"Kenapa kita kesini?" Frans menghentikan mobilnya diparkiran vvip yang terletak tepat didepan lobby apartment mewah itu dan segera turun dari mobil tanpa menjawab pertanyaan Shiya.
"Turunlah!" Frans kemudian membuka pintu mobil untuk Shiya dan mengulurkan tangan untuknya."Kenapa?" Shiya masih bingung dibuatnya. Berusaha mencari jawaban namun sama sekali tak ada hasilnya."Kita tinggal disini sekarang." Shiya tersentak mendengar perkataan Frans."Hah? bahkan kita belum meminta ijin pada orang tuamu." itulah yang Shiya pikirkan."Tenang saja. Aku sudah mengurusnya." Frans menjawabnya dengan sangat santai sambil berjalan menggandeng tangan Shiya menuju lift dan tetap menggenggamnya dengan erat selama di dalam.Triiiing (suara lift terbuka)Saat pintu terbuka pelan terlihat seorang wanita tengah berdiri tepat didepan lift, terlihat cantik dengan rambut panjangnya yang terurai begitu saja. Bahkan cara berdiriny"Dimana kekasihmu?" Shiya celingukan melihat sekeliling seperti sedang mencari keberadaan seseorang."Sudah pergi." Frans mengalihkan tubuhnya kearah tv setelah sebelumnya menghadap kearah Shiya. Pertanyaan Shiya seperti membuatnya kehilangan mood."Ku kira dia juga tinggal disini." Shiya melontarkan perkataan tanpa berpikir panjang setelah melihat tingkah Lucy sebelumnya."Kau mau dia tinggal disini bersamaku?" Frans melemparkan senyum menggoda kearah Shiya. Berharap ada kecemburuan sedikit saja."Terserah kau, ini kan apartment mu!" Jawabnya ketus. Shiya berpura-pura untuk tidak peduli."Kau tidak mungkin cemburu dan menyukaiku kan?" Frans terlihat seperti sedang memastikan sesuatu. Ia mengernyitkan keningnya."Diamlah! jangan menggodaku!" Shiya terlihat kesal dengan pertanyaan Frans dan berusaha menyembunyikan wajahnya."Bukankah kau juga menjalin hubungan dengan pemilik Baro Corp?" kali ini Frans tak ma
"Tante kira setelah Frans menikah tante gak akan kesepian lagi. hmmm ternyata sama saja." raut wajah nyonya Dimejo terlihat kecewa karena ia sangat berharap menantunya bisa menemaninya dirumah."Biarkan kami menikmati waktu berdua dulu ma. Mama sama papa juga hahaha." Frans terkekeh tanpa berdosa sama sekali."Dasar anak nakal! Oke mama ijinkan kalian tinggal disini. Tapi, setelah kalian punya anak kalian harus tinggal di rumah!" nyonya Dimejo menekankan suaranya. Ia terlihat serius dengan perkataannya."Iyaaa ma, jangan khawatir.""Gimana Shiya? anak nakal ini memperlakukanmu dengan baik kan? kalau dia berani macam-macam bilang sama tante oke! gak usah takut." Nyonya Dimejo menggebu-gebu melontarkan perkataannya. Ia masih saja khawatir kelakuan Frans akan mempersulit Shiya."Aku bukan anak kecil lagi maaaa." Shiya hanya tersenyum memperhatikan perdebatan antara ibu dan anak itu.***Malam harinya setelah kepergi
Karena saat ini wanita pujaannya sudah sah menjadi istri orang lain. Baro menjalani aktifitasnya seperti biasa, ia sudah jarang bertemu dengan Shiya meski hanya untuk sekedar makan siang bersama. Ia menghargai status Shiya sekarang dan lebih memilih untuk menjaga jarak dengannya. Selama Shiya bahagia ia merasa tak keberatan melakukannya. Yang pasti setiap kali Shiya membutuhkan bantuannya, ia akan selalu ada untuknya.Malam itu, kegelapan sudah sangat lekat di bumi yang sedang selimuti gerimis. Hanya terlihat lampu-lampu yang menyala untuk menerangi jalanan kota serta bangunannya. Pemandangan seperti itulah yang terlihat dari kantornya yang terletak di lantai paling atas gedung perusahaannya.Baro menutup laptopnya yang terletak di atas mejanya. Ia beranjak dari kursi kerjanya yang terlihat sangat nyaman itu. Seorang pria terlihat berdiri dengan tegap di sebelah mejanya. Ia segera meraih jas yang terletak di gantungan setelah melihat tuannya berdiri, ia bersiap
Perusahaan miliknya kini sudah memiliki banyak cabang dibawahnya yang tersebar didalam maupun diluar negeri. Bahkan perusahaannya lebih besar dibanding milik Frans. Hal itu tentu saja membuatnya lebih sibuk daripada hidupnya dulu.Tak jarang ia sulit menyisihkan waktu untuk anaknya. Tapi sejauh ini Hans anak yang cukup pengertian. Meski terbilang masih kecil, tapi Hans tidak seperti anak kebanyakan seusianya. Ia lebih dewasa dari umurnya, Baro berhasil mendidiknya menjadi anak yang baik dan cerdas. Tanpa disadari sifatnya mirip dengannya.***Sebulan berlalu, hubungan Shiya dan Frans sudah semakin dekat. Meski Lucy masih sering menemuinya dan Frans masih sama sekali tak bisa menolaknya."Aku akan mengantarmu!" Frans berjalan mendahului Shiya yang hendak keluar."Aku bisa sendiri." Shiya masih berusaha menolaknya."Sudahlah, tempat tujuan kita kan searah?" Frans berusaha menyakinkan."Hmmmh, terserah kau saja!" ka
