Ailisha tiba-tiba terbangun dari tidurnya malam itu. Seluruh tubuhnya basah karena keringat, wajahnya juga terlihat pucat, bahkan tangannya turut bergetar hebat pada saat itu. Ia meringkuk ketakutan sambil memeluk kedua kakinya. Gadis itu terlihat sedang berusaha keras untuk menenangkan dirinya. Tak ada seorangpun yang bisa membantunya saat ini, di situasi semacam ini. Karena gadis ini memang hanya tinggal sendirian di kamar kost nya.
Ailisha memikirkan tentang kejadian aneh yang tergambar dengan jelas pada mimpinya barusan. Entah hal buruk macam apa yang ia lihat di sana, sehingga ia terlihat mati ketakutan seperti ini. Ketika yakin telah bisa mengambil kendali atas dirinya secara seutuhnya, Ailisha memberanikan diri untuk kembali menyelami alam bawah sadarnya. Ia terlihat sedang berusaha keras untuk mengingat beberapa potongan peristiwa-peristiwa yang tersisa di dalam kepalanya, kemudian merangkainya menjadi sebuah cerita yang utuh.
“Bagaimana bisa aku memimpikannya lagi?” keluh gadis itu sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
“Terakhir kali aku meilhatnya berada di mimpiku, satu hari sebelum hari kelulusan mereka,” ungkapnya.
“Ayolah! Aku bahkan sekarang sudah tak pernah memikirkannya sedikitpun. Semua hal yang berkaitan dengan pria itu juga sudah tak pernah terlintas lagi di dalam kepalaku, lalu mengapa semua ini masih terjadi?” celotehnya kesal.
“Aku sudah terlalu sibuk sekarang, dia juga pasti sedang berada di fase yang sama seperti diriku,” lanjutnya.
Malam ini, entah kenapa semuanya terjadi tanpa alasan yang jelas. Cukup membingungkan untuk dipikirkan. Sedikit terasa tak masuk akal, tapi rasanya cukup mungkin untuk terjadi. Selalu ada sisi lain yang tak pernah terpikirkan oleh manusia di muka bumi ini sebelumnya. Keajaiban atau hal lain semacamnya bisa saja terjadi di dalam kehidupan nyata.
Ailisha dibuat terkejut setengah mati oleh mimpinya barusan. Ia tak tahu apa yang salah dengan dirinya ini. Gadis ini memimpikan pria itu lagi, setelah cukup lama tak seperti itu. Sosok Shevandra Alegra kembali menyapanya lewat dimensi lain. Sebuah tempat tak nyata, namun memang benar adanya. Biasanya dulu setiap kali Ailisha memimpikan pria itu, maka dalam waktu dekat mereka pasti akan bertemu. Entah sebuah kebetulan yang terlalu kebetulan atau bagaimana, Ailisha tak pernah mengerti soal hal itu. Yang jelas tafsiran mimpinya tak pernah meleset sedikitpun.
Tapi sekarang rasanya mimpi itu akan salah total, karena pada kenyataannya itu semua terdengar mustahil. Mustahil bagi mereka berdua untuk saling bertemu lagi tanpa disengaja. Kedua insan itu sudah tak lagi berada di kota yang sama, tempat dimana cerita mereka berdua dimulai. Ailisha sekarang menjadi mahasiswa rantau di Kota Yogyakarta dan entah bagaimana dengan Shevandra. Ailisha sudah kehilangan kontak pria ini sejak ia lulus dari SMA. Beberapa sosial media miliknya juga diyakini telah tidak aktif lagi. Itu semua terbukti dari beberapa kiriman terakhir di media sosialnya yang tertera diunggah pada 2 tahun lalu.
Sebenarnya Ailisha masih sangat berharap agar mimpinya barusan dapat menuntunnya ke tempat pria itu berada sekarang. Ia juga sangat memohon agar takdir bisa memberinya kesempatan satu kali lagi. Ia tak memiliki hal lain yang bisa diandalkan, apalagi untuk diharapkan. Jika memang masih diberikan kesempatan, tentu saja ia akan sangat senang. Namun, jika tidak diberi juga tidak apa. Karena tak semua hal bisa dipaksakan. Tak semua rencana akan selalu berjalan mulus. Tuhan juga punya rencana yang belum tentu selaras dengan keinginan kita.
