Shevandra memutuskan untuk membawa gadis ini ke salah satu rumah makan. Kali ini tempatnya memang tidak semewah kemarin. Lagi pula sebentar lagi sudah waktunya makan siang. Mereka berdua sedang menunggu pesanan yang masih dibuatkan. Sebentar lagi akan diantar begitu selesai.
Ailisha masih tetap bergeming sejak tadi. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya tampak datar. Tidak ada yang bisa dijelaskan dari ekspresinya tersebut. Pria itu pun sampai tak tahu harus berbuat apa untuk mencarikan suasana. Ia telah kehabisan akal. Padahal tak pernah seperti ini sebelumnya.
Bahkan Shevandra sampai rela berdeham untuk mendapatkan atensi dari gadis itu. Tapi ternyata hasilnya masih tetap nihil. Ia tidak tahu separah apa kesalahannya. Sampai-sampai tidak peduli seberapa keras Shevandra terus mencoba, ia masih terus mengacuhkan pria itu begitu saja.
“Mau sampai kapan diam kayak gini?” tanya Shevandra yang pada akhirnya memutuskan untuk membuk
Tidak seperti kebanyakan penculik lainnya yang akan membawa korban mereka ke sebuah gudang kosong atau rumah lama, berbeda halnya dengan pelaku kejahatan yang satu ini. Ia malah menyuruh anak buahnya untuk membawa Ailisha ke salah satu apartment miliknya. Sembari menunggu gadis itu sadar dari pingsannya, si penculik tampak menyibukkan dirinya di dapur.Kalian salah jika mengira kalau yang melakukan semua ini adlaah seorang pria. Bahkan wanita zaman sekarang pun memiliki nyali yang jauh lebih besar dari para kaum Adam. Sama halnya seperti yang terjadi hari ini. Wanita itu tampaknya sudah lumayan mapan. Ia memiliki kekuasaan dan juga koneksi dimana-mana. Sampai ia bisa melakukan apa saja yang diinginkan.Dunia hanya mendengarkan mereka yang berkuasa. Kau bukan apa-apa tanpa uang. Setelah dipikir-pikir, kalimat yang satu itu ada benarnya juga. Memangnya siapa yang mau hidup bebas jika tanpa uang. Kalau begitu caranya, maka hidupmu tidak akan ada apa-apany
Liora masih menatap gadis di hadapannya itu dengan sorot mata yang sulit untuk ditangkap apa maksudnya. Ia memang tidak bertindak sama sekali. Tapi, tatapannya berhassil mengintimidasi Ailisha. Kharisma yang dimilikinya sama sekali tidak setara dengan Ailisha.“Lo siapa?!” tanya Ailisha dengan lantang.Gadis itu berusaha untuk memberanikan dirinya. Ia tidak bisa diam sja seperti ini jika ingin selamat. Tidak ada yang gratis di dunia ini.“Haha!!!”Mendengar pertanyaan Ailisha barusan berhasil memancing gelak tawa Liora. Tapi ia hanya tertawa sebentar. Kurang dari lima detik kemudian ia langsung berhenti. Wajahnya kembali serius. Sorot matanya kian menajam hingga menurus iris mata Ailisha.“Apa kamu tidak diajarkan bagaimana caranya bersikap sopan kepada orang yang lebih tua?” tanya Liora lebih seperti menyindir.Ia tidak tahu kenapa semua orang terus mempermasalahkan soal sopan santunnya. Padahal menurut A
Sekarang sudah hampir menjelang sore. Tapi, Ailisha sama sekali belum menemukan jalan keluar dari tempat ini. Ia hampir putus asa. Satu-satunya jalan keluar yang ia miliki sudah diblokir oleh Liora. Saat ini ia tak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi.Ailisha duduk di ujung ranjang sembari memikirkan cara untuk keluar dari sini. ia harus berhasil melarikan diri dari wanita itu tepat sebelum tengah malam. Apa pun caranya. Ia tak mau terjebak di tempat seperti ini selamanya. Ailisha terus memutar otak dan memaksa organ yang satu itu untuk bekerja keras melebihi kapasitasnya sendiri.“Bagaimana aku bisa keluar dari ini?” gumamnya sabil menggigiti kuku jari tangannya.Gadis itu memang selalu melakukan hal serupa setiap kali dilanda kepanikan yang berlebihan. Ia sampai tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ailisha bisa saja menggila sewaktu-waktu. Dia bukan penderita sakit jiwa apa lagi memiliki gangguang mental. Gadis itu baik-bai
Ailisha berhasil bersembunyi dari kejaran para anak buah Liora itu dengan bersembunyi di salah satu lorong sepi. Setelah aman, ia pergi ke bawah dengan menggunakan lift. Beruntung liftnya sedang kosong, jadi ia bisa langsung masuk. Kemungkinan besar setiap kamera pengawas yang berada di sekitar sini akan menangkap sosok Ailisha dengan jelas.Gadis itu duduk di sudut ruangan sambil memeluk kedua kakinya yang sedang bergetar hebat. Ailisha nyaris mati ketakutan. Padahal ia tidak melakukan tindak kriminal apa pun. Liora adalahs atu-satunya orang yang bersalah di sini. Bukan Ailisha. Tapi, tidak menutup kemungkinan juga jika ia yang akan disalahkan meski sudah jelas kalau Liora pelakunya. Wanita itu memiliki kekuasaan dan koneksi dimana-mana. Ia bisa mengendalikan sesuatu. Semesta bergerak atas kemauannya.‘TING!’Ailisha buru-buru bangkit begitu mendengar bunyi nyaring tersebut. Itu tandanya ia sudah sampai di lantai dasar yang merupakan tujuan awalnya.
