Home / Romansa / I'm Not Lucy / The Amethyst

Share

The Amethyst

Author: Meybutjuly
last update Last Updated: 2021-06-21 23:22:53

Nyonya Dimejo terlihat keluar dari ruangannya membuat Frans mengurungkan niatnya untuk menjawab panggilan telepon dari kekasihnya.

"Siapa yang menelponmu? Kenapa tidak kau jawab?" tanyanya penuh selidik.

"Ah bukan siapa-siapa, Ma. Ayo kita pulang!" ujarnya mengalihkan topik pembicaraan sembari menggandeng tangan sang mama menuju mobilnya.

Frans memarkirkan mobil mewahnya di parkiran vvip yang terletak di depan Lobby utama LULA CITY MALL. Sesampainya di tempat parkir, keduanya segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya.

"Mama sudah memberi kabar pada papa dan sopir kalau pulang bersamaku?" tanya Frans memecah keheningan.

"Sudah, kau tenang saja. Bisakah kau mengantarku ke suatu tempat sebelum kembali ke rumah?" pintanya dengan penuh penekanan.

"Kemana, Ma?" tanyanya ingin tahu.

"Nanti akan Mama beritahu saat kita sampai, tempatnya searah dengan arah menuju rumah kita." ucapnya.

"Baiklah" Frans kembali fokus mengemudikan mobilnya.

***

The Amethyst House of Parfume

Di sebuah toko parfum yang tidak terlalu besar dengan desain sangat cantik dan elegan. Shiya sedang sibuk dengan bahan dan peralatan untuk meracik parfum yang akan dikemas dengan sangat cantik, lengkap dengan batu crystal Amethyst dan rempah kering yang indah.

Sedangkan Nyonya Shalim tengah sibuk mengontrol area tokonya sambil menyapa para pengunjungnya.

Ceklek!

Saat sedang sibuk mengecek kondisi parfum yang ia jual, tiba-tiba pintu toko terbuka. Wanita paruh baya yang cantik terlihat memasuki tokonya bersama seorang pria muda yang tampan.

"Selamat datang di The Amethyst Hooo..." Nyonya Shalim tak sempat menyelesaikan perkataannya setelah melihat siapa yang datang.

"Aku mau parfume terbaik di sini!" ucapnya sembari tersenyum lebar dan memeluk Nyonya Shalim.

"Ah, Jeng. Aku tak menyangka kau mau datang ke tempat kecil seperti ini." ia membalas pelukan Nyonya Dimejo.

"Apa dia putramu, Jeng?" tatapannya tertuju pada pria yang datang bersama Nyonya Dimejo.

"Frans, kenalkan dirimu pada Tante Shalim!" titahnya pada sang putra.

"Saya Frans, Tante. Putra Mama." Frans mengulurkan tangannya pada Nyonya Shalim.

"Ah tampan sekali." Nyonya Shalim membalas jabatan tangan Frans dan tersenyum ke arahnya.

"Bolehkah aku melihat-lihat parfum mu, Jeng?" ia mengedarkan mata elangnya menyapu isi toko yang diisi oleh botol-botol parfum yang dipajang dengan indah.

"Silahkan, Jeng. Buatlah dirimu nyaman seperti di rumah sendiri. Kau suka aroma yang seperti apa?" tanyanya dengan senyuman.

"Bisakah kau memberitahu parfume terbaik yang kau jual di sini, Jeng?" 

"Baiklah tunggu sebentar. Shiya sedang meracik parfume best seller di sini. Aku akan menunjukkannya padamu setelah dia selesai. Mungkin saja kau suka." jelasnya.

"Wah, jadi parfume yang kau jual ini kau racik sendiri, Jeng?" ucapnya takjub sambil membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna ke arah Nyonya Shalim.

"Iya, Jeng. Shiya yang membantuku membuat parfume dengan formula dan ide-ide barunya. Dulu aku membuatnya hanya sederhana." jelasnya jujur.

"Pandai sekali dia. Bolehkah aku melihat anak cantik yang sedang meracik parfume ke belakang?" pintanya penuh harap.

"Tentu saja, Jeng. Ayo ku antar!" ia menunjuk ruangan yang ada di belakang.

"Kau tunggu di sini sebentar! Mama akan segera kembali." ucapnya pada Frans.

Frans hanya menganggukkan kepalanya. Ia pun melanjutkan kegiatannya melihat-lihat parfume yang dipajang di dalam toko. Ia mengambil beberapa foto parfume untuk kemudian ia kirimkan pada kekasihnya.

"Kau mau parfume ini, Sayang?" ~Frans

"Tentu saja. Belikan untukku!" ~Lucy

Tak lama kemudian, tiga orang wanita terlihat keluar dari ruang belakang. Nyonya Dimejo terlihat memegangi sebuah box yang di dalamnya terdapat botol parfume dengan desain yang sangat cantik. Ia terus tersenyum takjub menatap ke arah parfume tersebut.

