Di malam yang tenang, terlihat sepasang kekasih yang sedang menikmati makan malam romantis di rooftop restaurant hotel bintang 5 termewah yang berada di salah satu pusat kota yang ada di Indonesia.
Pasangan tersebut terlihat sangat serasi hingga membuat iri bagi siapa saja yang melihatnya.
Malam itu adalah hari perayaan 5 tahun hubungan mereka yang diadakan setiap tahunnya. Meskipun sudah lama menjalin hubungan, pasangan itu selalu menjaga keromantisan hubungan mereka seakan tak pernah bosan satu sama lain.
"Sayang, sudah 5 tahun kita menjalani hubungan ini. Namun, kita tetap tidak mendapatkan restu dari orang tuamu." tutur Lusiana pada kekasihnya dengan raut wajah sedihnya.
Wanita itu bernama Lusiana. Namun, kerap dipanggil dengan sebutan "Lucy". Malam itu ia terlihat cantik dengan balutan dress mewah yang terlihat anggun.
"Hei! Hei! Hei! Jangan tunjukan wajah sedihmu di hari yang penting untuk kita berdua ini, Sayang." ucap Frans sembari mengusap pipi mulus Lucy dengan lembut.
"Aku harus menunggu sampai kapan, Sayang? Aku takut jika semua harapanku selama ini untuk menjadi istrimu sia-sia. Begitu banyak hal yang kita lalui bersama sejak kita kuliah Frans, aku sangat mencintaimu dan tak bisa hidup tanpamu. Hiks, Hiks, Hiks." Lucy mengeluarkan air mata di kedua sudut matanya.
"Aku juga sangat mencintaimu dan tak bisa hidup tanpamu, Sayang. Tolong bersabarlah sedikit lagi. Aku akan berusaha lebih lagi untuk meyakinkan kedua orang tuaku." tutur Frans meyakinkan kekasihnya.
"Sudah jangan bersedih lagi, Sayang. Hari ini aku akan memberikan apa saja yang kau inginkan." Frans berusaha menghibur Lucy untuk menghentikan tangis kesedihannya.
"Benarkah kau akan memberikanku apapun, Sayang?" Lucy mulai tersenyum mendengar perkataan Frans.
"Tentu saja, Sayangku." timpal Frans sambil menyunggingkan senyuman di wajah tampannya.
Setelah selesai menghabiskan malam mereka di restaurant mewah tersebut, akhirnya mereka memutuskan untuk turun ke salah satu kamar vip di hotel mewah itu yang sengaja Frans pesan untuk mereka berdua gunakan beristirahat.
Frans dan Lucy mulai memasuki kamar mewah itu. Setelah menutup pintu kamarnya, Frans segera menarik dengan kuat tubuh Lucy ke atas ranjang dan mulai mencium lembut bibir Lucy. Lucy pun membalas ciuman lembut dari Frans tanpa penolakan.
Pelan Frans mulai membuka dress yang Lucy kenakan hingga tubuh indahnya terlihat jelas tanpa sehelai benang pun. Setelah berhasil melepaskan penutup tubuh kekasihnya, Frans lalu membuka baju yang ia kenakan.
Mereka mulai saling bergerilya pada tubuh mereka masing-masing. Malam yang penting bagi mereka pun, dihabiskan untuk bercumbu memadu kasih berdua.
Keesokan paginya, Lucy terbangun dan mulai membuka matanya pelan menyesuaikan pandangannya yang masih buram. Tubuhnya yang tanpa busana dan hanya tertutup selimut tebal terasa hangat lantaran ada tangan yang melingkar di perutnya yang tak lain adalah tangan Frans.
Ia mengangkat tangan Frans pelan agar tak membuatnya bangun dari tidurnya. Namun, usahanya gagal karena Frans malah makin mengeratkan pelukannya di tubuh Lucy.
"Frans, aku mau ke kamar mandi." Perkataan Lucy membuat Frans melepaskan pelukan yang ia eratkan pada tubuh kekasihnya tersebut.
"Ah, baik Pergilah! Jangan lama-lama dan cepat kembali ke atas keranjang!" titah Frans pada Lucy.
Lucy pun hanya terdiam menganggukan kepalanya dan berlalu meninggalkan Frans yang masih terbaring di atas ranjang ke dalam kamar mandi. Ia membersihkan diri di dalam kamar mandi selama beberapa saat. Ia merasakan kesegaran di tubuhnya oleh guyuran air dingin setelah semalaman dihajar habis oleh Frans.
