Sore harinya setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Tuan Dimejo terlihat keluar dari gedung kantornya menuju mobil mewahnya dengan langkah kaki yang cepat. Rupanya ia harus segera pulang ke rumahnya untuk bersiap-siap dan menjemput istrinya pergi memenuhi undangan jamuan makan malam di rumah temannya.
Membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke rumah dari kantornya. Ia pulang berdua bersama Pak Bhambang, supir pribadinya yang sudah lama bekerja dengannya.
Sesampainya di rumah, ia tidak melihat sosok anaknya. Rupanya memang benar, Frans memang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ia pun segera masuk ke kamarnya untuk menemui istrinya yang sedang bersiap-siap sambil menunggu kepulangan suaminya.
"Tunggu ya, Ma! Papa mandi dan siap-siap sebentar." ujar Tuan Dimejo pada istrinya yang sudah berpakaian rapi sedang berdandan di depan cermin.
"Baiklah, Pa." jawabnya sambil menatap Sang Suami dari pantulan cermin.
Beberapa saat kemudian, sepasang suami istri itu sudah rapi dan siap untuk pergi ke tempat tujuan mereka.
Keduanya pergi dengan menggunakan mobil mewahnya dengan diantarkan oleh supir pribadinya. Hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke tempat tujuan mereka.
Di kediaman keluarga Shalim
Terlihat tiga orang wanita tengah sibuk menyiapkan makanan di dapur dan meja makan. Mereka adalah Nyonya Shalim, Shiya Shalim (Putri tunggal keluarga Shalim) dan Bi Asih (Assistant rumah tangga keluarga Shalim).
Mereka memasak makanan yang agak banyak daripada biasanya karena akan ada tamu yang datang untuk menikmati hidangan makan malam bersama keluarga mereka.
Saat sedang sibuk mempersiapkan hidangan, tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar. Karena melihat semuanya sedang sibuk, Tuan Shalim berinisiatif untuk segera membukakan pintu rumahnya sendiri tanpa meminta tolong Bi Asih.
Tok!
Tok!
Tok!
Ceklek!
Terlihat sepasang suami istri tengah berdiri di depan pintu dengan senyuman yang sangat ramah dari kedua wajah mereka. Tuan Shalim pun menyambut senyuman mereka dan mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumahnya.
Suara kedatangan mereka terdengar hingga ke dapur. Setelah mengetahui tamu ayahnya sudah datang, Shiya segera membuatkan minuman tanpa diperintah karena melihat sang Bunda dan Bibinya sedang sibuk dengan persiapan makan malamnya.
Shiya pun berjalan menuju ruang tamu dengan membawa 3 cangkir teh hangat di atas nampan. Ia kemudian menaruhnya di atas meja. Tak lupa ia juga mempersilahkan Tuan dan Nyonya Dimejo untuk menikmati tehnya selagi masih hangat.
"Om, Tante silahkan teh hangatnya." Shiya mempersilahkan dengan senyuman. Nada suaranya lembut dan sopan.
"Terima kasih, Nak." Nyonya Dimejo tak melepaskan pandangannya dari Shiya. Ia tersenyum melihat gadis cantik dan sopan itu.
"Apakah dia putrimu, Tuan Shalim?" tanya Nyonya Dimejo penasaran.
"Iya betul nyonya, dia putri semata wayang saya." jawabnya sembari tersenyum lebar.
"Shiya, perkenalkan dirimu pada Tuan dan Nyonya Dimejo!" titah Tuan Shalim pada putri semata wayangnya tersebut.
"Baik, Pa. Saya Shiya, Om. Tante." Shiya tersenyum ke arah Tuan dan Nyonya Dimejo sembari mengulurkan tangannya dengan sopan.
"Wah, cantik dan sopan sekali kamu, Nak." Nyonya Dimejo menyambut uluran tangan Shiya dan menggenggamnya cukup lama. Pandangannya terlihat kagum, ia terus menatap wajah cantik Shiya.
Ditengah-tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Nyonya Shalim keluar menghampiri ke ruang tamu berniat untuk mempersilahkan mereka berpindah ke ruang makan.
"Selamat malam, Tuan, Nyonya." sapanya dengan nada ramah sembari menjabat tangan Tuan Dimejo dan memeluk Nyonya Dimejo.
"Makanan sudah siap, mari kita masuk ke ruang makan untuk menikmati masakan saya." ujar Nyonya Shalim sambil terkekeh.
"Baiklah, Jeng." Nyonya Dimejo mengiyakan dan segera menarik tangan Sang Suami. Mereka berjalan mengikuti Nyonya Shalim ke dalam ruang makan.
