Dalam perjalanan pulang ke rumahnya yang tadi sempat tertunda sebentar karena kunjungannya ke toko Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat tersenyum senang memperhatikan parfume-parfume yang ia bawa sambil menyelipkan beberapa obrolan kepada Frans.
"Mama suka sekali dengan aroma parfume ini, kemasannya juga sangat cantik." Ia tersenyum senang sambil memandangi kantung yang ia bawa.
Frans hanya terdiam dan tersenyum ke arah mamanya seraya sibuk mengemudikan mobilnya.
"Apa yang kau bicarakan dengan Shiya tadi?" tanyanya tiba-tiba.
"Tidak ada, Ma. Aku hanya bertanya tentang parfume yang ia jual saja." Frans tak berani memberitahu mamanya jika ia membeli parfume untuk Lucy.
"Ah, begitu rupanya. Apakah Shiya cantik menurutmu?" tanya nyonya Dimejo pada Frans.
"Kenapa mama menanyakannya padaku?" Frans menoleh ke arah mamanya heran.
"Mama hanya ingin tahu pendapatmu, karena menurut Mama dia sangat cantik."
"Bukankah semua perempuan itu cantik, Ma? Jika aku bilang tampan, harusnya dia seorang pria kan? Hahaha." jawabnya diikuti tawanya yang lebar.
Sesampainya di rumah, para pelayan terlihat sibuk mempersiapkan makan malam untuk para majikannya. Frans dan nyonya Dimejo segera masuk ke kamar mereka masing-masing untuk membersihkan diri.
Ceklek...
Saat membuka pintu kamarnya, Tuan Dimejo sudah duduk di tepi ranjang sambil membaca buku.
"Darimana saja, Ma? Kenapa pulang terlambat?" tanya Tuan Dimejo tiba-tiba.
"Mama tadi mampir ke toko Nyonya Shalim, Pa. Lihatlah! Parfume ini diracik sendiri oleh Shiya." Nyonya Dimejo mendudukkan dirinya di samping suaminya sambil menunjukkan kantung berisi parfume yang ia bawa di tangannya.
"Jadi Frans dan Shiya sudah saling bertemu, Ma?" tanyanya.
"Iya, Pa. Besok bisakah kita mengundang mereka makan malam, Pa?" tanya Nyonya Dimejo antusias.
"Tentu saja, tapi kita harus pastikan dulu kalau besok Frans tidak pulang larut malam."
Nyonya Dimejo mengiyakan ucapan suaminya. Ia tersenyum kemudian berlalu pergi ke kamar mandi.
***
Di ruang makanNyonya Dimejo dan Tuan Dimejo terlihat sudah duduk di kursi mereka masing-masing untuk makan malam bersama, mereka masih menunggu Frans.
Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki yang menuruni tangga. Seketika membuat pandangan Nyonya dan Tuan Dimejo tertuju ke arah sumber suara tersebut.
"Kau mau kemana, Nak? Kenapa berpakaian rapi?" tanya Nyonya Dimejo pada Frans yang terlihat berjalan menghampirinya.
"Frans harus keluar sebentar Ma, Pa." Ia menyambar potongan buah yang ada di meja dan memasukannya ke dalam mulut seraya mencium pipi mamanya.
"Apa besok kau akan pulang larut, Nak?" tanya Tuan Dimejo pada Frans.
"Tidak, Pa. Besok Frans akan pulang lebih awal." ucapnya sembari mencium punggung tangan papanya dan berlalu pergi keluar dari rumahnya.
"Dasar bocah! Kita sudah menunggunya untuk makan malam malah pergi keluar. Pasti dia pergi menemui gadis tidak tahu diri itu." ucap Nyonya Dimejo geram.
"Sudahlah, Ma. Ayo kita makan! Yang penting besok malam dia tidak pulang larut." Tuan Dimejo melanjutkan makannya dengan tenang.
"Sebaiknya papa menghubungi Tuan Shalim untuk mengundangnya besok malam, mama juga akan memberitahu Nyonya Shalim!" tukasnya.
"Baiklah, Ma." Tuan Dimejo mengangguk pelan dan melanjutkan makan malamnya.
***
The Lazula BarSeorang wanita cantik terlihat duduk di meja yang terletak di dekat kaca seorang diri, menikmati red wine dalam gelasnya sembari melihat indahnya pemandangan malam di luar kaca tersebut.
Tak lama kemudian, seorang pria tampan berjalan menghampirinya dan mencium pipinya dari belakang.
"Maaf membuatmu menunggu lama, Sayang." Frans menyodorkan paper bag kepadanya.