Selesai mandi, ia pun membangunkan Frans yang terlihat kembali tidur. Ia menyuruhnya mandi dan segera mengajaknya untuk sarapan karena perutnya terasa sudah sangat lapar.
"Sayang, bangunlah! Cepatlah mandi! Aku lapar." Suara Lucy membuat Frans membuka kedua matanya pelan.
"Kau lapar, Sayang? Tunggu sebentar ya." jawab Frans sambil beranjak bangun sembari mencium pipi Lucy dan mengusap lembut rambutnya.
Lucy hanya menganggukan kepala dan kembali ke meja rias untuk merapikan diri. Ia menatap wajahnya yang cantik di pantulan cermin di dalam kamarnya sambil menyisir rambut indahnya.
Tak lama kemudian, Frans keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di perutnya. Ia memeluk Lucy dari belakang sambil mencium bahu kekasihnya.
"Cepatlah Frans! Aku sudah lapar." ucap Lucy sambil melepaskan pelukan Frans
"Baik, Sayangku." Frans pun menjauhkan tubuhnya dari Lucy untuk berpakaian.
Tak lama kemudian, mereka sudah siap dengan pakaian mereka lalu segera turun ke arah restaurant yang terletak di lantai 1 untuk sarapan.
"Sayang, katamu semalam akan memberikan apapun yang kumau?" tagih Lucy pada janji yang Frans buat.
"Kau mau apa, Sayang?" tanya Frans singkat.
"Hari ini aku mau kau membelikanku semua barang mahal yang kumau di mall terbesar di kota ini." pinta Lucy.
"Hanya itu? Baiklah, Sayang. Selesai sarapan kita langsung pergi ke sana."
Selesai menghabiskan sarapan, Lucy dan Frans pergi ke meja reception untuk melakukan proses check-out.
Frans menggenggam tangan Lucy erat menuju parkiran untuk menghampiri mobilnya. Setelah berada dalam mobil, ia segera melajukan mobil mewahnya menuju mall yang Lucy maksud tadi.
Sesampainya di mall, mereka mulai melangkahkan kaki memasuki mall.
Lucy mengedarkan mata elangnya untuk mencari barang yang ia inginkan.Perhatiannya tertuju pada sebuah toko tas mewah. Ia menarik tangan Frans untuk memasuki toko yang diincarnya. Tak sabar ia menghampiri pelayan toko dan memintanya untuk mengeluarkan semua tas new arrival yang termahal. Pelayan pun mengiyakannya kemudian menunjukkan beberapa tas mewah yang ia pegang di tangannya.
"Sayang, menurutmu bagus yang mana? Ini atau ini?" tanya Lucy pada Frans, bermaksud meminta pertimbangan pada kekasihnya.
Belum sempat Frans membalas pertanyaan Lucy, tiba-tiba Lucy melontarkan pertanyaan kembali padanya.
"Ah aku ambil semuanya saja. Bukankah kau akan memberikan semua yang kumau?" ucap Lucy sembari menarik sudut bibirnya ke atas.
"Terserah kau saja!" timpal Frans yang terlihat bosan.
"Terima kasih, Sayang. Ayo ke kasir!" ajak Lucy, ia terlihat menggelayutkan tangannya di lengan Frans.
Saat sedang melakukan pembayaran di kasir, tiba-tiba seorang perempuan paruh baya datang menghampiri mereka berdua. Ia melemparkan tas yang tadi Frans belikan untuk Lucy ke lantai dengan kasar.
Brak!
"Apa apaan ini, Frans?"
Wanita itu menatap tajam ke arah Frans dan Lucy sambil mengacungkan jarinya ke arah tas yang ia lempar ke lantai tadi. Matanya memerah seakan wajahnya dipenuhi dengan amarah.
Seketik Frans dan Lucy terkejut melihatnya. Lucy hanya terdiam, ia tak berani berucap satu patah kata pun. Susah payah ia berusaha menelan salivannya.
Semua pelayan hanya terdiam menudukkan kepala. Mereka tak berani bertindak apa-apa. Perhatian semua pengunjung yang berada di dalam toko tersebut tertuju ke arah sumber suara keributan yang berada di depan kasir. Tak ada satupun yang berani mendekati keributan tersebut. Mereka hanya berani melihatnya dari kejauhan.
