Quila berjalan memutari tubuh Chivas. Sesekali tangannya menari di dada bidang milik si pria dengan membuat gambar abstrak di sana. Jemari halusnya mulai berani menyentuh dagu runcing Chivas.
Senyum Quila mengembang sesaat sebelum seseorang mengetuk pintu kamarnya. Chivas masih menatap sinis padanya.
Tok Tok Tok
Quila membukakan pintu, Chivas refleks bersembunyi. Tak ada pilihan lain. Persembunyian yang paling tepat saat ini adalah di belakang pintu sambil menatap tajam ke arah Quila.
Glek
Chivas kesulitan menelan salivanya. Pemandangan menggiurkan tampak jelas pada tubuh perempuan di depan matanya. Gaun tipis itu berhasil mencetak lekuk tubuhnya.
Bohong kalau sesuatu di bagian bawahnya tak berontak. Sinyalnya kencang. Ia akui dalam hati dan pikirannya bahwa makhluk seksi yang berdiri di depan mata berhasil membuat naluri lelakinya aktif.
Astaga! Cobaan apa ini ya Tuhan?
Chivas mengaliri tenggorokannya dengan salivanya hingga habis tak bersisa demi menguatkan pikiran supaya tetap jernih. Sumpah demi apa pun tak pernah ia bayangkan melihat suguhan indah nan menggoda seperti pagi ini.
"Quila, tadi Tante sudah menghubungi Daddy Jack. Katanya beliau akan segera terbang kemari. Kau bersiaplah supaya nanti kita bisa membahas masalah pernikahanmu dengan Chivas," jelas Margarita pada calon menantunya.
"Pernikahan? Maksud Tante bagaimana? Apakah kalian sengaja menikahkan aku dengan Chivas gara-gara kejadian kemarin? Tante, aku sudah melupakannya. Mungkin kami harus sama-sama berpikir dewasa dan anggap itu sebagai suatu kesalahan. Tidak perlu diungkit lagi. Aku tidak mau menikah hanya karena rasa bersalah. Maafkan aku Tante…." ucap Quila dengan wajah sendu seraya menundukkan pandangannya.
Chivas berdecih sembari tersenyum sinis. Trik apalagi ini? Quila sempat melirik ke arah pemuda yang tengah bersembunyi tersebut. Tatapan perempuan itu begitu berbeda saat berbicara pada Chivas dan Margarita.
"Tidak, Sayang. Sebenarnya Tante juga berharap besar kaulah yang menjadi istri Chivas. Terkadang ada sebuah ketakutan besar dalam pikiran Tante bahwa Chivas menyukai sesama jenis. Karena selama ini dia tak pernah sekalipun membawa perempuan kemari.
Meskipun cara kalian kemarin salah, tapi apa pun itu kalian harus bertanggung jawab jika ada yang terjadi suatu hari nanti. Untuk mencegah kejadian seperti kemarin terulang lagi, lebih baik kalian sahkan saja hubungan itu dengan ikatan pernikahan. Bukankah lebih tenang dan puas? Hahaha," canda Margarita pada Quila.
Quila tersenyum kikuk.
"Tante tahu pasti kaum adam yang melihatmu akan tak sabar jika berdekatan denganmu. Kau sangat cantik dan juga pribadi yang sopan, Quila. Meskipun anak Tante sudah membuatmu kehilangan mahkota berhargamu, Tante minta kau bisa memaafkan dan mencintainya ya," pinta Margarita dengan mimik wajah serius.
Chivas menepuk keningnya usai mendengar penjelasan sang ibu pada Quila.
Bagaimana bisa Mama meragukan juniorku dan mengira aku hanya bisa on bersama pria? Astaga! Mimpi apa aku ini memiliki Mama yang berpikiran konyol?
"Oh iya, Quila, Tante mau tanya. Apa kau tadi melihat Chivas? Tante tadi ke kamarnya tapi pintu terkunci jadi tidak bisa masuk. Tidak biasanya dia mengunci pintu. Baiklah, Tante turun dulu. Nanti tolong ajak Chivas turun ya jika bertemu dengannya!"
Quila berusaha menyunggingkan bibirnya dan mengangguk pelan.
Sepeninggal Margarita, sepasang manusia dalam satu ruangan itu tampak berusaha tenang. Siapa yang tahu keberadaan jantung di dalam tubuh masing-masing begitu bertalu-talu hingga menimbulkan detak yang berlebihan?
Chivas keluar dari persembunyiannya. Ditatapnya lekat-lekat wajah cantik Quila.
"Aktingmu bagus sekali. Bukankah ini yang kau inginkan? Dasar perempuan bermuka dua!" sindir Chivas.
Quila yang mendengarnya kemudian spontan bersedekap.
"Jangan salahkan aku jika suatu hari nanti kau akan mengejar cinta perempuan bermuka dua ini!" seru Quila dengan seringai di wajahnya.