"Apa ini parfume yang kau tunjukkan tadi?" tanyanya ingin tahu, ia segera membuka isi paper bag itu.
"Iya, Sayang. Kuharap kau suka." Ia tersenyum lalu mengusap lembut puncak kepala kekasihnya.
"Emmm, harum. Aku suka aromanya." Ia membuka tutup botol parfume tersebut dan menghirup aromanya.
"Baguslah kalau kau suka." ucap Frans lega.
"Akhir-akhir ini kau sangat sibuk? Hampir tak ada waktu untukku." Lucy mengerucutkan kedua ujung bibirnya.
"Maafkan aku, banyak proyek yang harus aku tangani. Sebenarnya aku sangat merindukanmu." Frans menggenggam tangan Lucy dengan kedua tangannya. Ia menatap wajah Lucy tanpa berkedip.
"Aku mengerti. Asal kau selalu memberikan semua yang ku mau maka aku tak akan merasa kesepian, Sayang." ucapnya dengan nada yang manja.
"Apa selama ini aku tidak memberikan apa yang kau mau? Bahkan aku selalu memberi semua yang tak kau minta sekalipun." Frans melepas tangan Lucy perlahan.
Entah kenapa, malam itu ia merasa sedikit bimbang. Ia mengingat perjalanan percintaannya bersama Lucy yang sudah berjalan sangat lama. Namun, ia juga membenarkan semua perkataan orang tuanya tentang Lucy yang selalu menuntut materi padanya.
Hati Frans sudah terlanjur jatuh terlalu dalam pada gadis itu, sehingga ia menepis semua nasihat orang tuanya dan tetap menjalin hubungan dengan Lucy walau tanpa restu dari kedua orang tuanya.
Setelah cukup lama menghabiskan waktu berdua, Frans beranjak berdiri mengajak Lucy untuk pulang. Mengingat paginya ada pekerjaan yang harus ia kerjakan.
"Sayang ayo kuantar kau pulang!" ajaknya, ia beranjak berdiri dan mengulurkan tangannya hendak menggenggam tangan kekasihnya.
"Apa kau tak rindu padaku? Kau terlihat seperti tak ingin menghabiskan malam bersamaku." Lucy menundukkan kepalanya menampakkan wajah memelas pada Frans. Namun, tak membuat Frans mengurungkan niatnya untuk tetap tinggal.
Akhirnya Lucy terpaksa berdiri dan mengikuti Frans dari belakang seraya memegang lengan Frans menuju mobilnya.
Setelah masuk ke dalam mobil, Frans segera melajukan mobilnya menuju rumah Lucy. Ekspresi wajah Lucy terlihat tidak begitu senang karena sebenarnya ia masih ingin menghabiskan malamnya bersama Frans.
Tak lama kemudian, mobil mewah Frans terhenti di depan sebuah rumah kecil. Ia melihat seorang wanita paruh baya berdiri di depan rumah tersebut seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. Wanita itu tak lain adalah ibu Lucy.
Frans yang tadinya berniat untuk langsung pulang tanpa turun dari mobilnya, kini ia urungkan tatkala melihat ibu Lucy tengah berdiri di depan rumah.
Dengan segera, ia membuka pintu mobilnya dan turun menghampiri wanita paruh baya itu.
"Masuklah Lucy! Ibu ingin bicara dengan Frans sebentar." ucapannya membuat langkah kaki Lucy tak terhenti dan langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa sempat berkata apapun pada kekasihnya.
"Tante." Frans tersenyum, ia mencium punggung tangan ibu Lucy.
"Aku ingin bicara padamu sebentar."
"Baik tante "
"Apa kau benar-benar mencintai putriku?"
"Tentu saja tante."
"Kalau kau benar-benar mencintainya, tolong jauhilah dia! Kau memberikan dia segalanya hingga membuatnya tak mau bekerja." ia berkata dengan sangat tegas.
"Maafkan Frans tante." Frans terkejut mendengar ucapannya. Ia tak menyangka wanita itu akan mengatakan hal semacam itu.
"Orang kaya sepertimu tak akan mengerti dengan kehidupan orang miskin seperti kami. Aku membesarkan putriku agar menjadi orang yang mandiri dan berguna. Tapi semenjak dia mengenal kau, Lucy benar-benar hilang kendali." Kedua mata wanita itu terlihat berkaca-kaca meratapi kesedihannya akan kelakuan putrinya.
"Frans tidak tau jika dampaknya akan seperti ini tante, selama ini Frans mengenal Lucy adalah gadis yang baik." Frans meminta maaf, ia mengatupkan kedua tangannya.