Gadis itu melirik sekilas ke arah jam dinding yang tergantung di sudut kamarnya. Ternyata benda bundar itu sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Ailisha bingung untuk kembali melanjutkan tidurnya, atau tetap terjaga hingga matahari keluar dari sangkarnya. Kuliah masih akan dimulai sekitar tiga jam lagi. Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu memutuskan untuk berkutat dengan ponsel genggamnya itu. Seperti kebanyakan anak muda pada umumnya yang betah berjam-jam menatap layar ponselnya, Ailisha juga demikian. Jari telunjuknya bergulir dengan lincah di atas layar posel miliknya. Bahkan ia tak sadar jika hari yang ia tunggu-tunggu selama ini telah tiba. Nyaris saja dirinya terlambat masuk kuliah karena si petak sialan itu.
***
“Huft!” ujar gadis itu sambil menyeka keringat di dahinya.
Ailisha cukup lega karena mengetahui jika dirinya belum terlambat masuk kelas. Nyaris saja ia dihabisi oleh dosen killer itu jika sampai dirinya benar-benar telat, walau satu detik saja. Hari ini ada mata kuliah produksi musik yang terkenal dengan dosen killernya. Sejauh ini sudah banyak mahasiswa jurusan musik yang di drop out dari kampus karena berbagai macam alasan. Hanya beberapa yang masih bisa bertahan hingga saat ini, dan Ailisha termasuk salah satu dari mereka. Sejauh ini, gadis itu telah melewati banyak masa-masa sulit. Tak mudah baginya untuk bisa sampai di titik ini.
“Arga kemana?” batin Ailisha saat melihat sahabatnya tak berada di dalam kelas saat itu.
Tak biasanya pria itu bolos dari kelas seperti ini, kecuali ia sedang sakit. Bahkan terkadang saat ia merasa tak enak badan sekalipun, Arga tetap memaksakan dirinya untuk masuk kuliah. Arga merupakan teman satu angkatan dan satu jurusan dengan gadis itu di kampusnya. Dia lumayan popular di kampus. Apalagi di kalangan para gadis. Pria itu tengah menjabat sebagai ketua BEM di kampus. Jadi wajar saja jika kesibukannya sering membuat pria itu menjadi lupa waktu, hingga jatuh sakit.
Ailisha sudah cukup kenal dekat dengan Arga. Jadi ia tahu semua hal kecil yang tak pernah orang lain ketahui soal dirinya. Bahkan gadis ini bisa mengetahuinya dengan mudah tanpa perlu diberitahu oleh Arga sedikitpun. Mereka sudah dekat, bahkan saat masih menjadi mahasiswa baru. Bisa dibilang sejak hari pertama berkuliah di sini, mereka sudah mulai saling akrab satu sama lain. Meskipun begitu, pada kenyataannya mereka berdua belum pernah bertemu sama sekali sebelumnya.
Terkadang beginilah cara takdir bekerja. Membolak-balikkan hati setiap manusia, hingga mengatur semua kejadian dengan persis. Merubah yang tidak mungkin menjadi mungkin, atau malah justru sebaliknya. Takdir dan waktu merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan oleh alasan apapun. Ia sulit di tebak dan bekerja dengan semaunya.
***
Selesai jam kuliah, Ailisha menuju kantin untuk makan siang. Biasanya dia selalu ditemani oleh Arga sahabatnya itu. Namun, kali ini sepertinya ia akan makan siang sendiri saja. Bukan masalah yang terlalu serius. Arga pasti punya alasan tersendiri, tentang kenapa dirinya tidak datang ke kampus hari ini. Meski begitu, Ailisah tak bisa membohongi dirinya sendiri jika ia mengkhawatirkan sahabatnya yang satu itu.
Ailisha melahap makan siangnya kala itu, tanpa semangat sedikitpun. Entah kenapa jika tak ada Arga, rasanya seperti ada yang kurang. Gadis ini sering kali menceritakan segela keluh kesah yang ia punya kepada pria itu. Hari ini ia ingin bercerita banyak, namun sepertinya tidak bisa. Akhirnya, ia memilih untuk menyimpan semuanya dan baru akan menceritakannya kepada Arga saat mereka bertemu nanti.
