"Shi-Shiya, anu Tante..." Shiya yang tengah menundukkan kepala tiba-tiba terkejut dengan pertanyaan Nyonya Dimejo yang sama sekali tak ia sangka. Ia mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Nyonya Dimejo dengan terbata kemudian menatap ke arah bundanya.
"Silahkan makanannya Nyonya. Jika ada lagi yang anda butuhkan, anda bisa memanggil saya." Belum sempat menyelesaikan jawabannya, tiba-tiba seorang pelayan datang membawakan makanan yang telah mereka pesan membuyarkan perbincangan antara Nyonya Dimejo dan Shiya.
"Baik terima kasih." sahutnya bersamaan.
"Jadi, Cantik. Apa kamu sudah mempunyai kekasih?" tanya Nyonya Dimejo mengulangi karena belum mendapat jawaban dari Shiya.
"Anak ini sibuk membantuku sehingga tak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu." tutur Nyonya Shalim.
"Ah, kau sungguh anak yang berbakti. Tante sangat menyukaimu, Nak." ucap Nyonya Dimejo sambil tersenyum ke arah Shiya.
Shiya hanya terdiam malu seraya membalas senyuman Nyonya Dimejo. Ditengah-tengah perbincangan mereka, Shiya yang sudah merasa tidak nyaman dengan perutnya meminta ijin untuk pergi ke toilet.
"Bun, Tante. Shiya permisi ke toilet sebentar ya?" ucapnya seraya beranjak berdiri dari tempat duduknya.
"Pergilah, Sayang!" ucap Nyonya Shalim dan diikuti oleh senyuman dari Nyonya Dimejo.
Setelah mendapatkan ijin dari kedua wanita itu, Shiya segera berlalu pergi menuju toilet.
Tak lama kemudian, Shiya terlihat keluar dari toilet sambil menundukkan kepala untuk merapikan lengan bajunya yang sedikit berantakan.
Bruk!
"Aduh!"
Tiba-tiba seseorang menabraknya hingga membuatnya jatuh ke lantai. Shiya menundukkan kepala memegang pergelangan kakinya yang sakit.
"Kalau jalan pakai matamu!" Suara seorang pria mengejutkannya, sontak ia segera mendongakkan kepalanya menatap tajam ke arah sumber suara.
Terlihat 2 orang pria tampan tengah berdiri di depannya. Shiya hanya terdiam tak bergeming dari posisinya tanpa menjawab perkataan pria tersebut. Ia hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca karena pergelangan kakinya yang terasa sangat sakit.
"Bangunlah!" Salah satu pria yang berdiri di depannya mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Ia mencoba membantu Shiya berdiri. Sedangkan pria satunya yang menabraknya berlalu pergi begitu saja.
"Maafkan temanku tadi. Apa kau tak bisa berdiri?" tanyanya dengan nada pelan.
Shiya hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan pria itu. Ia mengusap air matanya yang tengah mengalir di pipinya.
Akhirnya pria itu menurunkan badannya, berlutut agar sejajar dengan Shiya. Ia kemudian menggendong Shiya ala bridal style untuk kemudian ia bawa ke tempat duduk yang ada di dekat toilet itu dan mendudukkan tubuh Shiya pelan. Ia bersimpuh di depan kaki Shiya seraya memberikan pijatan.
"Bagaimana? Apa masih sakit?" tanyanya.
"Sudah lebih baik, terima kasih. Maafkan aku telah merepotkanmu." ucapnya seraya menggerakkan kakinya.
"Kenalkan, namaku Baro." ucap pria tersebut. Ia mengulurkan tangannya ke arah Shiya dan terus memandangnya tanpa berkedip.
"Namaku Shiya." jawabnya, ia tersenyum dan membalas uluran tangan Baro.
"Maaf aku harus segera pergi. Lain kali aku akan membalas kebaikanmu!" ucap Shiya seraya beranjak berdiri meninggalkan Baro. Namun, ketika akan melangkahkan kakinya. Seketika Baro menarik tangan Shiya hingga membuat ia mengurungkan niat kakinya untuk melangkah.
"Tunggu sebentar!" ujarnya.
"Ya?" sahutnya. Shiya menatap ke arah Baro yang masih duduk di tempat semula.
"Kau bilang akan membalas kebaikanku kan? Hubungi aku di sini!" ucap Baro. Ia pun memberikan kartu namanya pada Shiya.
Shiya hanya menganggukan kepala lalu meraih kartu nama yang Baro berikan. Ia tersenyum ke arahnya dan berlalu pergi meninggalkannya.