"Sudahlah pergilah! Aku hanya ingin mengatakan itu saja." Wanita itu berlalu masuk ke dalam rumahnya, ia mengusap air mata yang mengalir di pipinya yang sudah terlihat keriput.
Frans masih tak bergeming dari posisinya semula. Ia menatap wanita itu menutup pintu rumahnya. Pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Ia samasekali tak menyangka jika bentuk kasih sayangnya pada kekasihnya menyebabkan dampak buruk yang tidak dia sadari. Ia merasa semua yang telah dilakukannya sudah benar. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan kembali masuk ke dalam mobilnya untuk segera pulang ke rumah. "Ternyata semua salahku. Aku yang keras kepala, tidak mau mendengarkan nasihat orangtuaku, aaaarrrghhh!" Ia mengeraskan rahangnya sambil mengumpat dan memukul kemudi mobilnya dengan keras. Sepanjang perjalanan ke rumahnya ia hanya menyalahkan dirinya sendiri. ***Pagi harinya setelah selesai sarapan, Nyonya Dimejo memberi pesan pada para pelayannya untuk menyiapkan makan malam lebih banyak dari biasanya karena akan ada tamu yang datang. Para pelayan pun mengangguk paham dengan pesan majikannya, selesai memberi pesan ia sege
Setelah kepulangan keluarga Shalim, Frans masih bersi keras protes dengan rencana orang tuanya. Ia memang keras kepala, tapi sebenarnya Frans adalah anak yang berbakti dan sayang pada orang tuanya. Dari kecil hingga saat ini hanya satu hal yang membuat orang tuanya kecewa, yaitu hubungannya dengan Lucy. Itu pun masih sebatas pacaran dan belum berani menikah. Pikirannya sangat kacau karena sampai sekarang tidak juga mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Bahkan ibu Lucy ternyata juga tak menyetujui hubungan mereka. "Papa dan Mama tidak memberikanmu waktu terlalu lama untuk menyetujui keputusan kami!" ucap Tuan Dimejo tegas. "Bagaimana bisa kalian melakukan ini padaku? Bagaimana dengan hubunganku dan Lucy? Aku tak bisa meninggalkannya Pa, Ma. Bukankah selama ini Frans sudah menuruti semua kemauan kalian? Tolong kabulkanlah permintaan Frans yang satu ini." Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk salam namaste di depan orang tuanya. "Bukankah kau sud
Sesampainya di toko, Shiya disambut oleh beberapa karyawannya yang sudah bersiap dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bangunan toko yang lebih kecil dari toko pusat milik bundanya itu berhasil Shiya desain menjadi bangunan yang sangat menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya. Dari awal didirikannya, bundanya mempercayakan segalanya pada Shiya. Dari konsep bangunannya hingga konsep racikan parfume yang juga dipakai di toko pusat karena peminatnya semakin banyak. Tidak setiap hari Shiya mendatangi toko cabang tersebut, ia lebih memilih sering menghabiskan waktu di toko pusat bersama bundanya karena tak tega membiarkan bundanya menangani pelanggan sendirian. ***The Treville Lounge and Kitchen Hari ini Frans dan Baro kembali bertemu di sebuah Lounge yang cukup mewah dan nyaman untuk membahas kerja sama bisnis mereka. Karena kerja sama yang akan mereka jalankan bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, membuat kedua pria itu hampir setiap
Setelah kepergian Baro dan Shiya, Frans masih duduk disamping kekasihnya. Ia melanjutkan makannya."Sayang ada yang ingin kukatakan padamu." Frans menatap kearah Lucy ragu-ragu. Ia bermaksud ingin mengutarakan rencana pernikahannya dengan Shiya pada Lucy."Ada apa sayang? katakanlah!" Lucy menyahuti sambil tersenyum kearah Frans seakan kekasihnya itu akan mengatakan hal yang membuatnya gembira."Sebelumnya aku minta maaf padamu, tapi sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubungan kita." raut wajah Frans berubah menjadi lemah tak berdaya. Ia nyaris tak mampu menatap mata Lucy."Ahh kenapa kau tiba-tiba bercanda sayang?" Lucy menelan minuman yang ia pegang ditangannya, ia tertawa lebar kearah Frans. Ia masih tak ambil serius perkataan kekasihnya itu."Aku mengatakan hal yang sebenarnya." raut wajahnya berubah sangat serius.Lucy yang tadinya tertawa tiba-tiba menghentikan tawanya dan menatap tajam kearah Frans. Ia masih tak mengerti dengan apa y