“Ilyy, sorry banget ya hari ini gue enggak bisa nemenin lo!” ucap seseorang yang tiba-tiba saja datang entah berasal dari mana. Kedua mata gadis ini lantas terbelalak lebar, batinnya terkejut dengan hebat. Suara yang muncul secara tiba-tiba itu cukup untuk membangunkannya dari lamunan. Hal itu juga nyaris saja membuat jantungnya copot. Di sisi lain terlihat Arga yang berdiri tepat di sebelahnya sambil berusaha untuk mengatur nafas. Tanpa pikir panjang, Ailisha segera menepi dan memberikan sedikit ruang untuk duduk kepada pria itu, agar ia bisa menenangkan dirinya sejenak.“Lo kenapa kok kayak habis dikejar-kejar setan?” tanya Ailisha dengan polos.“Lo tau nggak sih kalau agensi yang lo pernah bilang itu….” jawab Arga sambil masih berusaha untuk mengatur napasnya yang terlihat memburu.“Ternyata dia orang Indonesia dong ly!” lanjutnya kemudian menuntaskan kalimatnya.“Seriusan lo?!&
Arga mengguncang-guncang tubuh sahabatnya itu dengan pelan. Gadis itu sudah terlihat tak bertenaga lagi untuk sekedar menganggat kepalanya dari atas meja. Sepertinya Arga memang telah membuat kesalahan fatal sejauh ini. Ailisha tampak sudah terlelap. Pikiran gadis ini tengah berkelana di alam bawah sadarnya. Tak ada seorangpun yang bisa mengganggunya saat itu.“Ly, bangun!” perintah pria itu. Sudah berbagai macam cara ia lakukan untuk membuat sahabatnya yang satu itu kembali terjaga dari tidurnya. Namun, kelihatannya sejauh ini semua hal itu terasa sangat sia-sia. Arga bahkan hampir kehabisan akal untuk mengatasi masalah yang satu ini. Bagaimana bisa Ailisha tertidur pulas di café yang sebentar lagi akan segera tutup ini.‘Kling…. kling….’ Lonceng yang terletak di depan pintu itu terdengar bergema di ruangan ini untuk beberapa kali. Itu artinya ada seseorang yang datang kemari, tapi siapa. Siapa o
Pria itu meletakkan tubuh Ailisha dengan lembut di atas kasur. Ia tak ingin membuat gadis ini sampai terbangun dari tidurnya. Meskipun ia memang tak akan bangun dengan mudah, walau ada kebakaran sekalipun. Ailisha adalah tipikal orang yang sulit untuk bangun ketika sudah tertidur pulas.“Jadi, dia temannya anak itu?” gumam Shevandra pelan.“Apakah mereka berdua berpacaran?” lanjutnya.“Tapi, jika mereka berdua berpacaran, tidak mungkin anak itu membiarkan ku begitu saja untuk membawa gadis ini kemari,” ucapnya pada dirinya sendiri. Pria itu melepaskan jas miliknya, kemudian menyampirkannya pada sandaran kursi. Ada sebuah meja kerja di sana. Kebetulan Shevandra memang belum sempat menuntaskan semua pekerjaannya. Tadi ia pergi untuk mengecek café miliknya terlebih dahulu dan berencana untuk langsung pulang. Tapi, malah bertemu dengan Ailisha. Shevandra membuka laptopnya dan mulai melakuka
Kini mereka berdua sudah sampai di kampus Ailisha. Gadis itu langsung pergi ke kelasnya, karena hampir terlambat. Sementara itu, Shevandra juga bergegas pergi ke ruang rapat, karena sebentar lagi rapat tersebut akan dimulai. Ia tak bisa membuat semua orang menunggu.“Ily!” sapa teman sekelasnya.“Hai!” sapa Ailisha dengan canggung. Ailisha merasa jika ada sesuatu yang salah di sini. Mereka bertemu hampir setiap hari dan tidak biasanya mereka begini kepada gadis itu. Memang tak ada salahnya. Hanya saja ia merasa jika ada sesuatu yang tidak beres kali ini. Mereka adalah Lia dan teman-temannya. Ailisha tak terlalu kenal baik dengan para gadis itu.“Lo kok tumben telat datangnya?” tanya Miera. Miera adalah sahabatnya selain Arga. Kebetulan mereka berdua satu jurusan, jadi sering bertemu.“Enggak tau,” kata Ailisha.“Loh?!” balas gadis itu.&