Mereka kemudian menghampiri Frans yang tengah berdiri di ujung toko.

"Lihatlah, Nak! Bagus kan?" tanyanya sambil menunjukkan benda yang ia bawa.

"Iya, Ma." jawabnya sambil tersenyum.

"Oh ya. Kenalkan dirimu pada putri Nyonya Shalim!" titahnya pada Frans.

Frans menatap ke arah Shiya. Ia menahan rasa terkejutnya menyadari Shiya adalah wanita yang ditabraknya hingga terjatuh di toilet tadi siang.

"Frans." Ia mengulurkan tangannya pada Shiya sambil menyunggingkan senyum paksa ke arahnya.

"Bukankah dia pria yang tidak punya sopan santun dan menabrakku tadi?" gumamnya dalam hati. Ia kemudian membalas uluran tangan Frans.

"Shiya." Ia hanya menatap ke arah Frans tanpa tersenyum.

"Shiya, siapkan beberapa parfume untuk Tante Dimejo!" titah Nyonya Shalim pada Shiya. Ia pun segera berlalu pergi ke arah counter pembayaran yang dilengkapi dengan alat packing.

Tak lama kemudian, Frans menyusul ke tempat Shiya berada. Ia meninggalkan kedua wanita paruh baya yang tengah asyik dalam perbincangannya begitu saja.

"Mmm soal kejadian tadi siang... " Frans bingung akan melanjutkan perkataannya.

"Ada yang bisa saya bantu?" Shiya memotong perkataan Frans begitu saja seakan tidak ingin membahas kejadian tidak mengenakkan yang telah ia alami tadi siang.

"Kenapa dia bersikap seperti itu? Apa dia lupa denganku? Atau, dia masih sangat kesal? Ah aku tidak peduli." Frans bergumam sembari menatap heran ke arah Shiya.

"Aku ingin parfume yang cocok untuk seorang wanita!" ucap Frans mengalihkan pembicaraan karena melihat ekspresi wajah Shiya yang terlihat tidak ingin membahas kejadian tadi siang.

Shiya meraih sebuah parfume dalam botol cantik tanpa menghiraukan keberadaan Frans.

"Parfume ini paling digemari oleh wanita di toko kami." jelasnya sambil memasukkan ke dalam box cantik dan segera mengemasnya.

"Baiklah, berapa harganya?" tanya Frans.

"Bisakah kau gunakan matamu?" Shiya menjawab pertanyaan Frans sambil menunjukkan tangannya ke arah monitor kecil yang menunjukkan rincian harga parfume tersebut yang berada tepat di depan Frans. Ia menyunggingkan senyuman yang terlihat meledek Frans.

"Sial! Dia bisa membalas perkataanku tadi siang!" umpat Frans dalam hati.

Frans pun segera meninggalkan beberapa lembar uang di meja kasir. Lalu meraih parfume yang dibelinya dan segera berlalu pergi meninggalkan Shiya.

"Ma, aku tunggu di mobil. Mari, Tante!" ucapnya setengah berteriak ke arah Nyonya Shalim dan Mamanya sambil membuka pintu untuk keluar menuju mobilnya.

Kedua wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Frans lalu melanjutkan perbincangan mereka.

"Lihatlah, Jeng! Sepertinya mereka mudah akrab. Frans juga sudah berani menghampiri Shiya dan menyapanya. Semoga mereka bisa saling suka." ucap Nyonya Dimejo penuh harap.

"Iya, Jeng. Semoga saja kita bisa menjadi besan." ucap Nyonya Shalim sambil tersenyum ke arah Nyonya Dimejo.

"Ini Tante, parfumenya. Shiya sangat berharap tante menyukai parfume racikan Shiya." ucapnya sambil menyodorkan sebuah kantung yang berisikan beberapa box parfume di dalamnya.

"Terima kasih, Cantik. Tante pasti menyukainya dan akan Tante pake setiap hari." ucapnya sembari mengusap rambut Shiya dengan lembut.

"Oh ya, Jeng. jadi berapa semuanya?" tanyanya.

"Bawalah! Aku tak menerima pembayaran darimu, Jeng. Semoga kau menyukai parfumenya. Jika kau menginginkan lagi, datanglah kemari kapan pun kau mau." ucap Nyonya Shalim.

"Benarkah? Kalau begitu, aku akan sering datang kemari dan membawa banyak pelanggan untukmu jeng." Nyonya Dimejo terkekeh.

"Tentu saja kau harus melakukan itu jeng." mereka bertiga tertawa bersama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I'm Not Lucy   Begining

    Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak

  • I'm Not Lucy   The Truth

    Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a

  • I'm Not Lucy   Back To Indonesia

    Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte

  • I'm Not Lucy   Afternoon on the beach

    Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa

  • I'm Not Lucy   Thailand

    Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it

  • I'm Not Lucy   Muay Thai

    Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status