Share

BAB 4.

Sesampainya di rumah, Kinara memutuskan untuk tidur saja. Ia sudah sangat lelah seharian ini. Gadis itu bahkan belum makan siang. Tapi, ia tak memikirkan hal tersebut. Nafsu makannya hilang setelah mendengar kata-kata suaminya tadi. Padahal, tadinya ia ingin makan bersama dengan Devan di kantornya. Tapi, sudahlah. Sepertinya, itu hanya akan menjadi angan-angan Kinara.

Ia mulai memejamkan matanya, memasuki dunia mimpi. Dunia yang lebih indah dari kehidupan nyatanya. Kinara selalu menjadikan tidur sebagai salah satu pelariannya ketika sedang bersedih. Setidaknya, suasana hatinya akan membaik setelah bangun tidur nanti.

"Kinara sayang, jangan jauh-jauh larinya!" ujar sang ibu memperingati anaknya yang sedang berlari-lari itu.

"Hati-hati, Nak!" timpal sang ayah kemudian.

Kinara kecil tersenyum mendengar perhatian orangtuanya. Ia merasa menjadi anak paling beruntung karena dilahirkan di keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Setiap detiknya, Kinara tak pernah berhenti mengucapkan syukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kebahagiaan yang melimpah ruah seperti sekarang.

"Iya Bun, Yah! Kinara mau nangkap kupu-kupu itu dulu!" seru Kinara dengan keras agar kedua orangtuanya mendengar suaranya.

Kinara kecil tanpa sadar berlari terlalu jauh, ia bahkan tak menemukan orangtuanya ketika kembali ke taman tadi. Ia mulai panik saat tak melihat keberadaan orangtuanya. Ia takut. Sangat takut, bagaimana jika ia tak bisa menemukan kedua orangtuanya? Namun, perhatian gadis itu teralihkan saat melihat kerumunan orang di jalan raya. Dengan ragu-ragu, Kinara kecil mendekati kerumunan tersebut. 

Betapa terkejutnya ia saat mendapat kedua orangtuanya sudah terbujur kaku dengan darah dimana-mana. Kinara sampai menutup mulutnya karena terkejut. Tangisnya pecah ketika menyadari bahwa kedua orangtuanya sudah tidak lagi bernapas.

"Bunda, Ayah bangun!" pekik Kinara sambil terus mengguncang tubuh kedua orangtuanya. Ia berharap bahwa kedua orangtuanya akan bangun setelah ia mengguncang tubuh mereka.

Namun nihil, tidak ada tanda-tanda keduanya akan bangun. Dan kebahagiaan Kinara mulai lenyap. Ia tinggal dengan tetangganya sampai ia duduk di bangku SMP. Setelah itu, ia memutuskan untuk hidup sendiri dan mencari kost an. Hingga saat ini, Kinara bahkan tak tahu apa yang menyebabkan kedua orangtuanya meninggal dunia.

"Astaghfirullah!" pekik Kinara saat bangun dari tidurnya.

"Kenapa aku selalu dihantui mimpi itu?!" gusar Kinara tak suka. Ia tak suka ketika mimpi tentang kematian orangtuanya kembali hadir. Itu hanya akan membuka luka lama.

Kinara langsung berusaha bangkit dari tidurnya kemudian duduk di kursi roda. Setelah itu, perlahan ia mendorong kursi rodanya ke dapur untuk mengambil air putih. Ia harus menenangkan dirinya terlebih dahulu. Dan menurutnya, minum air putih akan sangat membantu.

"Masak apa ya buat nanti malem?" tanya Kinara pada dirinya sendiri ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul lima sore.

Gadis itu melajukan kursi rodanya menuju kulkas dan melihat bahan-bahan makanan yang masih tersedia di kulkas itu. Kemudian, Kinara mulai mengambil beberapa bahan makanan untuk ia olah nanti. Kinara mengambil cumi-cumi, sayur kangkung, dan beberapa bumbu penyedap untuk melengkapi rasa masakannya. Sungguh, ia sangat berharap kali ini suaminya akan merasakan masakan yang ia buat. Pasalnya, selama menikah, Devan belum pernah mencoba masakan Kinara. Pasti makanan yang Kinara buat akan selalu berakhir di tempat sampah karena Devan lebih memilih untuk memesan makanan dari luar.