***
"Jeng, jika ada waktu bisakah kita adakan acara makan malam bersama lagi seperti waktu itu?" tanya Nyonya Dimejo."Tentu saja, Jeng. Aku senang sekali." sahut Nyonya Shalim dengan senyuman yang sangat lebar.
"Aku ingin sekali mengenalkan putraku pada Shiya, putrimu yang cantik. Entah mengapa aku sangat menyukai putrimu, Jeng." tuturnya sembari tersenyum penuh harap.
"Ah terima kasih, Jeng. Shiya putriku tak secantik itu." jawabnya malu-malu.
"Jika mereka sudah saling mengenal dan saling suka, bolehkan aku jodohkan anakku dengan putrimu, Jeng?" ucap Nyonya Dimejo dengan raut wajah serius.
"Apa kau yakin, Jeng? Kami hanya keluarga biasa. Anakku Shiya juga aku besarkan dengan sederhana. Apa putramu akan mau dijodohkan dengan putriku?" jawabnya jujur.
"Aku menginginkan yang terbaik untuk putraku, Jeng. Menurutku Shiya adalah gadis yang sangat baik. Jangan katakan rencana kita pada Shiya dulu! Kita akan melihatnya setelah mereka saling bertemu." ucap Nyonya Dimejo. Ia menggenggam erat tangan Nyonya Shalim.
"Baiklah, Jeng. Nanti aku akan bicara pada suamiku tentang rencana kita." jawabnya.
"Aku juga akan bicara pada suamiku agar kita bisa cepat menentukan hari yang tepat untuk mengadakan makan malam bersamanya." Mereka pun tersenyum bahagia dengan rencana yang akan mereka jalankan.
Keduanya sontak mengalihkan pembicaraan setelah menyadari kedatangan Shiya.
"Kau sudah kembali, Cantik? Kenapa begitu lama?" tanya Nyonya Dimejo.
"Maaf, Tante. Tadi ada sesuatu yang harus Shiya lihat di salah satu Tenant yang ada di dekat toilet." ucapnya beralasan karena merasa sungkan.
Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama bersama, akhirnya Nyonya Shalim dan Shiya memutuskan untuk pamit pulang kepada Nyonya Dimejo.
"Kenapa buru-buru, Jeng? Aku masih ingin bersama kalian." tutur Nyonya Dimejo dengan raut wajah sedikit kecewa sambil memeluk Nyonya Shalim dan Shiya bersamaan. Ia merasa sangat bahagia ketika sedang berkumpul bersama dua wanita itu.
"Maaf, Jeng. Lain kali aku akan mengganggumu bekerja lagi. Sekarang aku harus kembali ke tokoku karena ada banyak pembeli. Hehehe." ucapnya jujur sambil tertawa ke arah Nyonya Dimejo.
"Baiklah, aku akan mengantarkan kalian sampai ke Lobby." Ketiganya berjalan menuju Lobby yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Setelah kepergian Shiya dan Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat masih berdiri di depan Lobby tak bergeming menatap kepergian dua wanita itu. Saat sedang mematung, tiba-tiba seseorang memeluk dan menciumnya dari belakang. Sontak Nyonya Dimejo terkejut dan menoleh ke belakang bermaksud mencari tahu siapa sosok yang ada di belakangnya. Ternyata orang itu tak lain adalah Frans, putra tunggalnya.
"Dasar anak kurang ajar! Untung Mamamu masih muda dan tak memiliki penyakit jantung." ucapnya dengan wajah yang masih terlihat tegang.
Frans hanya terkekeh melihat raut wajah mamanya yang terkejut.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Nyonya Dimejo ingin tahu.
"Frans baru saja bertemu client di Caffee yang ada di lantai paling atas, Ma." jawabnya sambil menggandeng tangan mamanya.
"Client dari mana? Kenapa tak memberitahuku kalau kau akan datang?" tanyanya.
"Dia pemilik BARO CORP, Ma. Proyek yang akan aku dapatkan cukup besar kali ini." jawabnya dengan senyuman yang lebar.
"Wah kau memang hebat. Luar biasa bisa bekerja sama dengan perusahaan besar itu." Nyonya Dimejo menepukkan kedua tangannya pelan di bahu Frans.
"Semua ini tentu berkat didikan Mama dan Papa." ucap Frans.
Nyonya Dimejo tersenyum bangga pada putranya sambil mengusap puncak kepala putranya lembut.
"Tunggulah di sini! Mama akan ambil tas di kantor dan pulang bersamamu." ucapnya.
Frans hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah Mamanya. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya di tembok yang tak jauh dari ruangan Mamanya.
