Wanita itu tak lain adalah Mama Frans. Ia terlihat begitu tak suka ketika Frans sedang bersama Lucy. Terlebih ia memergoki Frans yang sedang membelikan tas mahal untuk Lucy.
"Untuk apa kau membelikan barang mahal seperti ini untuknya?" Suaranya terdengar begitu menggelegar, membuat semua orang yang berada di dalam toko tersebut menghentikan aktifitasnya dan menatap ke arah sumber suara.
"Ma, sudahlah. Jangan seperti ini!" pinta Frans pada Mamanya bermaksud menenangkan.
"Jawab pertanyaan Mama, Frans! Kenapa?" Ia kembali melontarkan pertanyaan pada anaknya.
"Dan kau? Kenapa kau tidak bekerja dan berhenti meminta-minta pada putraku?" tanyanya geram seraya menujukkan jari telunjuknya ke arah Lucy yang sedari tadi hanya diam di belakang tubuh Frans.
"Ma-maafkan Lucy, Tante. Lucy tidak bermaksud untuk..." jawabnya lirih dan terbata dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Sudahlah! Ambil tas yang kau mau lalu segera pergi dari hadapanku!" Ia memotong perkataan Lucy begitu saja lalu mengusirnya.
Lucy pun segera memungut tas yang berceceran di lantai toko lalu pergi dengan air mata yang mengalir. Frans hendak berlalu mengejar kekasihnya itu, namun usahanya sia-sia karena mamanya menahan tangannya.
"Kalau kau berani mengejarnya, jangan anggap aku sebagai Mamamu lagi!" ancamnya.
Frans pun menghentikan langkah kakinya dan kembali mendekati mamanya dengan raut wajah yang begitu kacau.
"Ayo kita pulang sekarang!" perintah mamanya.
Frans hanya mengikuti perintahnya, khawatir jika kemarahan mamanya akan bertambah parah dan tak terkendali. Ia tahu betul jika mamanya adalah orang yang sangat emosional dan paling tidak suka dibantah.
Sesampainya di rumah, Frans segera menuju ke kamarnya tanpa menghiraukan sekitar. Mamanya pun hanya membiarkannya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia mencoba menahan amarahnya agar tidak membuat keributan di dalam rumah.
Pikiran Frans dipenuhi oleh Lucy yang meninggalkannya sambil menangis. Ia begitu khawatir dengan keadaan kekasihnya itu. Ia pun menghubungi Lucy melalui ponsel canggihnya.
"Sayang, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.
"Aku tidak apa-apa, Sayang. Hiks, terima kasih untuk hari istimewa yang kau habiskan bersamaku kemarin. Dan juga tas yang kau belikan untukku." jawabnya dengan sesenggukan.
"Maafkan kelakuan Mama padamu tadi ya, Sayang. Aku benar-benar tidak tahu kejadiannya akan menjadi seperti ini." kata Frans dengan nada bersalah.
"Sudahlah tidak apa, Sayang. Aku mengerti." jawab Lucy dengan suara yang terdengar lirih.
"Yasudah, kau istirahatlah! Besok aku akan menemuimu. Aku mencintaimu." Frans segera menutup panggilannya. Perasaannya agak sedikit lega setelah mendengar suara kekasihnya.
Frans hanya terdiam memikirkan kejadian tadi siang. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang sangat luas dan mewah sembari memejamkan kedua matanya. Sesekali ia membuang napas kasar.
Di kamar orang tua Frans, terlihat 2 pasang suami istri sedang dalam perbincangan serius. Mereka adalah Tuan dan Nyonya Dimejo yang tak lain adalah orang tua Frans.
"Pa, tadi aku memergoki anak kita sedang bersama wanita tidak tahu diri itu di mall sedang berbelanja tas mahal." tutur nyonya Dimejo pada suaminya.
"Ah, ternyata anak itu masih mempertahankan hubungannya?" timpal Tuan Dimejo seraya mengerutkan keningnya.
"Benar, Pa. aku sangat kesal mengetahui wanita itu selalu minta ini dan itu pada anak kita padahal mereka belum ada ikatan. Bahkan, Frans juga memenuhi semua kebutuhan keluarga gadis itu. Apa itu tidak berlebihan, Pa? Bukankah wanita itu juga harusnya mampu bekerja? Kenapa terus saja menjadi benalu untuk anakku." gerutunya kesal.
"Sudahlah, Ma. Besok Papa akan coba menasehati Frans pelan-pelan." ucapnya mencoba menenangkan istrinya.