"Wah, kelihatannya makanannya enak-enak, Jeng." Tatapan Nyonya Dimejo menyapu ke seluruh meja makan. Ia jarang sekali masak di rumah karena semuanya dikerjakan oleh para pelayannya yang begitu banyak di rumah mewahnya.
"Ayo dicicipi, Tuan, Nyonya! Ini saya sendiri yang masak, dibantu Bi asih dan Shiya anak saya." Nyonya Shalim tersenyum tak sabar agar tamunya segera mencicipi hidangannya.
Mereka mulai mengambil makanan untuk dipindahkan ke piring mereka masing-masing. Tuan dan Nyonya Dimejo terlihat mencicipi masakan buatan Nyonya Shalim.
"Emmm, enak sekali, Jeng. Bahkan masakanmu lebih enak dibandingkan dengan masakan pelayan yang ada dirumahku yang kumakan setiap hari." ujarnya jujur.
"Ah, Jeng bisa aja. Sering-seringlah datang kemari agar bisa menikmati masakanku!" jawabnya sembari melebarkan senyumnya.
"Sudah lama sekali kita tidak duduk dalam satu meja seperti ini." ucap Tuan Shalim pada Tuan Dimejo.
"Sepertinya kita terlalu sibuk dengan pekerjaan kita masing-masing. Lain kali sering-seringlah makan bersama seperti ini, rasanya sangat menyenangkan." timpal Tuan Dimejo sambil tersenyum.
Mereka pun melanjutkan makan malam mereka dengan suasana yang hangat dan menyenangkan. Hingga tak terasa malam sudah larut, membuat Tuan Dimejo memutuskan untuk pamit pulang ke rumahnya.
"Terima kasih sudah mau repot-repot datang kerumahku. Sebenarnya kau pasti sangat sibuk kan?" tanya Tuan Shalim.
"Tidak, kalau ada waktu aku akan sangat senang sekali sering berkunjung ke rumahmu. Oh ya, lain kali kau dan keluargamu datanglah kerumahku untuk makan malam!" pinta Tuan Dimejo pada Tuan Shalim.
"Ah, baiklah kalau tidak merepotkanmu."
"Tentu saja tidak, Tuan, Jeng. Makanannya enak sekali. Terima kasih banyak." timpal Nyonya Dimejo sambil memeluk Nyonya Shalim.
"Terima kasih aku senang sekali." ujarnya sambil membalas pelukan Nyonya Dimejo.
"Oh ya cantiknya Tante. Kamu juga harus ikut ya kalau kami mengadakan pertemuan!" pinta Nyonya Dimejo pada Shiya sambil mengusap pipi dan kepala Shiya lembut.
"Baik, Tante." jawabnya sambil mencium punggung tangan Tuan dan Nyonya Dimejo bergantian.
Keluarga Shalim berdiri di depan rumah sembari memperhatikan mobil tamunya yang berlalu dan menghilang dari pandangan mereka.
Dalam mobil diperjalanan pulang
"Pa, apa aneh kalau Mama suka sekali melihat putri Tuan Shalim yang cantik dan sopan tadi?" tuturnya pada Sang Suami.
"Tentu tidak, Ma. Anak itu memang cantik dan sopan."
"Andai saja dia bisa jadi menantu Mama. Tapi sayang, Frans malah menyukai gadis tidak tau diri itu. Hmph." Ia bergumam sambil membuang napas kasar.
"Kita bisa kenalkan mereka pelan-pelan Ma. Jika Mama mau Shiya jadi menantu Mama, kita bisa berusaha mengambil hati Frans dari gadis itu." ucap Tuan Dimejo menenangkan sang istri. Sebenarnya dia juga berharap anaknya bisa ia nikahkan dengan anak temannya itu.
Mereka tiba di rumah sudah sangat larut. Terlihat pula mobil anaknya sudah terparkir di halaman rumah.
"Frans sudah pulang rupanya." Tuan Dimejo bergumam sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam rumahnya diiringi oleh istrinya.
Di meja makan, Frans terlihat sedang menikmati beberapa cemilan setelah menghabiskan makan malamnya seorang diri.
"Kau sudah pulang, Nak? Maaf Papa dan Mama tak bisa menemanimu makan malam. Kau baik-baik saja kan sayang?" tanya Nyonya Dimejo sembari mendudukan tubuhnya di kursi yang ada di depan anaknya.
"Aku sudah dewasa, Ma. Hanya makan sendiri seperti ini bukan masalah besar lagi buatku. Bagaimana makan malamnya?" tukasnya sambil mengunyah makanan dalam mulutnya.
"Emmm itu, teman ayahmu pandai memasak. Kapan-kapan kau harus ikut kami makan malam bersama keluarga mereka. Mama akan memperkenalkanmu padaa...." Nyonya Dimejo tiba-tiba menghentikan perkataannya.
"Pada siapa, Ma?" tanya Frans penasaran. "Ah sudahlah lupakan. Selesaikan makanmu dan istirahatlah! Mama kembali ke kamar dulu ya, Nak." ucap Nyonya Dimejo sembari beranjak berdiri dari tempat duduknya. Ia sebenarnya ingin mengutarakan keinginannya untuk mengenalkan Frans pada Shiya anak teman suaminya itu. Namun, ia khawatir akan memancing perdebatan antara mereka yang sering sekali terjadi. Lagipula waktu sudah sangat larut dan mereka juga sedang dalam kondisi yang lelah. Frans pun hanya menganggukan kepalanya, kemudian melanjutkan makannya tanpa ambil pusing perkataan mamanya tadi. Setelah selesai menghabiskan semua makanannya, ia beranjak berdiri dan berlalu meninggalkan meja makan menuju kamarnya yang berada di lantai 2. ***Pagi harinya keluarga Dimejo terlihat sedang sarapan bersama di meja makan yang cukup besar dengan anggota yang lengkap, tidak seperti malam sebelumnya yang hanya diisi oleh Frans Sang Anak seorang diri. "Apa hari
"Shi-Shiya, anu Tante..." Shiya yang tengah menundukkan kepala tiba-tiba terkejut dengan pertanyaan Nyonya Dimejo yang sama sekali tak ia sangka. Ia mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Nyonya Dimejo dengan terbata kemudian menatap ke arah bundanya. "Silahkan makanannya Nyonya. Jika ada lagi yang anda butuhkan, anda bisa memanggil saya." Belum sempat menyelesaikan jawabannya, tiba-tiba seorang pelayan datang membawakan makanan yang telah mereka pesan membuyarkan perbincangan antara Nyonya Dimejo dan Shiya. "Baik terima kasih." sahutnya bersamaan. "Jadi, Cantik. Apa kamu sudah mempunyai kekasih?" tanya Nyonya Dimejo mengulangi karena belum mendapat jawaban dari Shiya. "Anak ini sibuk membantuku sehingga tak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu." tutur Nyonya Shalim. "Ah, kau sungguh anak yang berbakti. Tante sangat menyukaimu, Nak." ucap Nyonya Dimejo sambil tersenyum ke arah Shiya. Shiya hanya terdiam malu seraya membal
Nyonya Dimejo terlihat keluar dari ruangannya membuat Frans mengurungkan niatnya untuk menjawab panggilan telepon dari kekasihnya. "Siapa yang menelponmu? Kenapa tidak kau jawab?" tanyanya penuh selidik. "Ah bukan siapa-siapa, Ma. Ayo kita pulang!" ujarnya mengalihkan topik pembicaraan sembari menggandeng tangan sang mama menuju mobilnya. Frans memarkirkan mobil mewahnya di parkiran vvip yang terletak di depan Lobby utama LULA CITY MALL. Sesampainya di tempat parkir, keduanya segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya. "Mama sudah memberi kabar pada papa dan sopir kalau pulang bersamaku?" tanya Frans memecah keheningan. "Sudah, kau tenang saja. Bisakah kau mengantarku ke suatu tempat sebelum kembali ke rumah?" pintanya dengan penuh penekanan. "Kemana, Ma?" tanyanya ingin tahu. "Nanti akan Mama beritahu saat kita sampai, tempatnya searah dengan arah menuju rumah kita." ucapnya. "Baiklah" Frans kembali fokus menge
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya yang tadi sempat tertunda sebentar karena kunjungannya ke toko Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat tersenyum senang memperhatikan parfume-parfume yang ia bawa sambil menyelipkan beberapa obrolan kepada Frans. "Mama suka sekali dengan aroma parfume ini, kemasannya juga sangat cantik." Ia tersenyum senang sambil memandangi kantung yang ia bawa. Frans hanya terdiam dan tersenyum ke arah mamanya seraya sibuk mengemudikan mobilnya. "Apa yang kau bicarakan dengan Shiya tadi?" tanyanya tiba-tiba. "Tidak ada, Ma. Aku hanya bertanya tentang parfume yang ia jual saja." Frans tak berani memberitahu mamanya jika ia membeli parfume untuk Lucy. "Ah, begitu rupanya. Apakah Shiya cantik menurutmu?" tanya nyonya Dimejo pada Frans. "Kenapa mama menanyakannya padaku?" Frans menoleh ke arah mamanya heran. "Mama hanya ingin tahu pendapatmu, karena menurut Mama dia sangat cantik." "Bukankah semua perempu