Drrrrt
Drrrrrt
Drrrrt
Saat sedang terdiam melamun menunggu Mamanya, tiba-tiba suara getaran ponsel membuyarkan lamunannya. Seketika ia meraih ponsel yang ia selipkan di dalam saku celananya dan melihat dari siapa panggilan tersebut.
"Lucy." Ia bergumam dan terlihat ragu untuk menjawab panggilan dari kekasihnya itu. Saat hendak menggulirkan layar hijau yang ada diponselnya tiba-tiba.
Ceklek....
Nyonya Dimejo terlihat keluar dari ruangannya membuat Frans mengurungkan niatnya untuk menjawab panggilan telepon dari kekasihnya. "Siapa yang menelponmu? Kenapa tidak kau jawab?" tanyanya penuh selidik. "Ah bukan siapa-siapa, Ma. Ayo kita pulang!" ujarnya mengalihkan topik pembicaraan sembari menggandeng tangan sang mama menuju mobilnya. Frans memarkirkan mobil mewahnya di parkiran vvip yang terletak di depan Lobby utama LULA CITY MALL. Sesampainya di tempat parkir, keduanya segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya. "Mama sudah memberi kabar pada papa dan sopir kalau pulang bersamaku?" tanya Frans memecah keheningan. "Sudah, kau tenang saja. Bisakah kau mengantarku ke suatu tempat sebelum kembali ke rumah?" pintanya dengan penuh penekanan. "Kemana, Ma?" tanyanya ingin tahu. "Nanti akan Mama beritahu saat kita sampai, tempatnya searah dengan arah menuju rumah kita." ucapnya. "Baiklah" Frans kembali fokus menge
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya yang tadi sempat tertunda sebentar karena kunjungannya ke toko Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat tersenyum senang memperhatikan parfume-parfume yang ia bawa sambil menyelipkan beberapa obrolan kepada Frans. "Mama suka sekali dengan aroma parfume ini, kemasannya juga sangat cantik." Ia tersenyum senang sambil memandangi kantung yang ia bawa. Frans hanya terdiam dan tersenyum ke arah mamanya seraya sibuk mengemudikan mobilnya. "Apa yang kau bicarakan dengan Shiya tadi?" tanyanya tiba-tiba. "Tidak ada, Ma. Aku hanya bertanya tentang parfume yang ia jual saja." Frans tak berani memberitahu mamanya jika ia membeli parfume untuk Lucy. "Ah, begitu rupanya. Apakah Shiya cantik menurutmu?" tanya nyonya Dimejo pada Frans. "Kenapa mama menanyakannya padaku?" Frans menoleh ke arah mamanya heran. "Mama hanya ingin tahu pendapatmu, karena menurut Mama dia sangat cantik." "Bukankah semua perempu
Frans masih tak bergeming dari posisinya semula. Ia menatap wanita itu menutup pintu rumahnya. Pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Ia samasekali tak menyangka jika bentuk kasih sayangnya pada kekasihnya menyebabkan dampak buruk yang tidak dia sadari. Ia merasa semua yang telah dilakukannya sudah benar. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan kembali masuk ke dalam mobilnya untuk segera pulang ke rumah. "Ternyata semua salahku. Aku yang keras kepala, tidak mau mendengarkan nasihat orangtuaku, aaaarrrghhh!" Ia mengeraskan rahangnya sambil mengumpat dan memukul kemudi mobilnya dengan keras. Sepanjang perjalanan ke rumahnya ia hanya menyalahkan dirinya sendiri. ***Pagi harinya setelah selesai sarapan, Nyonya Dimejo memberi pesan pada para pelayannya untuk menyiapkan makan malam lebih banyak dari biasanya karena akan ada tamu yang datang. Para pelayan pun mengangguk paham dengan pesan majikannya, selesai memberi pesan ia sege
Setelah kepulangan keluarga Shalim, Frans masih bersi keras protes dengan rencana orang tuanya. Ia memang keras kepala, tapi sebenarnya Frans adalah anak yang berbakti dan sayang pada orang tuanya. Dari kecil hingga saat ini hanya satu hal yang membuat orang tuanya kecewa, yaitu hubungannya dengan Lucy. Itu pun masih sebatas pacaran dan belum berani menikah. Pikirannya sangat kacau karena sampai sekarang tidak juga mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Bahkan ibu Lucy ternyata juga tak menyetujui hubungan mereka. "Papa dan Mama tidak memberikanmu waktu terlalu lama untuk menyetujui keputusan kami!" ucap Tuan Dimejo tegas. "Bagaimana bisa kalian melakukan ini padaku? Bagaimana dengan hubunganku dan Lucy? Aku tak bisa meninggalkannya Pa, Ma. Bukankah selama ini Frans sudah menuruti semua kemauan kalian? Tolong kabulkanlah permintaan Frans yang satu ini." Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk salam namaste di depan orang tuanya. "Bukankah kau sud
