Share

BAB 3.

Kinara kembali mendorong kursi rodanya dengan hati-hati menuju ruangan yang sudah ditunjukkan oleh resepsionis tadi. Beruntung ruangan Devan berada di lantai satu. Jadi, Kinara bisa dengan mudah mengunjungi suaminya. 

Setelah sampai di depan ruangan Devan, Kinara langsung mengetuk pintu berwarna coklat tersebut. Ia tak mau dinilai sebagai gadis yang tidak sopan karena masuk ke ruangan orang sembarangan. Sekalipun orang tersebut adalah suaminya sendiri..

"Masuk!" seru Devan. Suara itu membuat Kinara menghentikan gerakan tangannya untuk mengetuk pintu.

Kinara pun membuka gagang pintu tersebut dengan perlahan, takut jika suara decitan yang dihasilkan saat ia membuka pintu akan mengganggu Devan. Ia menghela napas lega saat berhasil membuka pintu. Ia mendapati suaminya sedang menunduk, menatap berkas-berkas yang ada di hadapannya. 

Mendengar ada suara orang masuk pun Devan langsung mengangkat kepalanya untuk mengetahui siapa yang datang ke ruangannya. Seketika raut wajah Devan langsung berubah ketika melihat siapa yang datang. Kinara. Kadang, pria itu geram sendiri melihat istrinya yang kebanyakan tingkah. Mentang-mentang kedua orangtuanya ada di pihak Kinara, gadis itu jadi lancang datang ke kantornya dengan seenak jidat.

"Ngapain?" tanya Devan dingin tak bersahabat.

Kinara menelan ludahnya susah payah ketika mendengar nada dingin keluar dari mulut Devan. Semua kata-kata yang sudah ia rancang tadi tiba-tiba buyar. Ia sangat kesulitan mengeluarkan suara karena aura Devan yang sangat menyeramkan. Ini membuat Kinara gugup seketika. Terlebih Devan menatap Kinara dengan sangat tajam, alisnya menukik menunjukkan kemarahan yang sangat kentara. Kinara berusaha memberanikan diri untung angkat suar. 

 "Ini aku bawain kamu makan," ucap Kinara berusaha tersenyum meskipun sangat sulit. 

Devan tersenyum. Tidak, senyum itu tidak membuat Kinara senang tapi malah membuat Kinara tambah takut kalau Devan tak suka. Pasalnya, Devan bukan tersenyum tulus seperti yang Kinara harapkan. Namun, pria itu tersenyum miring menatap bekal di tangan Kinara.

Dengan gugup, Kinara mulai mendorong kursi rodanya secara perlahan untuk mendekati Devan. Mau tak mau ia harus bisa mengatakan maksut dan tujuannya membawakan Devan makanan. 

"Ini aku bawa makanan buat makan siang kamu, Mas," ucap Kinara sembari meletakkan bekal tersebut di meja Devan.

Napas Devan memburu, wajahnya memerah, dan ia bangkit dari tempat duduknya dengan kasar. Devan mengambil kotak makan tersebut dan membukanya. Ia berdecih ketika melihat isi dari kotak tersebut. Sungguh, ia masih tak mengerti sebenarnya dosa apa dia hingga diberikan istri seperti Kinara yang sama sekali tak mengerti kesukaannya.

Dengan tanpa perasaan, Devan membanting kotak tersebut hingga menyebabkan isinya berceceran kemana-mana. Kinara yang melihat itu sontak saja terjengkat kaget. Dia sudah bersusah payah, membela-belakan waktunya untuk membuatkan bekal makan siang tapi makanan tersebut malah berakhir di lantai. 

"Kenapa kamu bodoh sekali?! Saya itu tidak suka daging, tapi kamu malah membawakan saya daging!" Murka Devan sambil menatap Kinara dengan tatapan marah.

Kinara yang mendengar hal tersebut langsung membelalakkan matanya terkejut mendengar fakta yang barusan ia dengar. Ia sama sekali tidak tahu kalau suaminya itu tidak suka daging. Lagipula, tidak pernah ada yang memberi tahu Kinara tentang hal itu. Baik mertuanya maupun suaminya sendiri tak pernah bercerita apa kesukaan dan apa yang tidak disukai Devan. Lalu, salah siapa sekarang? Kinara lagi?

"Maaf, Mas aku nggak tahu. Lain kali aku bakal lebih perhatiin kamu lagi supaya aku tahu kesukaan kamu," ujar Kinara mengalah.