Shevandra bilang ia akan selalu mengawasi gadis itu. Tapi, buktinya saat Ailisha sedang terjebak dalam bahaya besar yang mewajibkannya untuk mempertaruhkan nyawanya sendiri, Sehvandra sama sekali tidak ada di sana untuk membantu. Untung saja ia bisa lepas dari tangan Liora dengan selamat.Ternyata memang benar jika kita tidak bisa selalu mengandalkan orang lain. Ailisha sebenarnya sudah memgang prinsip tersebut di dalam hidupnya sejak lama. Ia selalu melakukan semua yang ia bisa sendiri. Gadis itu terlahir mandiri. Bahkan ia sudah pindah ke apartment dan tinggal di sana sendiri sejak masih kelas satu SMP. Ailisha baru saja lulus dari bangku sekolah dasar pada waktu itu.Jika kalian bertanya kemana orang tuanya, maka ia akan menjawab jika mereka ada urusan ke luar kota. Saat ini kedua orang tuanya berada di Jakarta untuk mengurus bisnis mereka. Sementara ia tinggal di sini sendiri. Gadis itu sudah terbiasa untuk sendiri. Bahkan saat kepindahannya ke apartment, itu semua
Saat ini mereka sedang dalam perjalanan ke kampusnya Ailisha. Tentu saja untuk menghadiri festival tersebut. Padahal Ailisha sama sekali tidak ingin pergi ke sana pada awalnya. Tidak peduli jika Shevandra memaksa sekalipun. Ia tetap tidak akan pergi. Gadis itu cukup konsisten terhadatp ucapannya sendiri.Jika saja pria itu tidak menjadikan ponselnya sebagai ancaman, mungkin Ailisha masih tetap berada di dalam kamarnya tanpa menghiraukan sahutan pria itu.“Nanti akan saya kasih setelah festivalnya selesai,” ujar pria itu secara tiba-tiba.Sontak kedua bola mata Ailisha terbelalaj lebar karena hal tersebut. Itu sama saja dengan menyuruhnya untuk berada di kampus selama seharian penuh. Acaranya baru akan dimulai jam sembilan nanti dan selesai pukul tiga sore. Hampir seharian.Tapi, tidak ada gunanya juga jika ia protes kepada Shevandra. Pria itu tidak akan menghiraukan rengekannya sama sekali. Mereke berdua sama-sama konsisten.“Kena
Shevandra sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya sejak tadi. Tidak ada yang tahu kemana perginya pria itu. Bahkan Arga bilang jika ia tidak ada di belakang panggung sejak tadi. Sebenarnya urusan apa yang sedang ia kerjakan dan kemana ia pergi. Kenapa mendadak ia pergi tanpa memberitahu Ailisha tujuannya. Jika Shevandra belum kembali juga sampai acara selesai, maka ponsel gadis ini bagaimana ceritanya. Awas saja kalau ia berani mengerjai Ailisha.“Lo habis ini pulang sama siapa?” tanya Arga.“Sendiri lah!” ketusnya.“Emang mau sama siapa lagi?” cicit gadis itu.Bibirnya maju beberapa centi karena sebal. Untuk apa ia menanyakan hal itu lagi. Padahal Arga tahu betul jika temannya itu selalu pulang bersamanya, atau tidak pulang sendiri kalau pria itu tengah sibuk. Ailisha juga masih tahu diri. Ia tidak mau sampai terlalu merepotkan pria itu meski mereka teman dekat.“Ya udah, nanti lo pulang bareng gue aj
Ailisha sama sekali tidak habis pikir jika ia akan melihat pemandangan menjijikkan sekaligus menakutkan itu dengan mata kepalanya sendiri. Gadis itu segera kembali kepada Arga yang kebetulan sudah selesai dengan pekerjaanya saat ia datang. Jadi, mereka bisa langsung pulang. Shevandra tidak menyusul gadis itu meski ia mau. Liora mencegahnya untuk pergi. Ia bilang jika Ailisha pasti perlu waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Pria itu setuju dengan ucapan Liora barusan.Saat ini Ailisha dan Arga tengah berada di salah satu sudut kota. Mereka memilih untuk makan bakso terlebih dahulu di kaki lima sebelum benar-benar kembali ke rumah. Kesibukan Arga belakangan ini berhasil membuat mereka jadi jarang menghabiskan waktu seperti biasanya.“Lo habisin dulu makanannya baru kita pulang,” ujar Arga yang kemudian diangguki oleh gadis itu.Entah kenapa mereka selalu membawa gadis ini ke tempat makan setiap kali keluar. Tanpa disadari, itu sama saja dengan meng