"Oh ya, Ma. Apa Mama besok mau menemani Papa memenuhi undangan jamuan makan malam di rumah teman Papa?" tanyanya.
"Tentu saja Mama mau, Pa. Aku kan istrimu." jawabnya sambil tersenyum.
"Yasudah, sekarang Istirahatlah! Mama pasti lelah seharian marah-marah." ucapnya sambil terkekeh.
"Dasar, Papa!" timpalnya dengan mengerucutkan kedua sudut bibirnya.
Di kediaman Lucy.
Gadis itu baru saja sampai di depan rumahnya. Ia mulai membuka pintu rumah pelan-pelan.
Ceklek!
Brak!
"Dasar anak tak berguna! Ke mana saja kau?" Suara seorang wanita bersamaan dengan gebrakan pintu terdengar begitu lantang di telinga Lucy. Wanita itu tak lain adalah ibunya Lucy.
Wanita itu segera menarik Lucy dengan rambutnya untuk segera masuk ke dalam rumah.
"Aaaaaaawwww.... lepaskan, Buk! sakiiit!" Lucy mengeluh.
"Jawab pertanyaan Ibu, Lucy! dari mana saja kau baru pulang? Apa kau menghabiskan waktumu hanya untuk bersama anak orang kaya sombong itu lagi?" bentaknya.
"Menurut ibu dengan siapa lagi aku akan menghabiskan waktuku jika tidak bersamanya?" Timpalnya.
"Berhentilah! Kau benar-benar mengijak-injak harga diri keluarga kita. Kau tahu kan keluarga Frans sudah merendahkan keluarga kita yang miskin ini hah? kenapa kau tetap bersikeras untuk berhubungan dengannya? Apa kau tak punya pikiran?"
"Cukup, Bu! Aku hanya ingin menjadi istri orang kaya agar kehidupan miskin ini segera berakhir." jawab Lucy.
"Apa kau tak mampu bekerja? Kau tau aku berjuang keras untuk bekerja hanya untuk membayarkan kuliahmu hingga kau lulus dan menjadi sarjana? Dengan pendidikan yang layak aku sangat berharap kau bisa bekerja dan hidup dengan layak tanpa meminta-minta pada orang lain." ucap wanita itu sembari mengeluarkan cairan bening di kedua ujung matanya.
"Bekerjalah, Nak! Ibumu ini sudah semakin tua. Bagaimana kau bisa hidup tanpa mau bekerja jika aku sudah tiada nanti?" ucapnya dengan nada pelan dan penuh kesedihan.
"Untuk apa aku bekerja jika Frans bisa memberiku semua yang aku inginkan." Lucy berbicara sembari berlalu meninggalkan ibunya menuju kamarnya.
"Anak itu benar-benar tak bisa diatur. Ya Tuhan, maafkan aku yang telah gagal mendidiknya." gumam wanita itu dengan tangis kesedihannya.
Pagi harinya terlihat beberapa orang pelayan sibuk menyiapkan sarapan di sebuah dapur di dalam rumah mewah.
Terlihat 3 orang sedang duduk di meja makan yang terletak di depan dapur yang tak lain adalah Frans dan kedua orang tuanya.
"Frans, apakah nanti malam kau bisa ikut papa dan mama pergi kejamuan makan malam ke rumah keluarga teman papa?" tanya Tuan Dimejo.
"Emmmm... sepertinya hari ini pekerjaan Frans agak banyak di kantor dan akan pulang larut malam, Pa." jawab Frans jujur.
"Yasudah, Papa hanya menawarkan saja siapa tahu kau bisa. Kalau kau benar sibuk, Papa tidak memaksa." ucap Tuan Dimejo dengan raut wajah sedikit kecewa.
Mereka bertiga mulai menyantap sarapan masing-masing sambil melemparkan obrolan ringan sebelum beraktifitas.
Selesai sarapan, mereka pun pergi meninggalkan rumah mewahnya dengan kendaraan mewah mereka masing-masing menuju tempat kerja masing-masing.
Tuan Dimejo adalah seorang pemilik salah satu perusahaan pangan terbesar di kota M. Sedangkan Frans mengurus salah satu kantor cabangnya yang juga tak kalah besar dengan perusahaan pusat milik papanya.
Dan Nyonya Dimejo adalah seorang General Manager dinpusat perbelanjaan terbesar yang ada di kota M, tak heran jika ia memergoki Lucy dengan Frans ketika sedang membeli tas mahal kemaren. Mereka bertiga adalah keluarga kaya dan pekerja keras.
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar