Share

Leona

"Maaf Kakak, kalau sudah mengganggu waktunya. Biasa, dia memang suka mengganggu orang-orang! Itu adalah hobinya, Kak!" celetuk Chivas pada wanita matang tersebut. 

Tanda tanya besar muncul di kening Quila secara tak kasatmata. Ingin mengumpat tapi ia harus jaga image di hadapan wanita asing di depannya tersebut. Belum mendapat jawaban, ia harus tetap memasang wajah polos dan seolah tak tahu apa-apa. 

"Kau mengenalnya, Sayang?" tanya Quila pada Chivas di depan Leona. 

Chivas tak menjawab pertanyaan Quila. Ia terlalu fokus pada wanita yang berdiri sambil menggengam erat tangan seorang anak kecil di sampingnya. 

Leona tersenyum penuh arti pada Quila dan Chivas bergantian. 

"Tuan, istrimu sedang hamil muda, seharusnya kau menemaninya terus! Karena biasanya wanita yang sedang hamil suka melakukan hal di luar nalar. Jangan kau tinggalkan dia sendirian meski sebentar saja! Oke?" saran Leona pada Chivas diakhiri senyum ramah. 

Chivas mengernyit heran. 

Hamil muda? 

Pikiran pria itu terngiang kembali pada moment di mana ia telah mengambil kesucian perempuan cantik di dekatnya. 

Baru dua hari, tiba-tiba perempuan itu hamil. Oh C'mon, lelucon apa ini? 

'Kenapa perempuan ini berulah lagi? Menyebalkan sekali dia!' gerutu Chivas dalam hati. 

Quila menggelayut manja untuk kedua kalinya. Saat ini Chivas tak bisa menepis atau melepaskan tangan yang melingkar di lengannya tersebut karena menghormati ada Leona di sini. 

Sembari tersenyum kecut, Chivas menarik paksa pergelangan tangan Quila dan pamit pada Leona untuk pergi dari hadapannya. 

Leona telah pergi bersama seorang anak kecil yang dapat ditebak pasti oleh Chivas bahwa itu adalah anak dari wanita tersebut. 

Ada rasa kecewa yang tampak dari kilatan manik hitamnya itu, mengetahui kenyataan status Leona saat ini. 

"Siapa dia?" tanya Quila dengan penuh rasa ingin tahu. 

"Bukan urusanmu!" jawab Chivas dengan ketusnya. 

"Menjadi urusanku karena aku adalah calon istrimu!" sambung Quila tak kalah tegas. 

"Baru calon, bukan? Bisa saja kita tak jadi menikah jika orang tua kita tahu penyebab semua kejadian ini!" sarkas Chivas yang tak bisa terlihat manis di depan Quila. Entah kebencian yang dimulai sejak kapan pada dirinya setiap melihat wajah Quila. Hanya Tuhan dan dia yang tahu. 

"Chivas! Quila!" pekik Fizz dan Daisy bergantian. 

Quila menoleh ke sumber suara. Ia melambaikan tangan menyambut kedatangan dua kakak dari calon suaminya tersebut. 

"Kakak lama sekali! Kalian dari mana sebenarnya?" rajuk Quila. Tampak menggemaskan di mata kedua kakak beradik yang tak kalah cantik dari calon adik iparnya itu saat mencebik bibir. 

"Kenapa? Apa pria kecil bermulut ketus ini mengatakan kata-kata menyebalkan?" tanya Fizz penuh antusias. 

Quila menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum penuh arti pada Chivas. Hal itu semakin membuat Chivas merasa kesal. 

Kekesalannya adalah kedua kakaknya lebih dekat dengan Quila daripada dirinya. Ia terlihat seperti seorang kacung atau malah bodyguard yang sedang menjaga tiga perempuan berbeda-beda usia itu. 

"Kakak! Di mana Papa dan Mama?" tanya Chivas yang berusaha berbaur. Ia tak mau terlihat seperti kambing congek yang diacuhkan. Mengenaskan sekali, bukan? 

"Mereka masih dalam perjalanan, mungkin sebentar lagi akan sampai. Kenapa memangnya? Kau sudah tak sabar untuk segera bertemu dan mendapat restu dari kedua mertuamu?" timpal Daisy yang kini buka suara sejak kedatangannya. Ia sengaja menggoda Chivas, adik bungsunya. 

Quila tersenyum manis melihat bagaimana ekspresi Chivas. Bukan senyum atau keramahan yang tampak di wajah tampan tersebut, melainkan wajah menahan kesal dan sebal. 

"Jaga bicaramu, Kak! Lagipula siapa yang mau menikah dengannya?" tuding Chivas ke arah Quila yang saat ini memilih mendekap hangat kedua tangan telanjangnya tanpa jaket yang melapisi tubuh bagian atasnya. 

"Siapa? Tidak salah kau bertanya siapa? Ya itu sudah jelas jawabannya, yaitu Kau, Chivas! Sudah sampai sebesar ini masalah di antara kalian, sekarang bisa-bisanya kau bertanya siapa orangnya? Tidak tahu diri sekali kau!" tantang Daisy dengan sorot mata tajam yang siap menghunus orang-orang yang ia anggap lancang dan menyebalkan. Ucapan Daisy diangguki Fizz. 

"Kakak! Kenapa kalian semarah ini padaku? Apa salahku pada kalian? Kalian seperti menganggap aku bukan adik kandung kalian!" tanya Chivas yang tak habis pikir pada sikap dan cara bicara kedua kakaknya. Pandangannya tertuju pada Fizz dan Daisy silih berganti. 

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status