Keadaan Arion_Devron yang ternyata baik-baik saja membuat Kenio dan semua pegawai di kediamannya menghembuskan nafas lega. Sungguh mereka khawatir sekali saat mendengar tuan muda mereka pingsan. Masih sangat baru Devron berada di Kediaman Kenio, dan tentu mereka tidak ingin kehilangan adik Kenio tersebut.Jam telah menunjukkan pukul 15.4 3., yang artinya perjalanan Arion atau Devron ke wilayah Demonia tinggal dua jam lagi, karena Kenio memamg berencana akan mengantarkan remaja lelaki itu di waktu matahari tenggelam.Devron tengah duduk sambil menyesap teh hangat di dekat jendela kamarnya. Memerhatikan setiap ajudan dan pelayan yang berjalan kesana kemari. Sore ini masalah kembali datang, seorang pelayan menemukan Lucy tergeletak di lantai kamarnya. Membuat perhatian Kenio seketika teralihkan meski hanya sebentar.Lagi-lagi, dokter tak menemukan sesuatu yang mencurigakan dari tubuh Lucy. Wanita itu hanya tampak kelelahan jika dilihat dari kulitnya yang sangat pucat.Devron kembali meli
Devron berjalan tegak menelusuri setiap lorong di Mansion milik Kenio. Langkahnya tenang namun tegas dan tangkas di saat yang sama. Ia mengangkat sedikit dagunya, memberikan kesan percaya diri dan sedikit arogan pada wajah rupawannya itu.Beberapa kali ia berpapasan dengan beberapa ajudan ataupun pelayan. Semuanya memberikan respon yang sama. Menghormatinya. Namun kali ini berbeda. Entah kenapa mereka merasa aura yang dikeluarkan Devron amat kuat dan mendominasi hingga membuat mereka berkeringat dingin dan sangat tertekan.Mereka saling berbisik saat langkah mereka sudah cukup jauh. Devron bisa mendengarnya. Namun remaja lelaki itu cuek saja, tidak peduli.Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu hitam yang berukuran cukup besar. Ada seorang ajudan yang menjaga di depan sana. Ia menghampirinya. Ajudan itu membungkuk hormat."Selamat sore, Tuan Muda.""Ya, selamat sore kembali!" jawab Devron riang. "Bolehkah aku masuk ke dalam? Aku ingin melihat keadaan Tante Lucy.""Tentu Tuan Muda.
Waktu keberangkatan tiba.Arion atau Devron berjalan menuju mobil berlambangkan mawar api bersama Kenio. Dibelakangnya ada Lucy yang berjalan masih sedikit tertatih dibantu oleh Deanna. Kedua lelaki dan kedua wanita tersebut memasuki mobil yang berbeda.Devron masih tetap diam dengan sikap tenangnya yang selalu awas terhadap situasi. Berbeda dengan Kenio yang selalu merasa kurang nyaman sejak Devron sadar dua jam yang lalu.Tepat ketika sang raja hari kembali ke peraduannya, mereka sampai di Hutan Hexfle, kawasan hutan paling terlarang di seluruh Valeoryea.Semua pengawal Kenio hanya mengantar sampai di luar saja. Hanya Devron, Kenio, Deanna, dan Lucy yang masuk kesana.Kondisi hutan yang begitu dingin, rimbun dan gelap membuat Deanna dan Lucy meneguk ludah berkali-kali. Ditambah lagi suara-suara hewan dan serangga malam turut menemani langkah mereka. Sesekali terdengar auman maupun lolongan hewan malam dari kejauhan.Angin berhembus kencang, menebarkan hawa dingin yang mencekam dan m
Valeoryea series 1Prince Of Demonia Clan - The Birth Of King The Darkness 27 tahun yang lalu ***Semua makhluk di alam imortal geger. Mereka bagaikan orang idiot saat alam itu bergerak, bergoyang. Ya, kehidupan yang awalnya bahagia penuh harap kini seakan berantakan. Alam bawah sadar membawa dan memaksa mereka masuk ke suatu memori yang nyaris terlupakan berpuluh-puluh tahun yang lalu. Seorang bayi laki-laki. Kelahiran bayi tersebut yang membuat alam itu berguncang keras. Hingga mampu menghancurkan sebagian bangunan semua kastil kerajaan meski sudah dilindungi oleh sihir perisai. Kecuali satu kastil. Kastil Fhrax. Kerajaan bangsa demonia. Satu-satunya bangunan yang tetap berdiri tegak meski sekitarnya nyaris tak ada yang tersisa. Ya, bayi itu adalah pangeran pertama bangsa demonia. Otomatis dia telah memegang gelar sang putra mahkota atau calon kursi tahta Fhrax. Tangisannya terdengar hingga ke seluruh penjuru alam imortal. Langit malam yang saat itu nampak indah seketika tertutu