"Kita sama - sama tidak ingin mengecewakan orang tua kita, jadi bekerja samalah!" Frans berusaha keras agar perkataannya didengar oleh Shiya."Hmmm baiklah terserah kau saja." Shiya berlalu pergi meninggalkan Frans yang masih duduk begitu saja.***"Hey cantik!" suara itu membuyarkan lamunan Shiya. Shiya tengah berdiri melamun di tokonya hingga membuatnya tak menyadari kedatangan Baro. Sebelumnya Baro sudah memberitahunya bahwa dirinya akan menemui Shiya di tokonya. Namun, tetap saja hal itu tidak membuat Shiya tidak terkejut dibuatnya."Baro? kau mengagetkanku." Shiya memejamkan matanya, kedua tangannya reflek memegang dada."Kenapa kau melamun? sedang memikirkan apa? ku harap kau memikirkanku hahaha." perkataan Baro berhasil membuat Shiya tersenyum."Apa yang membawamu kemari?""Aku merindukanmu Shiya.""Rindu?" Shiya mengernyitkan kening heran."Iya, ayo temani aku sebentar!" Baro menarik tangan Shiya begitu saja dan me
Shiya terlihat cantik bak putri dengan gaun indah yang terbalut ditubuhnya. Ia memperhatikan dirinya didepan cermin dan tersenyum menyadari kecantikannya. Namun, dalam hatinya ia sangat kecewa lantaran kecantikannya ia berikan pada orang yang menurutnya tidak tepat.CeklekIa mengalihkan pandangannya kearah pintu dan terlihat seorang pria tampan berjalan menghampirinya. Baro membawakan bucket bunga untuk Shiya."Ka-kau cantik sekali." Baro menatap Shiya dengan sangat kagum karena melihat kecantikannya hingga membuat matanya tak berkedip."Kau pun terlihat sangat tampan. Aku pandai memilihkan pakaian untukmu kan?" Shiya melemparkan senyum manisnya."Apa gunanya ketampananku jika kau tak bisa jadi istriku?" Baro masih sempat melemparkan candaan pada Shiya yang sebentar lagi akan melaksanakan pernikahan dengan pria lain.Tap tap"Ahh ada pengunjung rupanya?" Frans sudah terlihat rapi menggunakan setelan pernikahannya. Ia melemparkan seny
Shiya mengikuti langkah kaki Baro menuju restaurant. Tak sengaja ia berpapasan dengan Frans dan Lucy yang juga sedang sarapan. Frans menatap kearah Shiya dan Baro. Namun, mereka berdua sama sekali tak mempedulikannya. Shiya sangat lelah hingga tak punya tenaga untuk memperhatikan suaminya dan kekasihnya.Shiya dan Baro sibuk dengan sarapan mereka. Dua pasangan itu terlihat seperti orang asing karena tak menyapa satu sama lain walaupun berada di tempat yang sama."Aku sudah memesankan kamar untukmu, jika sarapanmu sudah selesai pergilah ke kamar! kau pasti lelah." Baro terlihat khawatir pada Shiya padahal dirinya sendiri juga lelah dan masih harus bekerja. Tapi dia tak mempedulikan dirinya dan lebih mengutamakan keadaan Shiya."Baiklah, kau tak perlu khawatir." Shiya mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya."Ada lagi yang kau butuhkan? setelah ini aku harus kembali bekerja." Baro masih ingin memastikan keadaan Shiya."Tidak terima kasih, kuharap k
"Katakan padaku apa yang kau inginkan? Bagaimana kau bisa masuk?" Shiya melemparkan pertanyaan pada Frans, ia sangat heran kenapa tiba-tiba suaminya bisa masuk kedalam kamarnya. Ia masih ingat dengan jelas bahwa pintunya sudah terkunci."Pergilah mandi! Aku perlu bicara padamu setelah kau mandi." Shiya mengibaskan selimut dengan sangat kasar sebelum masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Frans. Ia sangat kesal hanya dengan melihat Frans."Matanya bengkak. Apakah dia menangis semalam?" Frans bergumam dan menatap punggung Shiya yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi tanpa berkedip."Mataku sakit melihat pemandangan buruk di restaurant kemarin!" Shiya sangat kesal mendengar perkataan Frans.Brakkk!Shiya menutup pintu kamar mandi dengan sangat keras. Rupanya ia mendengar suara Frans yang bergumam. Frans membulatkan kedua matanya menyadari perkataan Shiya."Bodoh!" ia menepukkan tangannya ke jidat menyadari kebodohannya