Share

Baro corp

Author: Meybutjuly
last update Last Updated: 2021-06-03 22:01:16

"Shi-Shiya, anu Tante..." Shiya yang tengah menundukkan kepala tiba-tiba terkejut dengan pertanyaan Nyonya Dimejo yang sama sekali tak ia sangka. Ia mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Nyonya Dimejo dengan terbata kemudian menatap ke arah bundanya.

"Silahkan makanannya Nyonya. Jika ada lagi yang anda butuhkan, anda bisa memanggil saya." Belum sempat menyelesaikan jawabannya, tiba-tiba seorang pelayan datang membawakan makanan yang telah mereka pesan membuyarkan perbincangan antara Nyonya Dimejo dan Shiya.

"Baik terima kasih." sahutnya bersamaan.

"Jadi, Cantik. Apa kamu sudah mempunyai kekasih?" tanya Nyonya Dimejo mengulangi karena belum mendapat jawaban dari Shiya.

"Anak ini sibuk membantuku sehingga tak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu." tutur Nyonya Shalim.

"Ah, kau sungguh anak yang berbakti. Tante sangat menyukaimu, Nak." ucap Nyonya Dimejo sambil tersenyum ke arah Shiya.

Shiya hanya terdiam malu seraya membalas senyuman Nyonya Dimejo. Ditengah-tengah perbincangan mereka, Shiya yang sudah merasa tidak nyaman dengan perutnya meminta ijin untuk pergi ke toilet.

"Bun, Tante. Shiya permisi ke toilet sebentar ya?" ucapnya seraya beranjak berdiri dari tempat duduknya.

"Pergilah, Sayang!" ucap Nyonya Shalim dan diikuti oleh senyuman dari Nyonya Dimejo.

Setelah mendapatkan ijin dari kedua wanita itu, Shiya segera berlalu pergi menuju toilet.

Tak lama kemudian, Shiya terlihat keluar dari toilet sambil menundukkan kepala untuk merapikan lengan bajunya yang sedikit berantakan.

Bruk!

"Aduh!"

Tiba-tiba seseorang menabraknya hingga membuatnya jatuh ke lantai. Shiya menundukkan kepala memegang pergelangan kakinya yang sakit.

"Kalau jalan pakai matamu!" Suara seorang pria mengejutkannya, sontak ia segera mendongakkan kepalanya menatap tajam ke arah sumber suara.

Terlihat 2 orang pria tampan tengah berdiri di depannya. Shiya hanya terdiam tak bergeming dari posisinya tanpa menjawab perkataan pria tersebut. Ia hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca karena pergelangan kakinya yang terasa sangat sakit.

"Bangunlah!" Salah satu pria yang berdiri di depannya mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Ia mencoba membantu Shiya berdiri. Sedangkan pria satunya yang menabraknya berlalu pergi begitu saja.

"Maafkan temanku tadi. Apa kau tak bisa berdiri?" tanyanya dengan nada pelan.

Shiya hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan pria itu. Ia mengusap air matanya yang tengah mengalir di pipinya.

Akhirnya pria itu menurunkan badannya, berlutut agar sejajar dengan Shiya. Ia kemudian menggendong Shiya ala bridal style untuk kemudian ia bawa ke tempat duduk yang ada di dekat toilet itu dan mendudukkan tubuh Shiya pelan. Ia bersimpuh di depan kaki Shiya seraya memberikan pijatan.

"Bagaimana? Apa masih sakit?" tanyanya.

"Sudah lebih baik, terima kasih. Maafkan aku telah merepotkanmu." ucapnya seraya menggerakkan kakinya.

"Kenalkan, namaku Baro." ucap pria tersebut. Ia mengulurkan tangannya ke arah Shiya dan terus memandangnya tanpa berkedip.

"Namaku Shiya." jawabnya, ia tersenyum dan membalas uluran tangan Baro.

"Maaf aku harus segera pergi. Lain kali aku akan membalas kebaikanmu!" ucap Shiya seraya beranjak berdiri meninggalkan Baro. Namun, ketika akan melangkahkan kakinya. Seketika Baro menarik tangan Shiya hingga membuat ia mengurungkan niat kakinya untuk melangkah.

"Tunggu sebentar!" ujarnya.

"Ya?" sahutnya. Shiya menatap ke arah Baro yang masih duduk di tempat semula.

"Kau bilang akan membalas kebaikanku kan? Hubungi aku di sini!" ucap Baro. Ia pun memberikan kartu namanya pada Shiya.

Shiya hanya menganggukan kepala lalu meraih kartu nama yang Baro berikan. Ia tersenyum ke arahnya dan berlalu pergi meninggalkannya.

***

"Jeng, jika ada waktu bisakah kita adakan acara makan malam bersama lagi seperti waktu itu?" tanya Nyonya Dimejo.

"Tentu saja, Jeng. Aku senang sekali." sahut Nyonya Shalim dengan senyuman yang sangat lebar.

"Aku ingin sekali mengenalkan putraku pada Shiya, putrimu yang cantik. Entah mengapa aku sangat menyukai putrimu, Jeng." tuturnya sembari tersenyum penuh harap.