Valeoryea Series 1 Prince of The Darkness***8 bulan setelah kelahiran bayi tersebut. Kobaran api kian membesar beriringan dengan gesekan pedang yang saling beradu. Teriakan penuh kesakitan dengan suara patahan tulang belulang yang mengiris hati. Darah-darah yang telah menyatu dengan tanah itu menimbulkan suara cipakan yang khas yang membuat suasana kian mengerikan. Tak terhitung berapa banyak prajurit dan rakyat yang telah gugur dengan anggota tubuh yang sudah terlepas entah kemana.Kacau sekali.Malam ini, malam dimana Klan Demonia ada untuk terakhir kalinya. Bangsa demon, bangsa berdarah dingin yang sialnya terkuat itu kedepannya mungkin hanya tinggal sejarah. Atau bahkan, dongeng belaka? Kastil Fhrax yang telah ambruk, rumah-rumah rakyat Demonia, semuanya. Tinggal menunggu waktu kapan akhirnya akan menyatu dengan tanah. Di antara reruntuhan bangunan kastil yang telah hancur itu, seorang wanita tengah menangis, berteriak pilu. Ia terus memeluk bayi mungilnya. Ekor matanya tak sa
"Bibi, aku pulang!!!"Suasana senja di rumah kecil berbahan kayu itu nampak sepi. Membuat remaja laki-laki yang berteriak tersebut mengernyitkan keningnya. Aneh, biasanya sore hari bibi selalu ada di rumah, pikirnya.Ia melangkah ke pintu. Cklek, tak dikunci. Ia segera masuk ke dalam sembari menggendong karung besar di bahu kanannya. Entah apa isi karung tersebut, terlihat remaja itu tak merasa berat sama sekali.Melihat ke jam dinding, pukul 15. 26. Kemana bibinya itu? Ada rasa khawatir, namun berusaha ia tekan. Mungkin ada hal penting, yakinnya. Ia memutuskan pergi ke kamar setelah meletakkan karung bawaannya di dapur. Mengambil handuk, lantas ke kamar mandi membersihkan dirinya....Cowok itu tak henti-hentinya mondar mandir melihat ke jendela. Memastikan seseorang yang sedari sore ditunggunya. Pukul 20.13, ia menggigit bibirnya, rasa gelisah itu semakin menjadi. Menatap makanan yang telah terhidang di meja, setelah m
Ruangan luas berdominasi warna hitam dan merah api itu tampak sangat tenang. Di kursi kerja yang berada di ruang tengah itu diduduki oleh seorang pria berkisar awal kepala tiga. Di kirinya seorang wanita bergelayut manja di bahunya, menatap penuh goda. Sedang wanita disisi kanannya tengah menuangkan anggur untuk sang pria, sembari mendelik tak suka kepada temannya. Ia tersenyum, menyentuh pundak, memberikan anggur yang telah dituangkannya."Silahkan tuan." Ucapnya, penuh hormat. Pria bersurai hitam pekat dengan kulit putih pucat tersebut menerimanya. Iris sehitam jelaganya melirik sebentar, tersenyum, "terimakasih manis." Balasnya membuat wanita di sisi kanannya tersipu malu lalu ikut menggelayutkan kedua tangannya di lengan kekar sang pria.Kedua wanita tersebut mencoba memijit tubuhnya. Membuatnya mendesah pelan, terpejam, menikmati pijatan yang sedikit membuatnya tenang."Tuangkan satu lagi." Pintanya. Membuat salah s
Tangan yang menari dengan tangkas. Untai demi untaian kata yang terjejer rapi namun terkesan unik. Tulisan yang membuat siapapun yang membacanya akan terasa enak dibaca. Mata abu gelapnya menyorot tajam bergantian antara papan tulis dan buku catatannya. Ia terlihat fokus, tak tergoyahkan. Membuat pesonanya kian kuat dengan kesan dingin yang jelas. Beberapa siswi sedari tadi berbisik, mencuri pandang ke arahnya. Ada yang terang-terangan menatapnya, tersenyum. Erry tahu itu. Tetapi ia berusaha tak peduli. Ia cukup membayangkan mereka adalah sekawanan kambing, tak lebih. Siswi-siswi itu mencebikan bibirnya, kecewa."Yah, dia memang tampan, sangat! Tapi dia terlalu misterius.""Apakah dia anak konglomerat?""Hahaha, aku tidak tahu. Aku pernah dengar bahwa dia hanyalah anak miskin yang tinggal dipinggir hutan.""Ck, yang benar saja? Yah kalau dilihat dari pakaiannya yang lusuh sih... Tidak aneh."&