Frans masih tak bergeming dari posisinya semula. Ia menatap wanita itu menutup pintu rumahnya. Pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Ia samasekali tak menyangka jika bentuk kasih sayangnya pada kekasihnya menyebabkan dampak buruk yang tidak dia sadari. Ia merasa semua yang telah dilakukannya sudah benar. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan kembali masuk ke dalam mobilnya untuk segera pulang ke rumah. "Ternyata semua salahku. Aku yang keras kepala, tidak mau mendengarkan nasihat orangtuaku, aaaarrrghhh!" Ia mengeraskan rahangnya sambil mengumpat dan memukul kemudi mobilnya dengan keras. Sepanjang perjalanan ke rumahnya ia hanya menyalahkan dirinya sendiri. ***Pagi harinya setelah selesai sarapan, Nyonya Dimejo memberi pesan pada para pelayannya untuk menyiapkan makan malam lebih banyak dari biasanya karena akan ada tamu yang datang. Para pelayan pun mengangguk paham dengan pesan majikannya, selesai memberi pesan ia sege
Setelah kepulangan keluarga Shalim, Frans masih bersi keras protes dengan rencana orang tuanya. Ia memang keras kepala, tapi sebenarnya Frans adalah anak yang berbakti dan sayang pada orang tuanya. Dari kecil hingga saat ini hanya satu hal yang membuat orang tuanya kecewa, yaitu hubungannya dengan Lucy. Itu pun masih sebatas pacaran dan belum berani menikah. Pikirannya sangat kacau karena sampai sekarang tidak juga mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Bahkan ibu Lucy ternyata juga tak menyetujui hubungan mereka. "Papa dan Mama tidak memberikanmu waktu terlalu lama untuk menyetujui keputusan kami!" ucap Tuan Dimejo tegas. "Bagaimana bisa kalian melakukan ini padaku? Bagaimana dengan hubunganku dan Lucy? Aku tak bisa meninggalkannya Pa, Ma. Bukankah selama ini Frans sudah menuruti semua kemauan kalian? Tolong kabulkanlah permintaan Frans yang satu ini." Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk salam namaste di depan orang tuanya. "Bukankah kau sud
Sesampainya di toko, Shiya disambut oleh beberapa karyawannya yang sudah bersiap dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bangunan toko yang lebih kecil dari toko pusat milik bundanya itu berhasil Shiya desain menjadi bangunan yang sangat menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya. Dari awal didirikannya, bundanya mempercayakan segalanya pada Shiya. Dari konsep bangunannya hingga konsep racikan parfume yang juga dipakai di toko pusat karena peminatnya semakin banyak. Tidak setiap hari Shiya mendatangi toko cabang tersebut, ia lebih memilih sering menghabiskan waktu di toko pusat bersama bundanya karena tak tega membiarkan bundanya menangani pelanggan sendirian. ***The Treville Lounge and Kitchen Hari ini Frans dan Baro kembali bertemu di sebuah Lounge yang cukup mewah dan nyaman untuk membahas kerja sama bisnis mereka. Karena kerja sama yang akan mereka jalankan bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, membuat kedua pria itu hampir setiap
Setelah kepergian Baro dan Shiya, Frans masih duduk disamping kekasihnya. Ia melanjutkan makannya."Sayang ada yang ingin kukatakan padamu." Frans menatap kearah Lucy ragu-ragu. Ia bermaksud ingin mengutarakan rencana pernikahannya dengan Shiya pada Lucy."Ada apa sayang? katakanlah!" Lucy menyahuti sambil tersenyum kearah Frans seakan kekasihnya itu akan mengatakan hal yang membuatnya gembira."Sebelumnya aku minta maaf padamu, tapi sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubungan kita." raut wajah Frans berubah menjadi lemah tak berdaya. Ia nyaris tak mampu menatap mata Lucy."Ahh kenapa kau tiba-tiba bercanda sayang?" Lucy menelan minuman yang ia pegang ditangannya, ia tertawa lebar kearah Frans. Ia masih tak ambil serius perkataan kekasihnya itu."Aku mengatakan hal yang sebenarnya." raut wajahnya berubah sangat serius.Lucy yang tadinya tertawa tiba-tiba menghentikan tawanya dan menatap tajam kearah Frans. Ia masih tak mengerti dengan apa y