Kinara meminta maaf walaupun bukan ia yang salah. Ia tidak mau memancing perdebatan yang bisa membawa mereka ke dalam pertengkaran. Tak pernah ada satu hari pun yang dilewatkan dengan pertengkaran keduanya. Oleh karena itu, Kinara memilih untuk mengalah. Bagaimanapun juga, Devan adalah suaminya. Sebagai seorang istri, dia harus menghargai Devan.

"Halah! Lagian kamu juga ngapain kesini? Aku malu tahu nggak, huh?!" teriak Devan tepat di depan wajah Kinara. Hal itu bahkan sampai membuat Kinara menjauhkan kepalanya dari Devan. Ia takut Devan akan memukulnya jika sedang dalam keadaan marah seperti sekarang.

Kinara mencelos mendengar penuturan suaminya. Ia menatap kakinya yang tak bisa ia gerakkan dengan sendu. Ia juga tak menginginkan kakinya lumpuh seperti ini. Jika bisa memutar waktu, Kinara sama sekali tak ingin bertemu dengan Devan. Bertemu dengan Devan adalah sebuah kesialan baginya, karena Devan ia harus duduk di kursi roda terus menerus, karena Devan ia harus terjebak dalam pernikahan tanpa cinta seperti ini, dan karena Devan juga air matanya terus menerus jatuh setiap harinya.

"Iya, maaf Mas. Lain kali aku titip ke supir kamu aja," ucap Kinara kembali mengalah.

"Kamu pulang aja, sana! Sekarang!" usir Devan sambil mendorong kursi roda Kinara dengan tidak sabaran. Ia muak melihat wajah sok tersakiti milik Kinara.

'Dasar muka dua! Pasti habis ini ngadu sama Mama Papa,' batin Devan bersuara. 

Entahlah, pria tersebut selalu berpikiran buruk kepada Kinara. Di matanya kan semua yang dilakukan Kinara selalu salah. Setiap ia menatap wajah lugu Kinara, bukannya ia merasa gemas, tapi justru ia malah tambah membenci gadis tersebut. Sungguh malang, Kinara.

"Aku bisa sendiri, Mas." 

Kinara mencoba menghentikan Devan yang mendorong kursi rodanya dengan kasar. Bukannya apa-apa, tapi Kinara takut kalau ia malah terjatuh. Sebab, Devan mendorong kursi rodanya dengan sangat cepat dan kasar. Kinara ngeri dibuatnya. Jika ia jatuh, sudah dipastikan ia akan kembali membuat Devan malu dan merepotkan suaminya.

Benar saja dugaan Kinara, saat pintu ruang kerja Devan terbuka, Kinara tersungkur ke depan karena dorongan Devan. Gadis itu merintih kesakitan sambil terus memegang kakinya. Sungguh, demi apapun kakinya sangat sakit. Ia mendongak guna menatap Devan dengan isyarat meminta tolong.

Tapi Devan enggan, ia mengalihkan pandangannya. Kemudian, ada satpam yang berjaga lewat di depan Devan. Ia langsung meminta satpam tersebut untuk membantu istrinya. Cih, seperti itu bisa disebut seorang suami?

"Pak, tolong wanita ini dan bawa dia keluar dari sini!" tukas Devan dengan tegas tanpa melihat bahwa mata Kinara sudah berkaca-kaca sejak tadi. Tidakkah Devan menyadari bahwa semua kata-katanya tadi sangat menyakitkan untuk di dengar?

"Baik, Bos!" balas satpam tersebut. 

Devan langsung masuk kembali ke dalam ruangannya meninggalkan Kinara yang menatap punggung Devan dengan tatapan terluka. Namun, Kinara langsung tersadar dari lamunannya. Kemudian, ia berusaha bangkit dengan dibantu satpam tadi.

"Hati-hati, Bu." Pesan satpam tersebut kepada Kinara saat memastikan bahwa istri Bos nya ini sudah duduk dengan benar di kursi taksi.

"Iya, makasih ya, Pak," ucap Kinara menampilkan senyumnya.

Taksi yang dikendarai Kinara pun melaju meninggalkan kantor suaminya itu.

"Pak Bos punya istri baik kayak gitu malah dikasarin terus," gumam si satpam tak habis pikir. Ia tadi sempat mendengar perdebatan keduanya dari luar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status