Wanita itu tak lain adalah Mama Frans. Ia terlihat begitu tak suka ketika Frans sedang bersama Lucy. Terlebih ia memergoki Frans yang sedang membelikan tas mahal untuk Lucy. "Untuk apa kau membelikan barang mahal seperti ini untuknya?" Suaranya terdengar begitu menggelegar, membuat semua orang yang berada di dalam toko tersebut menghentikan aktifitasnya dan menatap ke arah sumber suara. "Ma, sudahlah. Jangan seperti ini!" pinta Frans pada Mamanya bermaksud menenangkan. "Jawab pertanyaan Mama, Frans! Kenapa?" Ia kembali melontarkan pertanyaan pada anaknya. "Dan kau? Kenapa kau tidak bekerja dan berhenti meminta-minta pada putraku?" tanyanya geram seraya menujukkan jari telunjuknya ke arah Lucy yang sedari tadi hanya diam di belakang tubuh Frans. "Ma-maafkan Lucy, Tante. Lucy tidak bermaksud untuk..." jawabnya lirih dan terbata dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Sudahlah! Ambil tas yang kau mau lalu segera pergi dari hadapanku!" Ia me
Sore harinya setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Tuan Dimejo terlihat keluar dari gedung kantornya menuju mobil mewahnya dengan langkah kaki yang cepat. Rupanya ia harus segera pulang ke rumahnya untuk bersiap-siap dan menjemput istrinya pergi memenuhi undangan jamuan makan malam di rumah temannya. Membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke rumah dari kantornya. Ia pulang berdua bersama Pak Bhambang, supir pribadinya yang sudah lama bekerja dengannya. Sesampainya di rumah, ia tidak melihat sosok anaknya. Rupanya memang benar, Frans memang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ia pun segera masuk ke kamarnya untuk menemui istrinya yang sedang bersiap-siap sambil menunggu kepulangan suaminya. "Tunggu ya, Ma! Papa mandi dan siap-siap sebentar." ujar Tuan Dimejo pada istrinya yang sudah berpakaian rapi sedang berdandan di depan cermin. "Baiklah, Pa." jawabnya sambil menatap Sang Suami dari pantulan cermin. Beberapa saat kemudian, s
"Pada siapa, Ma?" tanya Frans penasaran. "Ah sudahlah lupakan. Selesaikan makanmu dan istirahatlah! Mama kembali ke kamar dulu ya, Nak." ucap Nyonya Dimejo sembari beranjak berdiri dari tempat duduknya. Ia sebenarnya ingin mengutarakan keinginannya untuk mengenalkan Frans pada Shiya anak teman suaminya itu. Namun, ia khawatir akan memancing perdebatan antara mereka yang sering sekali terjadi. Lagipula waktu sudah sangat larut dan mereka juga sedang dalam kondisi yang lelah. Frans pun hanya menganggukan kepalanya, kemudian melanjutkan makannya tanpa ambil pusing perkataan mamanya tadi. Setelah selesai menghabiskan semua makanannya, ia beranjak berdiri dan berlalu meninggalkan meja makan menuju kamarnya yang berada di lantai 2. ***Pagi harinya keluarga Dimejo terlihat sedang sarapan bersama di meja makan yang cukup besar dengan anggota yang lengkap, tidak seperti malam sebelumnya yang hanya diisi oleh Frans Sang Anak seorang diri. "Apa hari
"Shi-Shiya, anu Tante..." Shiya yang tengah menundukkan kepala tiba-tiba terkejut dengan pertanyaan Nyonya Dimejo yang sama sekali tak ia sangka. Ia mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Nyonya Dimejo dengan terbata kemudian menatap ke arah bundanya. "Silahkan makanannya Nyonya. Jika ada lagi yang anda butuhkan, anda bisa memanggil saya." Belum sempat menyelesaikan jawabannya, tiba-tiba seorang pelayan datang membawakan makanan yang telah mereka pesan membuyarkan perbincangan antara Nyonya Dimejo dan Shiya. "Baik terima kasih." sahutnya bersamaan. "Jadi, Cantik. Apa kamu sudah mempunyai kekasih?" tanya Nyonya Dimejo mengulangi karena belum mendapat jawaban dari Shiya. "Anak ini sibuk membantuku sehingga tak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu." tutur Nyonya Shalim. "Ah, kau sungguh anak yang berbakti. Tante sangat menyukaimu, Nak." ucap Nyonya Dimejo sambil tersenyum ke arah Shiya. Shiya hanya terdiam malu seraya membal