Perpaduan sombong, elegan dan percaya diri yang berlebihan tampak di wajah Quila membuat Chivas muak. Cantik tapi agresif, batin Chivas.
"Tidak akan!" jawab Chivas yakin.
Akhirnya, Chivas mengungkapkan maksud sebenarnya masuk ke dalam kamar Quila. Syarat yang ia minta pada perempuan itu terungkap sudah.
"Let's see. Oh iya, apa syarat darimu, my future husband?" tanya Quila bernada menantang.
Chivas tersenyum sinis. Pria itu mendorong bahu Quila hingga perempuan itu mundur beberapa langkah dan tersudut ke dinding. Saat ini punggungnya bahkan bisa merasakan dinginnya dinding dari balik gaun tipis yang ia pakai.
"Kita akan menikah selama seratus hari. Jika dalam waktu tersebut aku tidak bisa mencintaimu, maka kau kalah dan harus mengaku telah menjebakku di hadapan semua orang…"
"Lalu bagaimana kalau aku menang? I mean, kalau aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku, apa yang akan kau berikan padaku sebagai kompensasi?" potong Quila cepat.
"Kau jangan terlalu banyak bermimpi di pagi hari seperti ini! Mana mungkin aku bisa menyukai wanita agresif seperti dirimu," yakin Chivas.
"Oh iya? Bukannya kau takut kalau kau kalah?" sindir Quila dengan senyuman manis.
Chivas mulai merasa panas, amarahnya bergejolak. Sepertinya perempuan ini sengaja menggoda insting kelelakiannya dengan senyuman itu. Tidak bisa dipungkiri, Quila memang cantik dan juga profesinya sebagai model tentu tak diragukan lagi kesempurnaan di tubuhnya. Tapi entah kenapa ia merasa sebal melihat seorang perempuan yang begitu agresif padanya, terlebih itu adalah calon istrinya.
"Tidak mungkin! Kau tenang saja selama seratus hari, kubiarkan kau bertingkah sebaik mungkin seolah seperti istriku yang sebenarnya. Namun, setelah hari itu, kita akan bercerai. Kutunggu pengakuanmu di hadapan semua orang termasuk Daddy Jack dan Mommy Sangria!" tegas Chivas yakin.
"Hahaha, kalau sampai aku yang menang, maka kau harus mengaku pada seluruh dunia bahwa kau mencintaiku. Bagaimana?" tantang Quila.
"Okay, deal! Karena aku amat sangat yakin tidak akan ada hari itu dalam hidupku," tegas Chivas kemudian berlalu.
Pria itu hendak kembali ke kamarnya supaya tidak ada orang yang curiga. Ia takut sang ibu menangkap basah dirinya tengah berada di kamar Quila.
Manik mata indah Quila menatap punggung kekar Chivas hingga hilang dari balik pintu kamarnya.
Quila memegangi dadanya yang seolah sedang bergemuruh di dalam sana.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang melihat interaksi keduanya sedari tadi.
***
Quila mengetuk pintu kamar Chivas, hendak mengajak sang calon suami makan bersama pagi itu sesuai titah Margarita.
Tok Tok Tok
Tak jua dibuka oleh si pemilik kamar. Dengan yakin ia membuka pintu itu hingga pikirannya kembali terngiang kejadian memalukan dalam hidupnya. Memori tentang malam penuh kegilaan yang ia lakukan sesuai perintah Fizz dan Daisy. Malu kala mengingat panasnya malam itu di kamar Chivas.
"Kau!" teriak Chivas yang baru saja keluar dari walk in closet dalam kamarnya saat melihat Quila.
Pria tampan itu menatap wajah Quila dengan tatapan sulit diartikan sembari mengancingkan kemejanya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Chivas menyelidik.
***
Mana nih dukungannya? Semangatin Quila yuukk... Tengkiu readers...