ISUITP 6Ailisha dan Miera memilih untuk langsung pergi dari tempat itu setelah mencapai batas waktu yang telah ditentukan. Mereka sudah menunggu terlalu lama di sana. Jadi kedua gadis itu tidak akan menunggu lebih lama lagi. Mereka masih punya urusan lain yang jauh lebih penting daripada bertemu orang tidak jelas itu. Setelah ini masih ada kelas. Hanya tersisa lima belas menit lagi sebelum jadwal kelas dimulai.Gadis itu tidak peduli jika Arga akan marah kepadanya. Lagipula, seharusnya Ailisha yang marah kepada pria itu. Karena ia telah mengingkari janjinya. Tadi katanya, rapat itu hanya sebentar. Tapi kenyataannya sungguh berbanding terbalik. Mereka telah menunggu di sana selama berjam-jam. Sampai punggungnya terasa pegal. Sekarang, kedua gadis itu sama sekali tidak memiliki waktu untuk sekedar meluruskan pinggang mereka. Karena sebentar lagi akan ada kelas. Kelas terakhir yang mereka miliki untuk hari ini.“Liat aja lo nanti!” ger
ISUITP 7Mobil mewah itu mendadak menepi di halaman sebuah gedung. Tempat ini kelihatan begitu familiar bagi Ailisha. Ini adalah hotel yang ia tinggali kemarin malam. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Bagaimana bisa dirinya ketiduran di café saat menunggu Arka menyelesaikan pekerjaannya. Ailisha masih tidak bisa percaya jika yang kemarin itu benar dirinya. Ia berharap agar bisa menghilang dari hadapan pria ini sekarang juga. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Sesekali ia merutuki kebodohannya sendiri.“Turun!” perintah Shevandra.Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, ia telah turun lebih dulu.“Apakah aku harus mengikutinya ke dalam? Tapi untuk apa?” batinnya.“Tunggu apa lagi?” tanya pria itu.Ailisha mengangguk cepat, kemudian segera berlari-lari kecil menyusul langkah panjang pria itu. Mereka langsung pergi ke lift untuk naik ke lantai dua puluh
Shevanda menepati ucapannya tadi. Mereka tidak akan berlama-lama di sana. Hanya untuk mengambil gaun itu saja, setelahnya bakal langsung pergi ke tempat lain. Pria ini terkesan sibuk dan ia memang benar-benar sibuk. Ia bahkan tak sempat untuk memilihkan sebuah gaun yang akan dipakai oleh gadis itu nanti pada saat acara. Dia tak akan sempat untuk mengurusi hal seperti itu. Ada banyak hal yang jauh lebih penting dari pada sebuah gaun. Jadi Shevandra sama sekali tidak ingin merasa dirugikan dengan mengorbankan waktu berharganya. Pria itu menyuruh beberapa asisten pribadinya untuk melakukan hal tersebut. Lagi pula kelihatannya baik-baik saja dan tidak ada masalah sama sekali. Ailisha tampak tak keberatan jika harus menggunakan gaun tersebut.Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah salon. Seperti yang pernah dikatakan oleh Sevandra sebelumnya, jika gadis ini harus berdandan sedikit. Ia tidak bisa pergi ke suatu acara formal dengan penampilan sepert
Setelah perbincangan mereka tadi, kini suasana kembali menjadi hening. Bahkan terasa lebih canggung dari yang sebelumnya. Ailisha terus menundukkan kepalanya dan memainkan jari tangannya. Ia terlihat begitu gugup saat ini. Entah kenapa pria itu harus membahas masa lalunya yang begitu memalukan. Ia tidak tahu harus menaruh wajahnya dimana lagi.Kini ia bisa merasakan pipinya yang tengah memanas karena malu. Pasti saat ini pipinya sudah berubah menjadi merah seperti tomat matang. Ah, benar-benar memalukan. Rasanya ia ingin menghilang dari hadapan Shevandra saat ini juga. Pria itu tahu betul bagaimana cara mempermalukan Ailisha. Ia pernah membuat gadis ini harus menanggung rasa malu di depan satu angkatan hanya karena Shevandra tahu jika Ailisha menyukainya pada saat itu. Tapi ada bagian yang paling buruk di sini. Ailisha pernah dibenci oleh kakak kelas sebanyak dua angkatan.Hal tersebut berhasil membuat mental Ailisha acak-acakan. Ia tidak lagi fokus denga