin Kinara yang masih berusaha keluar dari kamarnya.

Setelah beberapa menit, akhirnya Kinara berhasil keluar dari kamar Devan dengan usahanya sendiri. Sungguh, menggunakan kursi roda seperti ini membuatnya kesulitan bergerak. Ia tak bisa bergerak dengan bebas seperti dulu. Tapi tak apa, Kinara mencoba untuk mensyukurinya.

Kinara memutuskan untuk menunggu di ruang tamu. Ia ingin mengantar suaminya sampai depan rumah dan tentu saja ia ingin menyalimi tangan suaminya. Setelah beberapa saat, Devan keluar dari kamar dengan setelan jas rapinya. Ia menatap Kinara dengan heran. Kenapa gadis itu malah di sini?

"Kenapa kau di luar?" tanya Devan dengan heran.

Kinara tersenyum ketika melihat Devan muncul. "Ah tak apa, aku hanya ingin memgantarkanmu sampai depan." 

"Terserah!" ketus Devan. Ia sudah sangat malas untuk mengeluarkan suara karena pasti pada akhirnya akan terjadi perdebatan yang akan membuatnya terlambat menuju kantornya.

Ketika sampai di luar, Kinara bersiap mengulurkan tangannya untuk menyalimi Devan. Namun tak sesuai dengan harapannya, Devan langsung pergi tanpa mau menatap Kinara. Pria itu langsung memasuki mobilnya dan melaju meninggalkan pekarangan rumah mewah tersebut.

Kinara menatap tangannya dengan wajah muram. "Nggak apa-apa. Bisa lain kali, Kinara," ujar Kinara pada dirinya sendiri.

Gadis itu memutuskan untuk kembali masuk ke rumah. Di saat-saat seperti ini lah Kinara kebingungan akan melakukan apa. Pasalnya, handphone-nya kemarin baru saja rusak karena jatuh saat Kinara memasak untuk Devan. Gadis itu takut untuk meminta handphone baru kepada Devan. 

Dari awal pernikahan mereka, Kinara sama sekali tak pernah meminta barang apapun kepada Devan. Semua barang yang ia punya, ia beli sendiri dari tabungannya. Sedangkan uang dari Devan, ia gunakan untuk bahan-bahan masakan di rumah karena Devan selalu memberikan uang pas untuk kebutuhan belanja. Jadi sudah dipastikan tidak akan ada sisa dari uang pemberian Devan. 

Kinara memutuskan untuk menonton televisi. Sebenarnya, ia ingin memasak untuk Devan lagi. Namun, ia berpikir pasti masakannya tidak akan dimakan oleh Devan dan malah berakhir di tempat sampah. Gadis itu tak mau membuang-buang makanan.

***

"Kok Mas Devan belum pulang, sih?" gusar Kinara. Gadis itu khawatir ketika melihat sudah pukul delapan malam. 

Tepat setelah Kinara mengucapkan hal tersebut, pintu rumahnya tiba-tiba terbuka. Kinara langsung mendorong kursi rodanya menuju pintu guna melihat siapa yang datang. Dada Kinara sesak ketika melihat suaminya yang mabuk dan dibantu oleh seorang wanita berpakaian sangat terbuka. 

Wanita itu menatap Kinara dengan remeh. "Oh, ini suaminya Mas Devan?"

"Iya, Mbak. Bisa minta tolong taruh Mas Devan di sofa aja?" ucap Kinara dengan sopan. Ia mencoba meredam rasa panas di hatinya ketika melihat Devan disentuh oleh wanita lain. Sedangkan dirinya, bahkan tak pernah menggenggam tangan Devan seperti itu. Suaminya selalu marah ketika Kinara memyentuh bagian tubuhnya.

"Oh, iya. Kamu kan nggak bisa bantu Mas Devan ya." Ejek wanita tersebut.

Namun Kinara tetap membalasnya dengan senyuman. Ia tak mau memancing keributan yang nantinya akan membuat dirinya dan Devan bertengkar. Kinara mencoba meminta baik-baik kepada wanita seksi itu. Hatinya sudah sangat geram ketika dengan sengaja, wanita tersebut menyentuh rahang Devan dengan mesra. Andai saja membunuh manusia tidak dosa, pasti Kinara sudah melakukan hal tersebut terhadap wanita angkuh di depannya ini.

Wanita tersebut dengan lancang membawa Devan memasuki kamar. Kinara yang melihat itu sontak saja tak terima. Sebagai seorang istri, harga dirinya seperti direndahkan ketika melihat seorang wanita memasuki kamar suaminya di depan matanya sendiri. 

Kinara berusaha mengejar keduanya. Namun nahas, ia malah terjatuh dari kursi rodanya. Kinara berteriak frustasi ketika kamar Devan sudah tertutup rapat dan pastinya wanita tadi sudah mengunci kamar Devan.

"Ahh, Ya Allah. Tolong aku, lindungi suamiku ya Allah. Jangan sampai mereka melakukan zina." Kinara terus berdoa seperti itu dalam hati.

Ia takut. Benar-benar takut jika Devan dan wanita tadi melakukan hal tak senonoh di kamar Devan. Kinara tidak siap jika Devan meninggalkannya. Sebut saja Kinara wanita bodoh, ia tak perduli. Tapi, Kinara benar-benar takut jika Devan pergi meninggalkan dirinya. Ia tidak siap. Hidup bersama Devan selama pernikahan ini membuat Kinara ketergantungan dengan pria itu. Kinara tak bisa membayangkan hidupnya tanpa Devan.

Kata-kata yang Devan ucapkan jika pria itu akan meninggalkannya selalu berkeliaran di otaknya. Gadis itu tak mau menyerah. Ia masih berusaha bangkit dan duduk ke kursi rodanya lagi. Berkat kegigihannya, Kinara berhasil duduk di kursi rodanya kembali.

Kinara berjalan menuju kamar Devan. Benar saja dugaannya, kamar tersebut dikunci dari dalam dan sayangnya Kinara tak memiliki kunci cadangan. Mau tak mau ia hanya bisa menunggu di luar dan berharap tidak terjadi apa-apa di dalam sana.

Gadis itu menangis tersedu-sedu ketika membayangkan Devan akan meninggalkannya. Namun tangisannya terhenti ketika pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dan menampilkan Devan yang sudah telanjang bulat dengan seorang gadis di sampingnya yang berusaha menutupi tubuh polosnya dengan selimut.

Napas Kinata tercekat. Ia tidak bisa berkata-kata lagi.

"M-mas Devan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status