Sesampainya di toko, Shiya disambut oleh beberapa karyawannya yang sudah bersiap dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bangunan toko yang lebih kecil dari toko pusat milik bundanya itu berhasil Shiya desain menjadi bangunan yang sangat menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya. Dari awal didirikannya, bundanya mempercayakan segalanya pada Shiya. Dari konsep bangunannya hingga konsep racikan parfume yang juga dipakai di toko pusat karena peminatnya semakin banyak. Tidak setiap hari Shiya mendatangi toko cabang tersebut, ia lebih memilih sering menghabiskan waktu di toko pusat bersama bundanya karena tak tega membiarkan bundanya menangani pelanggan sendirian. ***The Treville Lounge and Kitchen Hari ini Frans dan Baro kembali bertemu di sebuah Lounge yang cukup mewah dan nyaman untuk membahas kerja sama bisnis mereka. Karena kerja sama yang akan mereka jalankan bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, membuat kedua pria itu hampir setiap
Setelah kepergian Baro dan Shiya, Frans masih duduk disamping kekasihnya. Ia melanjutkan makannya."Sayang ada yang ingin kukatakan padamu." Frans menatap kearah Lucy ragu-ragu. Ia bermaksud ingin mengutarakan rencana pernikahannya dengan Shiya pada Lucy."Ada apa sayang? katakanlah!" Lucy menyahuti sambil tersenyum kearah Frans seakan kekasihnya itu akan mengatakan hal yang membuatnya gembira."Sebelumnya aku minta maaf padamu, tapi sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubungan kita." raut wajah Frans berubah menjadi lemah tak berdaya. Ia nyaris tak mampu menatap mata Lucy."Ahh kenapa kau tiba-tiba bercanda sayang?" Lucy menelan minuman yang ia pegang ditangannya, ia tertawa lebar kearah Frans. Ia masih tak ambil serius perkataan kekasihnya itu."Aku mengatakan hal yang sebenarnya." raut wajahnya berubah sangat serius.Lucy yang tadinya tertawa tiba-tiba menghentikan tawanya dan menatap tajam kearah Frans. Ia masih tak mengerti dengan apa y
"Kita sama - sama tidak ingin mengecewakan orang tua kita, jadi bekerja samalah!" Frans berusaha keras agar perkataannya didengar oleh Shiya."Hmmm baiklah terserah kau saja." Shiya berlalu pergi meninggalkan Frans yang masih duduk begitu saja.***"Hey cantik!" suara itu membuyarkan lamunan Shiya. Shiya tengah berdiri melamun di tokonya hingga membuatnya tak menyadari kedatangan Baro. Sebelumnya Baro sudah memberitahunya bahwa dirinya akan menemui Shiya di tokonya. Namun, tetap saja hal itu tidak membuat Shiya tidak terkejut dibuatnya."Baro? kau mengagetkanku." Shiya memejamkan matanya, kedua tangannya reflek memegang dada."Kenapa kau melamun? sedang memikirkan apa? ku harap kau memikirkanku hahaha." perkataan Baro berhasil membuat Shiya tersenyum."Apa yang membawamu kemari?""Aku merindukanmu Shiya.""Rindu?" Shiya mengernyitkan kening heran."Iya, ayo temani aku sebentar!" Baro menarik tangan Shiya begitu saja dan me
Shiya terlihat cantik bak putri dengan gaun indah yang terbalut ditubuhnya. Ia memperhatikan dirinya didepan cermin dan tersenyum menyadari kecantikannya. Namun, dalam hatinya ia sangat kecewa lantaran kecantikannya ia berikan pada orang yang menurutnya tidak tepat.CeklekIa mengalihkan pandangannya kearah pintu dan terlihat seorang pria tampan berjalan menghampirinya. Baro membawakan bucket bunga untuk Shiya."Ka-kau cantik sekali." Baro menatap Shiya dengan sangat kagum karena melihat kecantikannya hingga membuat matanya tak berkedip."Kau pun terlihat sangat tampan. Aku pandai memilihkan pakaian untukmu kan?" Shiya melemparkan senyum manisnya."Apa gunanya ketampananku jika kau tak bisa jadi istriku?" Baro masih sempat melemparkan candaan pada Shiya yang sebentar lagi akan melaksanakan pernikahan dengan pria lain.Tap tap"Ahh ada pengunjung rupanya?" Frans sudah terlihat rapi menggunakan setelan pernikahannya. Ia melemparkan seny