Share

10. Too Close

Chapter 10

Too Close

Vanilla menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Nick, menumpahkan semua rasa sakit yang diciptakan oleh Beck. Beck baru saja menuduhnya ingin memisahkan dari Sophie, bahkan dengan sombongnya Beck mengatakan membatalkan pertunangan mereka.

"Kau pikir kau akan bisa merebutku dari Sophie dengan cara mengambil posisinya di perusahaan?" Beck dengan sinisnya melontarkan ejekannya kepada Vanilla.

Vanilla yang saat itu masih tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Beck hanya mampu mendengarkan ucapan-ucapan Beck yang terus menyudutkannya.

"Jangan menganggap dirimu terlalu tinggi hanya karena kedua orang tuaku menyayangimu, Vanilla. Kau bisa membujuk ibuku untuk memecat Sophie dari perusahaan. Tapi, itu tidak akan bisa memisahkan cinta kami," ucap Beck dengan nada pongah.

Vanilla merasakan dadanya mulai sesak, ia mengerti mengapa Beck begitu marah kepadanya meski ia hanya menebak jika Lucy melakukan sesuatu kepada Sophie.

Beck selalu menolaknya, tidak dipungkiri oleh Vanilla jika ia merasa sakit oleh penolakan Beck. Tetapi, dituduh melakukan sesuatu yang tidak ia lakukan rasanya seribu kali lebih sakit.

Beck menatap tajam ke arah Vanilla. "Mulai saat ini, pertunangan kita berakhir." Beck menjeda ucapannya. "Aku akan membicarakan dengan Xaviera dan orang tuaku."

Pria itu melangkah keluar dari ruangan itu tanpa menatap ke arah Vanilla bahkan jika hanya sekilas. Ia meninggalkan Vanilla yang berdiri terpaku di tempatnya, menunduk sambil merasakan panas di kelopak matanya. Perlahan-lahan gadis itu merosot ke lantai, terduduk sambil berlinang air mata.

Ia sudah sering di tinggalkan oleh Beck. Ia sudah sering dihina oleh Beck, ia juga pernah melihat Beck dan Sophie di atas tempat tidur. Tetapi, rasa sakit dari semua yang pernah ia rasakan seolah menjadi satu dan menerjang perasaannya hingga Vanilla seolah tenggelam ke dasar jurang bernama kehancuran.

"Vanilla...." Suara itu sedikit serak, tetapi begitu lembut. Ia hanya pasrah saat Nick menariknya ke dalam pelukan pria itu.

Vanilla mencengkeram kemeja di sisi pinggang Nick, membenamkan wajahnya di dada bidang pria yang beberapa menit yang lalu mengisi pikiran liarnya. Akhirnya ia memang merasakan pelukan hangat pria itu.

"Kau bisa masuk angin," ujar Nick. Ia mengangkat tubuh ringan Vanilla membawanya duduk di atas sofa.

Nick memeluknya, membelai rambutnya penuh kasih sayang. Pria itu bahkan beberapa kali mendaratkan bibirnya di atas puncak kepala Vanilla.

"Beck memutuskan pertunangan kami," isak Vanilla.

"Apa kau ingin aku memberi pelajaran pada Beck? Aku akan menghajarnya jika kau mau."

Vanilla menggeleng lemah.

"Lalu?"

"Aku tidak tahu...."

Nick kembali mengecup puncak kepala Vanilla. "Menangislah hingga kau puas."

Xaviera yang sedari tadi berdiri di ambang pintu menyaksikan adegan manis itu, bibirnya tersenyum samar.

Maafkan aku, Vanilla. Tapi, cepat atau lambat kau harus melalui ini. Kau harus melihat ada seorang pria yang sangat dekat denganmu dan di matanya ada cinta untukmu.

Xaviera adalah dalang di balik apa yang sedang Vanilla rasakan, ia sengaja menceritakan kepada Lucy jika Vanilla telah kembali dari New York tetapi sayangnya hubungan anak-anak mereka masih tidak ada kemajuan karena Beck dan Sophie masih bersama.

Wanita itu berdehem. "Nick, bisakah kau mengantarkan Vanilla kembali ke rumah? Aku rasa ia perlu istirahat," ujarnya.