Kinara mulai menyalakan kompor dengan hati-hati. Sebelum mulai memasak, ia melumuri cumi-cumi tersebut dengan jeruk nipis dan garam. Kemudian, Kinara menumis bumbu halus sampai wangi. Setelah itu, ia memasukkan cumi-cumi, garam, lada, dan kecap manis. Harum masakan Kinara sudah mulai tercium. Bahkan, hanya dengan mencium aromanya saja, orang-orang akan tahu kalau masakan Kinara memang sangat enak. 

Kinara melanjutkan acara memasaknya. Ia menumis sayur kangkung dengan sangat telaten. Meskipun Kinara tidak bisa berjalan, jangan ragukan kemampuan memasaknya. Hidup sendirian tanpa orang tua menuntut dirinya agar pandai memasak untuk makan sehari-hari. Maka dari itu, masakan Kinara selalu lezat dan pastinya menggugah selera.

Tepat pukul enam sore, masakan Kinara sudah siap. Ia mulai mengambil piring dan menata masakannya di atas meja makan. Ia menatap hasil karyanya dengan bangga. Gadis itu berharap semoga suaminya mau mencicipi makanannya kali ini.

Kinara melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam. Biasanya, Devan akan pulang pukul tujuh malam. Maka dari itu, pandangan Kinara tak pernah lepas dari pintu rumahnya. Pasti sebentar lagi suaminya akan pulang. 

Benar saja, beberapa saat kemudian pintu dengan aksen mewah itu terbuka dan menampilkan sosok pria gagah dengan pakaian yang sudah tidak rapi lagi. Matanya terlihat sangat lelah karena sehariam bekerja. Kinara yang melihat itu pun langsung peka. Ia mendorong kursi rodanya menghampiri sang suami, kemudian membawakan tas Devan.

"Sini Mas, biar aku yang bawa," ucap Kinara sembari mengambil tas hitam tersebut.

Devan yang sudah terlalu lelah untuk berdebat pun hanya mengangguk-angguk saja. Hari ini banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan hingga membuat energinya terkuras habis.

"Makan dulu, Mas," tutur Kinara setelah selesai meletakkan tas Devan ke dalam.

Tanpa sadar, kaki Devan melangkah ke meja makan. Kinara yang melihat itu pun langsung tersenyum senang. Akhirnya, suaminya akan merasakan makanan yang ia buat. Tak mau membuat Devan kesal, Kinara berusaha mengambilkan nasi serta lauk pauk untuk suaminya. Devan yang melihat itu hanya diam. Mungkin ia terlalu lelah sehingga tidak berniat untuk beradu mulut.

"Dimakan ya, Mas." 

"Hmm." 

Kinara memperhatikan Devan saat pria itu mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Kinara khawatir dengan rasa masakannya karena Devan tiba-tiba terdiam setelah menelan makanan tersebut. Kinara sudah sangat yakim bahwa masakannya tadi sudah pas dan enak rasanya.

"Nggak enak ya, Mas?" tanya Kinara takut.

"Enak." 

Jawaban itu tanpa diduga membuat perut Kinara dipenuhi oleh kupu-kupu. Wajahnya merah merona seketika. Ah, ia jadi malu. Kinara sudah takut jika masakannya tidak sesuai di lidah Devan. Tapi ternyata, pria itu menyukai masakannya.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah pernikahan mereka, Kinara merasakan bahagia yang meletup-letup. Hanya dengan kata sederhana seperti itu membuatnya melayang tinggi. Tidak masalah bukan jika ia baper dengan pujian Devan barusan?

"M-makasih, Mas," balas Kinara gugup.

Seolah tersadar dengan apa yang ia katakan, Devan langsung memuntahkan makanan yang sedang ia kunyah hingga membuat Kinara kembali murung. 

"Kalau nggak bisa masak lain kali nggak usah sok-sokan mau masak! Makanan nggak ada rasanya gini kok disajikan di meja makan!" hardik Devan tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Pria itu langsung berlalu pergi meninggalkan meja makan. Sedangkan Kinara menatap masakannya dengan sedih. Ia kemudian mencoba masakannya sendiri, penasaran apakah memang masakannya tidak ada rasanya?

"Enak kok," gumam Kinara.

Ia menghembuskan napas lelah, kemudian memutuskan untuk memakan makanan itu sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status