"Ah terima kasih, Jeng. Shiya putriku tak secantik itu." jawabnya malu-malu.

"Jika mereka sudah saling mengenal dan saling suka, bolehkan aku jodohkan anakku dengan putrimu, Jeng?" ucap Nyonya Dimejo dengan raut wajah serius.

"Apa kau yakin, Jeng? Kami hanya keluarga biasa. Anakku Shiya juga aku besarkan dengan sederhana. Apa putramu akan mau dijodohkan dengan putriku?" jawabnya jujur.

"Aku menginginkan yang terbaik untuk putraku, Jeng. Menurutku Shiya adalah gadis yang sangat baik. Jangan katakan rencana kita pada Shiya dulu! Kita akan melihatnya setelah mereka saling bertemu." ucap Nyonya Dimejo. Ia menggenggam erat tangan Nyonya Shalim.

"Baiklah, Jeng. Nanti aku akan bicara pada suamiku tentang rencana kita." jawabnya.

"Aku juga akan bicara pada suamiku agar kita bisa cepat menentukan hari yang tepat untuk mengadakan makan malam bersamanya." Mereka pun tersenyum bahagia dengan rencana yang akan mereka jalankan.

Keduanya sontak mengalihkan pembicaraan setelah menyadari kedatangan Shiya.

"Kau sudah kembali, Cantik? Kenapa begitu lama?" tanya Nyonya Dimejo.

"Maaf, Tante. Tadi ada sesuatu yang harus Shiya lihat di salah satu Tenant yang ada di dekat toilet." ucapnya beralasan karena merasa sungkan.

Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama bersama, akhirnya Nyonya Shalim dan Shiya memutuskan untuk pamit pulang kepada Nyonya Dimejo.

"Kenapa buru-buru, Jeng? Aku masih ingin bersama kalian." tutur Nyonya Dimejo dengan raut wajah sedikit kecewa sambil memeluk Nyonya Shalim dan Shiya bersamaan. Ia merasa sangat bahagia ketika sedang berkumpul bersama dua wanita itu.

"Maaf, Jeng. Lain kali aku akan mengganggumu bekerja lagi. Sekarang aku harus kembali ke tokoku karena ada banyak pembeli. Hehehe." ucapnya jujur sambil tertawa ke arah Nyonya Dimejo.

"Baiklah, aku akan mengantarkan kalian sampai ke Lobby." Ketiganya berjalan menuju Lobby yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Setelah kepergian Shiya dan Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat masih berdiri di depan Lobby tak bergeming menatap kepergian dua wanita itu. Saat sedang mematung, tiba-tiba seseorang memeluk dan menciumnya dari belakang. Sontak Nyonya Dimejo terkejut dan menoleh ke belakang bermaksud mencari tahu siapa sosok yang ada di belakangnya. Ternyata orang itu tak lain adalah Frans, putra tunggalnya.

"Dasar anak kurang ajar! Untung Mamamu masih muda dan tak memiliki penyakit jantung." ucapnya dengan wajah yang masih terlihat tegang.

Frans hanya terkekeh melihat raut wajah mamanya yang terkejut.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Nyonya Dimejo ingin tahu.

"Frans baru saja bertemu client di Caffee yang ada di lantai paling atas, Ma." jawabnya sambil menggandeng tangan mamanya.

"Client dari mana? Kenapa tak memberitahuku kalau kau akan datang?" tanyanya.

"Dia pemilik BARO CORP, Ma. Proyek yang akan aku dapatkan cukup besar kali ini." jawabnya dengan senyuman yang lebar.

"Wah kau memang hebat. Luar biasa bisa bekerja sama dengan perusahaan besar itu." Nyonya Dimejo menepukkan kedua tangannya pelan di bahu Frans.

"Semua ini tentu berkat didikan Mama dan Papa." ucap Frans.

Nyonya Dimejo tersenyum bangga pada putranya sambil mengusap puncak kepala putranya lembut.

"Tunggulah di sini! Mama akan ambil tas di kantor dan pulang bersamamu." ucapnya.

Frans hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah Mamanya. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya di tembok yang tak jauh dari ruangan Mamanya.

Drrrrt

Drrrrrt

Drrrrt

Saat sedang terdiam melamun menunggu Mamanya, tiba-tiba suara getaran ponsel membuyarkan lamunannya. Seketika ia meraih ponsel yang ia selipkan di dalam saku celananya dan melihat dari siapa panggilan tersebut.

"Lucy." Ia bergumam dan terlihat ragu untuk menjawab panggilan dari kekasihnya itu. Saat hendak menggulirkan layar hijau yang ada diponselnya tiba-tiba.

Ceklek....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I'm Not Lucy   Begining

    Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak

  • I'm Not Lucy   The Truth

    Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a

  • I'm Not Lucy   Back To Indonesia

    Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte

  • I'm Not Lucy   Afternoon on the beach

    Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa

  • I'm Not Lucy   Thailand

    Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it

  • I'm Not Lucy   Muay Thai

    Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status