Nick menganggukkan kepalanya. "Baiklah, ayo kita kembali ke rumah."

Vanilla menengadah, ia menghapus sisa air matanya menggunakan telapak tangannya. "Pekerjaanku...," erangnya.

"Kita akan kerjakan desain itu bersama-sama, aku akan mengambil laptopmu."

Xaviera yang masih berdiri di ambang pintu menyahut, "Biar aku yang mengambil barang-barang kalian."

Tidak sampai lima menit mereka berdua telah berada di dalam mobil Nick, pria itu memasangkan sabuk pengaman untuk Vanilla. Bibirnya terus menyunggingkan senyuman sementara di benaknya pria itu menyeringai penuh kemenangan.

Kau sendiri yang menjauhkan Vanilla, Beck. Bukan aku.

***

"R-rumah siapa ini?" tanya Vanilla ketika mereka memasuki halaman sebuah rumah yang lebih mirip seperti sebuah mansion di tengah kota

"R-rumah siapa ini?" tanya Vanilla ketika mereka memasuki halaman sebuah rumah yang lebih mirip seperti sebuah mansion di tengah kota.

"Rumahku," jawab Nick, pria itu tersenyum lembut.

"Kenapa kita ke sini?"

"Kau terlambat melayangkan protesmu, Nona." Nick menginjak rem mobilnya tepat di depan pintu utama.

Penuh semangat pria itu melepas sabuk pengamannya lalu membuka pintu mobilnya, setengah berlari ia mengitari mobilnya untuk membukakan pintu mobil untuk Vanilla.

"Selamat datang di rumahku, Princess," ucap Nick, pria itu menyeringai.

"Nick, aku rasa lebih baik kita ke rumahku saja," ujar Vanilla. Gadis itu tampak enggan keluar dari mobil.

Nick menaikkan kedua alisnya. "Jangan sungkan, hanya ada pelayan di rumah ini."

Vanilla mengerjapkan matanya.

Ekspresi Vanilla yang tampak gugup dan sepertinya meragukannya membuat Nick merasakan gemas terhadap gadis itu. "Aku tidak bermaksud jahat padamu. Tapi, baiklah jika kau takut padaku... aku akan mengantarmu pulang," katanya.

Ketika Nick hendak menutup pintu mobil, Vanilla menahannya. "A-aku tidak bermaksud seperti itu...." Ia merasa tidak nyaman seolah ia sedang mencurigai Nick akan berbuat buruk kepadanya padahal pria itu sedang berusaha menghapus kesedihannya.

Vanilla bergegas melepaskan sabuk pengamannya lalu perlahan menurunkan kakinya untuk keluar dari dalam mobil, menerima uluran tangan Nick yang menyambutnya seolah ia memang seorang Princess, seperti Nick memanggilnya.

"Di mana orang tuamu?" tanya Vanilla, mereka berada di dalam kamar Nick yang di dominasi warna putih di padu dengan warna cream

"Di mana orang tuamu?" tanya Vanilla, mereka berada di dalam kamar Nick yang di dominasi warna putih di padu dengan warna cream.

"Orang tuaku sedang berada di perusahaan." Nick melepas satu persatu kancing kemejanya. "Anggap rumahmu sendiri, Vanilla. Tidak perlu sungkan."

Ia melemparkan kemejanya ke dalam keranjang khusus pakaian kotor lalu ia meninggalkan Vanilla yang diam-diam menelan ludahnya melihat sekilas tubuh Nick yang telah bertelanjang dada, pria itu melangkah masuk ke dalam walk in closet. Dua menit kemudian pria itu keluar hanya dengan mengenakan kaos dan celana kain, tampak santai, tetapi nyaman.

"Apa kau ingin minum atau makan sesuatu?" Nick duduk di sofa tepat di samping Vanilla. "Aku akan meminta pelayan menyediakan semua yang kau inginkan."

"Kurasa air putih saja," jawab Vanilla.

Nick benar-benar dibuat gemas oleh sikap canggung Vanilla. Nick telah menjumpai berpuluh-puluh gadis selama hidupnya, kebanyakan dari gadis-gadis itu seolah merasa tersanjung mengenalnya, apa lagi jika sampai bisa berkencan dengannya. Mereka akan bertingkah seolah wanita anggun yang derajatnya tinggi, mereka bertingkah selayaknya putri yang manja di depan Nick. Tetapi, Vanilla bersikap biasa, apa adanya dan sedikit canggung.