Nyonya Dimejo terlihat keluar dari ruangannya membuat Frans mengurungkan niatnya untuk menjawab panggilan telepon dari kekasihnya. "Siapa yang menelponmu? Kenapa tidak kau jawab?" tanyanya penuh selidik. "Ah bukan siapa-siapa, Ma. Ayo kita pulang!" ujarnya mengalihkan topik pembicaraan sembari menggandeng tangan sang mama menuju mobilnya. Frans memarkirkan mobil mewahnya di parkiran vvip yang terletak di depan Lobby utama LULA CITY MALL. Sesampainya di tempat parkir, keduanya segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya. "Mama sudah memberi kabar pada papa dan sopir kalau pulang bersamaku?" tanya Frans memecah keheningan. "Sudah, kau tenang saja. Bisakah kau mengantarku ke suatu tempat sebelum kembali ke rumah?" pintanya dengan penuh penekanan. "Kemana, Ma?" tanyanya ingin tahu. "Nanti akan Mama beritahu saat kita sampai, tempatnya searah dengan arah menuju rumah kita." ucapnya. "Baiklah" Frans kembali fokus menge
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya yang tadi sempat tertunda sebentar karena kunjungannya ke toko Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat tersenyum senang memperhatikan parfume-parfume yang ia bawa sambil menyelipkan beberapa obrolan kepada Frans. "Mama suka sekali dengan aroma parfume ini, kemasannya juga sangat cantik." Ia tersenyum senang sambil memandangi kantung yang ia bawa. Frans hanya terdiam dan tersenyum ke arah mamanya seraya sibuk mengemudikan mobilnya. "Apa yang kau bicarakan dengan Shiya tadi?" tanyanya tiba-tiba. "Tidak ada, Ma. Aku hanya bertanya tentang parfume yang ia jual saja." Frans tak berani memberitahu mamanya jika ia membeli parfume untuk Lucy. "Ah, begitu rupanya. Apakah Shiya cantik menurutmu?" tanya nyonya Dimejo pada Frans. "Kenapa mama menanyakannya padaku?" Frans menoleh ke arah mamanya heran. "Mama hanya ingin tahu pendapatmu, karena menurut Mama dia sangat cantik." "Bukankah semua perempu
Frans masih tak bergeming dari posisinya semula. Ia menatap wanita itu menutup pintu rumahnya. Pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Ia samasekali tak menyangka jika bentuk kasih sayangnya pada kekasihnya menyebabkan dampak buruk yang tidak dia sadari. Ia merasa semua yang telah dilakukannya sudah benar. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan kembali masuk ke dalam mobilnya untuk segera pulang ke rumah. "Ternyata semua salahku. Aku yang keras kepala, tidak mau mendengarkan nasihat orangtuaku, aaaarrrghhh!" Ia mengeraskan rahangnya sambil mengumpat dan memukul kemudi mobilnya dengan keras. Sepanjang perjalanan ke rumahnya ia hanya menyalahkan dirinya sendiri. ***Pagi harinya setelah selesai sarapan, Nyonya Dimejo memberi pesan pada para pelayannya untuk menyiapkan makan malam lebih banyak dari biasanya karena akan ada tamu yang datang. Para pelayan pun mengangguk paham dengan pesan majikannya, selesai memberi pesan ia sege
Setelah kepulangan keluarga Shalim, Frans masih bersi keras protes dengan rencana orang tuanya. Ia memang keras kepala, tapi sebenarnya Frans adalah anak yang berbakti dan sayang pada orang tuanya. Dari kecil hingga saat ini hanya satu hal yang membuat orang tuanya kecewa, yaitu hubungannya dengan Lucy. Itu pun masih sebatas pacaran dan belum berani menikah. Pikirannya sangat kacau karena sampai sekarang tidak juga mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Bahkan ibu Lucy ternyata juga tak menyetujui hubungan mereka. "Papa dan Mama tidak memberikanmu waktu terlalu lama untuk menyetujui keputusan kami!" ucap Tuan Dimejo tegas. "Bagaimana bisa kalian melakukan ini padaku? Bagaimana dengan hubunganku dan Lucy? Aku tak bisa meninggalkannya Pa, Ma. Bukankah selama ini Frans sudah menuruti semua kemauan kalian? Tolong kabulkanlah permintaan Frans yang satu ini." Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk salam namaste di depan orang tuanya. "Bukankah kau sud