Share

The Lazula

Dalam perjalanan pulang ke rumahnya yang tadi sempat tertunda sebentar karena kunjungannya ke toko Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat tersenyum senang memperhatikan parfume-parfume yang ia bawa sambil menyelipkan beberapa obrolan kepada Frans.

"Mama suka sekali dengan aroma parfume ini, kemasannya juga sangat cantik." Ia tersenyum senang sambil memandangi kantung yang ia bawa.

Frans hanya terdiam dan tersenyum ke arah mamanya seraya sibuk mengemudikan mobilnya.

"Apa yang kau bicarakan dengan Shiya tadi?" tanyanya tiba-tiba.

"Tidak ada, Ma. Aku hanya bertanya tentang parfume yang ia jual saja." Frans tak berani memberitahu mamanya jika ia membeli parfume untuk Lucy.

"Ah, begitu rupanya. Apakah Shiya cantik menurutmu?" tanya nyonya Dimejo pada Frans.

"Kenapa mama menanyakannya padaku?" Frans menoleh ke arah mamanya heran.

"Mama hanya ingin tahu pendapatmu, karena menurut Mama dia sangat cantik."

"Bukankah semua perempuan itu cantik, Ma? Jika aku bilang tampan, harusnya dia seorang pria kan? Hahaha." jawabnya diikuti tawanya yang lebar.

Sesampainya di rumah, para pelayan terlihat sibuk mempersiapkan makan malam untuk para majikannya. Frans dan nyonya Dimejo segera masuk ke kamar mereka masing-masing untuk membersihkan diri.

Ceklek...

Saat membuka pintu kamarnya, Tuan Dimejo sudah duduk di tepi ranjang sambil membaca buku.

"Darimana saja, Ma? Kenapa pulang terlambat?" tanya Tuan Dimejo tiba-tiba.

"Mama tadi mampir ke toko Nyonya Shalim, Pa. Lihatlah! Parfume ini diracik sendiri oleh Shiya." Nyonya Dimejo mendudukkan dirinya di samping suaminya sambil menunjukkan kantung berisi parfume yang ia bawa di tangannya.

"Jadi Frans dan Shiya sudah saling bertemu, Ma?" tanyanya.

"Iya, Pa. Besok bisakah kita mengundang mereka makan malam, Pa?" tanya Nyonya Dimejo antusias.

"Tentu saja, tapi kita harus pastikan dulu kalau besok Frans tidak pulang larut malam."

Nyonya Dimejo mengiyakan ucapan suaminya. Ia tersenyum kemudian berlalu pergi ke kamar mandi.

***

Di ruang makan

Nyonya Dimejo dan Tuan Dimejo terlihat sudah duduk di kursi mereka masing-masing untuk makan malam bersama, mereka masih menunggu Frans.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki yang menuruni tangga. Seketika membuat pandangan Nyonya dan Tuan Dimejo tertuju ke arah sumber suara tersebut.

"Kau mau kemana, Nak? Kenapa berpakaian rapi?" tanya Nyonya Dimejo pada Frans yang terlihat berjalan menghampirinya.

"Frans harus keluar sebentar Ma, Pa." Ia menyambar potongan buah yang ada di meja dan memasukannya ke dalam mulut seraya mencium pipi mamanya.

"Apa besok kau akan pulang larut, Nak?" tanya Tuan Dimejo pada Frans.

"Tidak, Pa. Besok Frans akan pulang lebih awal." ucapnya sembari mencium punggung tangan papanya dan berlalu pergi keluar dari rumahnya.

"Dasar bocah! Kita sudah menunggunya untuk makan malam malah pergi keluar. Pasti dia pergi menemui gadis tidak tahu diri itu." ucap Nyonya Dimejo geram.

"Sudahlah, Ma. Ayo kita makan! Yang penting besok malam dia tidak pulang larut." Tuan Dimejo melanjutkan makannya dengan tenang.

"Sebaiknya papa menghubungi Tuan Shalim untuk mengundangnya besok malam, mama juga akan memberitahu Nyonya Shalim!" tukasnya.

"Baiklah, Ma." Tuan Dimejo mengangguk pelan dan melanjutkan makan malamnya.

***

The Lazula Bar

Seorang wanita cantik terlihat duduk di meja yang terletak di dekat kaca seorang diri, menikmati red wine dalam gelasnya sembari melihat indahnya pemandangan malam di luar kaca tersebut.

Tak lama kemudian, seorang pria tampan berjalan menghampirinya dan mencium pipinya dari belakang.

"Maaf membuatmu menunggu lama, Sayang." Frans menyodorkan paper bag kepadanya.

"Apa ini parfume yang kau tunjukkan tadi?" tanyanya ingin tahu, ia segera membuka isi paper bag itu.