"Baiklah, air putih...." Nick meraih ponselnya untuk memanggil pelayan agar menyiapkan semua yang ia instruksikan.

Pria itu berbicara menggunakan bahasa Jerman yang sangat kental, Vanilla sedikitnya mengerti karena beberapa orang temannya di New York dulu berasal dari Jerman.

"Kau bisa bahasa Jerman?" tanya Vanilla ketika Nick telah selesai berbicara di telepon.

"Ya, koki di rumah ini berasal dari Jerman."

Vanilla mengerutkan keningnya. "Aku hanya meminta air putih, untuk apa...."

"Air putih untukmu spesial," ujar Nick, pria itu mencuri ciuman di pundak Vanilla.

Meski hanya sekilas, nyatanya sapuan bibir Nick di pundaknya yang masih terbungkus kain membuat Vanilla menegang. Pikirannya kembali liar, ia ingin berada di dalam pelukan Nick, pelukan pria itu nyaman, hangat, dan membuatnya merasa dilindungi.

Menyadari Vanilla yang menegang, Nick mengusap pundak Vanilla yang ia cium. "Aku sengaja membawamu ke sini karena aku tidak ingin kau memikirkan tetanggamu itu lagi," ucap Nick.

Tujuannya memang seperti itu, awalnya. Entah nanti.

Vanilla menyandarkan punggungnya ke sofa, bibirnya tersenyum pahit. Ia mengangkat tangan kirinya. Mengamati cincin yang melingkar di jari manisnya, empat tahun benda itu melingkar di jarinya. Tetapi, semua itu seolah tidak pernah berarti bagi Beck. Entah ia yang memang terlalu bodoh karena menginginkan Beck hingga ia tidak pernah membuka matanya untuk melihat pria lain seumur hidupnya.

"Aku rasa, ini harus segera di lepas," gumamnya. Ia menarik cincin pertunangannya dengan Beck, menjepit benda itu di antara jari telunjuk dan ibu jarinya.

Nick meraih pinggang Vanilla, merengkuh gadis itu, mengikis jarak di antara keduanya, dan gadis itu juga tidak menolak. "Kau akan mendapatkan pengganti yang lebih baik, percayalah padaku."

"Aku tidak secantik sabun," gumam Vanilla.

Dalam sekejap Vanilla telah duduk di atas pangkuan Nick tanpa ia mampu mengingat bagaimana pria itu memindahkan tubuhnya. Gerakannya begitu cepat, entah karena Vanilla yang terlalu fokus pada lamunannya yang membandingkan dirinya dengan Sophie yang begitu cantik, anggun, dan tentunya selalu berpenampilan modis atau memang Nick memiliki kemampuan yang seolah bisa menghentikan waktu beberapa detik.

"Jangan pernah kau menganggap dirimu tidak cantik," ucap Nick, pria itu menatap mata Vanilla dalam-dalam.

Merasa tatapan Nick seolah menembus hingga ke dalam jantungnya, Vanilla sebisa mungkin menguasai dirinya. "Nick... kita terlalu dekat."

"Saat kau menangis tadi kita lebih dekat dari ini," ujar Nick dengan nada menggoda.

Vanilla mengerucutkan bibirnya, ia berusaha turun dari atas pangkuan Nick tetapi pria itu menahannya. "A-aku haus...," desahnya.

Nick tertawa kecil mendengar pengakuan Vanilla. "Kau selalu kehausan setiap bersamaku, ya?" Ia mengusap-usap rambut di puncak kepala Vanilla.

Vanilla menyeringai kemudian ia menggigit bibir bawahnya.

Sialan!

Melihat Vanilla menggigit bibir bawahnya membuat Nick merasa frustrasi, gadis di depannya sangat cantik saat ia menggigit bibir bawahnya.

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate.

Salam manis dari Cherry yang manis.

🍒

Comments (3)
goodnovel comment avatar
via Sulistyowati
wes ahbgass kro nick wae
goodnovel comment avatar
Juliyanti Novalina
jangan dulu y nick ......
goodnovel comment avatar
christy tenda
Pikiran liar ............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status