"Jangan lakukan hal seperti itu lagi lain kali!" Frans mengembalikan botol yang ia sebelumnya ia pegang dengan paksa pada Shiya."Hahahaha." Shiya tertawa puas melihat ekspresi wajah Frans yang kesal."Itu tidak lucu sama sekali!" Frans mengubah posisi duduknya. Ia menyandarkan tubuhnya dan menaikkan kedua tangannya sambil memejamkan kedua matanya.Shiya yang sebelumnya merebahkan tubuhnya, kini duduk menyilakan kakinya menghadap Frans. Ia kemudian melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Frans yang terlihat masih memejamkan mata."Kau tidur?" harusnya tidak mungkin Frans akan tertidur secepat itu pikir Shiya."Ada apa?" Frans memegang tangan Shiya tiba-tiba yang sedari tadi bergerak-gerak didepan wajahnya.Shiya kemudian menghadap ke layar tv setelah Frans melepaskan tangannya. Ia sedang menyusun kata untuk membicarakan masalah tokonya."Frans.""Hmmmmh?" ia masih memejamkan kedua matanya.
Benar saja, Frans mendapati istrinya tengah asyik membaca buku. Shiya terlihat sangat fokus hingga tak menyadari kedatangan Frans."Auuuuuuuuu." Frans berteriak ala serigala tepat ditelinga Shiya yang masih fokus membaca buku yang ada ditangannya."Bundaaaaaaaa!" sontak Shiya menaikkan kedua kakinya ke kursi yang sedang ia duduki. Ia memeluk erat buku harry potter yang tadi ia baca dengan kedua tangannya. Reflek mulutnya berteriak memanggil bundanya."Hahaha." Frans tertawa terbahak-bahak karena berhasil membuat istrinya ketakutan. Ia memegangi perutnya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya menutup mulutnya.Shiya terlihat begitu kesal setelah menyadari perbuatan Frans. Ia kemudian mengambil ancang-ancang untuk melempar buku yang ia pegang kearah Frans yang masih berdiri didepan pintu.BrakkBuku yang Shiya lemparkan berhasil mengenai pintu, sedangkan Frans sudah lebih dulu menghindar. Ia melarikan diri kedalam
"Ayah, bunda. Hari ini aku menginap dirumah saja ya?" Shiya memeluk lengan nyonya Shalim yang tengah sibuk menyiapkan makanan di meja makan."Benarkah? bunda sangat senang. Mau tidur sama bunda? rasanya sudah lama sekali, bunda sangat rindu." nyonya Shalim menghentikan aktifitasnya, ia mengusap kepala Shiya yang menempel dipundak kirinya."Tentu saja bunda." Shiya tersenyum bahagia dan semakin mengeratkan pelukannya pada bundanya.Setelah selesai makan malam, keluarga itu terlihat utuh dan berbincang sangat hangat. Mereka tertawa bersama. Sudah lama sejak Shiya menikah, mereka jarang berkumpul menghabiskan waktu bersama hingga larut."Kalian akan tidur berdua malam ini?" tuan Shalim beranjak dari duduknya. Anak dan istrinya kompak menganggukkan kepala kearahnya.Mereka berdua tidur dikamar Shiya yang sudah lama dibiarkan kosong. Teringat semasa Shiya kecil dan bundanya selalu menemaninya tidur. Nyonya Shalim dan Shiya saling ber
Tuan Shalim dan istrinya terlihat sangat kacau. Keduanya ternyata gagal mencegah kebangkrutan perusahaannya. Uang yang Shiya dapatkan ternyata tak berhasil menyelamatkan perusahaannya.Nyonya Shalim tak henti mengeluarkan tangisnya. Hal yang membuatnya sedih adalah, perjuangan suaminya yang mendirikan perusahaan itu dengan keringat dan darahnya. Ia belum bisa terima harus gagal seperti itu."Sudahlah bund, ayo kita pulang! istirahat." Tuan Shalim mencoba menenangkan istrinya yang sangat sedih itu. Ia memegang kedua bahu istrinya untuk membantunya berdiri. Tuan Shalim membawanya masuk kedalam mobil untuk pulang kerumah.Perjalanan mereka berdua diiringi hujan yang cukup lebat. Air hujan turun bersamaan dengan tangis Nyonya Shalim yang deras. Hati Tuan Shalim pun rasanya hancur, ia yang sibuk mengemudi sesekali menenangkan istrinya yang duduk disebelahnya."Yah, maafkan bunda. Bunda tak bisa bantu apa-apa." Nyonya Shalim terus terisak, membu