"Iya, Sayang. Kuharap kau suka." Ia tersenyum lalu mengusap lembut puncak kepala kekasihnya.

"Emmm, harum. Aku suka aromanya." Ia membuka tutup botol parfume tersebut dan menghirup aromanya.

"Baguslah kalau kau suka." ucap Frans lega.

"Akhir-akhir ini kau sangat sibuk? Hampir tak ada waktu untukku." Lucy mengerucutkan kedua ujung bibirnya.

"Maafkan aku, banyak proyek yang harus aku tangani. Sebenarnya aku sangat merindukanmu." Frans menggenggam tangan Lucy dengan kedua tangannya. Ia menatap wajah Lucy tanpa berkedip.

"Aku mengerti. Asal kau selalu memberikan semua yang ku mau maka aku tak akan merasa kesepian, Sayang." ucapnya dengan nada yang manja.

"Apa selama ini aku tidak memberikan apa yang kau mau? Bahkan aku selalu memberi semua yang tak kau minta sekalipun." Frans melepas tangan Lucy perlahan.

Entah kenapa, malam itu ia merasa sedikit bimbang. Ia mengingat perjalanan percintaannya bersama Lucy yang sudah berjalan sangat lama. Namun, ia juga membenarkan semua perkataan orang tuanya tentang Lucy yang selalu menuntut materi padanya.

Hati Frans sudah terlanjur jatuh terlalu dalam pada gadis itu, sehingga ia menepis semua nasihat orang tuanya dan tetap menjalin hubungan dengan Lucy walau tanpa restu dari kedua orang tuanya.

Setelah cukup lama menghabiskan waktu berdua, Frans beranjak berdiri mengajak Lucy untuk pulang. Mengingat paginya ada pekerjaan yang harus ia kerjakan.

"Sayang ayo kuantar kau pulang!" ajaknya, ia beranjak berdiri dan mengulurkan tangannya hendak menggenggam tangan kekasihnya.

"Apa kau tak rindu padaku? Kau terlihat seperti tak ingin menghabiskan malam bersamaku." Lucy menundukkan kepalanya menampakkan wajah memelas pada Frans. Namun, tak membuat Frans mengurungkan niatnya untuk tetap tinggal.

Akhirnya Lucy terpaksa berdiri dan mengikuti Frans dari belakang seraya memegang lengan Frans menuju mobilnya.

Setelah masuk ke dalam mobil, Frans segera melajukan mobilnya menuju rumah Lucy. Ekspresi wajah Lucy terlihat tidak begitu senang karena sebenarnya ia masih ingin menghabiskan malamnya bersama Frans.

Tak lama kemudian, mobil mewah Frans terhenti di depan sebuah rumah kecil. Ia melihat seorang wanita paruh baya berdiri di depan rumah tersebut seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. Wanita itu tak lain adalah ibu Lucy.

Frans yang tadinya berniat untuk langsung pulang tanpa turun dari mobilnya, kini ia urungkan tatkala melihat ibu Lucy tengah berdiri di depan rumah.

Dengan segera, ia membuka pintu mobilnya dan turun menghampiri wanita paruh baya itu.

"Masuklah Lucy! Ibu ingin bicara dengan Frans sebentar." ucapannya membuat langkah kaki Lucy tak terhenti dan langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa sempat berkata apapun pada kekasihnya.

"Tante." Frans tersenyum, ia mencium punggung tangan ibu Lucy.

"Aku ingin bicara padamu sebentar."

"Baik tante "

"Apa kau benar-benar mencintai putriku?"

"Tentu saja tante."

"Kalau kau benar-benar mencintainya, tolong jauhilah dia! Kau memberikan dia segalanya hingga membuatnya tak mau bekerja." ia berkata dengan sangat tegas.

"Maafkan Frans tante." Frans terkejut mendengar ucapannya. Ia tak menyangka wanita itu akan mengatakan hal semacam itu.

"Orang kaya sepertimu tak akan mengerti dengan kehidupan orang miskin seperti kami. Aku membesarkan putriku agar menjadi orang yang mandiri dan berguna. Tapi semenjak dia mengenal kau, Lucy benar-benar hilang kendali." Kedua mata wanita itu terlihat berkaca-kaca meratapi kesedihannya akan kelakuan putrinya.

"Frans tidak tau jika dampaknya akan seperti ini tante, selama ini Frans mengenal Lucy adalah gadis yang baik." Frans meminta maaf, ia mengatupkan kedua tangannya.

"Sudahlah pergilah! Aku hanya ingin mengatakan itu saja." Wanita itu berlalu masuk ke dalam rumahnya, ia mengusap air mata yang mengalir di pipinya yang sudah terlihat keriput.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status