Quila menatap tak percaya. Bagaimana bisa pria itu di dalam kamarnya? Apakah ia sedang bermimpi? Tapi kenapa rasanya begitu nyata?Perempuan itu mengerjapkan mata berkali-kali dan memastikan sosok di hadapannya adalah manusia bernama Chivas.Jemarinya merayap ke arah matanya ke atas dan ke bawah. Merasa nyeri di bagian kelopak matanya membuat ia sadar bahwa ini nyata adanya."Chivas!! Kenapa kau masuk kemari? Wah, jangan-jangan kau sudah menyadari perasaanmu terhadapku, ya?" ledek Quila yang segera memindahkan benda empuk dari tangannya kembali ke tempat tidur.Quila beranjak dari posisinya dan mendekati Chivas. Chivas bergeming di tempatnya. Ia hanya diam saat Quila berjalan sambil memutari tubuhnya.Perempuan cantik itu tersenyum penuh misteri dengan pikiran menerka maksud kedatangan Chivas ke kamarnya. Belum sempat terjawab, Chivas berdehem."Ehem!" suara itu berasal dari tenggorokan Chivas yang sengaja
Ke empat manusia di dalam kamar Chivas tampak beradu argumen di hati dan pikiran masing-masing. Fizz dan Chivas terlihat seperti dua orang musuh yang terlibat adu nyali. Ada sorot kekesalan di sorot tajam yang mendominasi dari Chivas ke pada sang kakak.Pemuda tampan itu mengalihkan pandangan ke arah perempuan cantik yang perlahan bangun dari ranjangnya. Dengan gerakan yang begitu santai dan menyembunyikan rasa malunya, Quila mendekati Chivas dan tersenyum kikuk."Sepertinya kak Fizz dan kak Daisy salah paham! Kami tadi tidak sengaja berada dalam keadaan berpelukan seperti itu. I'm swear!" yakin Quila. "Ah, lebih baik aku kembali ke kamarku dulu! Bye, Chivas, Kak Fizz dan Kak Daisy!" pekik Quila selanjutnya, perempuan itu segera ambil langkah seribu supaya tak dicecar banyak pertanyaan dari kedua saudari Chivas tersebut.Fizz dan Daisy hanya geleng-geleng kepala melihat Quila yang kabur dari kamar Chivas. Tatapan mereka beralih pada sang adik d
'Ayo katakan pada mereka yang sebenarnya!' batin Chivas yang mulai tak sabar.Quila tahu apa yang ada dalam pikiran Chivas. Ia diam-diam menundukkan pandangannya lalu dalam hitungan detik genangan air mata itu menetes perlahan dari pipi."Daddy! Mommy! Sebenarnya ini adalah perbuatan yang sangat kalian benci. Aku bingung bagaimana harus menjelaskannya dari awal. Setidaknya hanya ini yang bisa kuungkap. Aku dan Chivas telah melakukan hubungan terlarang dan kami berdua harus bertanggung jawab karena hal itu," ungkap Quila yang menyembunyikan fakta sebenarnya.Fizz dan Daisy saling melemparkan pandangan. Detik berikutnya mereka tersenyum penuh arti."Lalu yang dimaksud dengan kau menjebak Chivas itu bagaimana ceritanya?" desak Sangria. "Tadi Mommy dengar Mezcal dan Chivas mengatakan bahwa kau menjebak Chivas," lanjutnya memastikan.Mezcal mau tak mau harus turun tangan."Tante, maksudku tadi adalah mereka ter
Chivas tiba-tiba menatap ke arah Quila. Mata mereka saling bersitatap hingga Quila merasa tangannya gemetar. Ia hanya mampu menundukkan pandangannya. Keberaniannya mendadak hilang saat berada di situasi seperti ini.Quila meremas tangannya sampai ujung-ujung jarinya memutih kemudian ia memalingkan muka takut bertatapan kembali dengan Chivas. Bukan takut sebenarnya, tapi jika ia melihat sorot mata pria itu dapat dipastikan dirinya akan canggung.Menyadari langkah pria itu semakin mendekat selangkah demi selangkah, dengan mantap, matanya penuh kepanikan. "Apa yang kau lakukan? Kenapa mendekatiku?" tanya Quila pada Chivas."Sepertinya perjanjian seratus hari itu tidak akan pernah terjadi. Aku yakin kedua orang tua kita setelah tahu kenyataan yang sebenarnya pasti akan membatalkan pertunangan atau pernikahan kita!Aku sangat menantikan hal itu terjadi. Kau tidak akan menang, Quila sayang!" bisik Chivas penuh kemenangan di telinga Quila
Dua pria yang telah berusia sebaya berdiri di samping mobil berwarna putih milik Mezcal.Mereka diliputi perasaan tak menentu satu sama lain. Mezcal mendekap hangat kedua tangan di atas enam cetakan perut sembari memandangi raut wajah Chivas yang tampak serius berpikir."Ada apa?" tanya Mezcal yang bosan menunggu. Ada sesuatu hal yang harus ia urus dan ia tak mau buang waktu hanya untuk adu saling diam seperti ini. Waktu amat berharga untuknya.Chivas melihat wajah Mezcal yang diterpa cahaya matahari siang ini dan tampak kemerahan."Apa kau menyukai Quila?" tanya Chivas penuh selidik. Wajahnya begitu serius dan tak terlihat ada candaan dalam pertanyaan itu.Mezcal merasa ada yang aneh dengan pertanyaan pria di hadapannya. Sebelum menjawab, ia memindah posisi dari yang awalnya berdiri santai kini menyandarkan punggungnya di pintu mobil.Sambil tersenyum penuh misteri, Mezcal tak melepaskan pandangan dari pr
Quila sudah mulai sedikit tenang, tapi tetap saja air matanya masih menetes membasahi pipi.Perempuan itu menyandarkan tubuh lelahnya di headboard seraya memandangi sebuah potret diri antara dirinya dan Chivas di masa lalu. Senyum khas yang ia miliki terpatri di sana. Tentu saja gaya khas Chivas sudah ada semenjak mereka saling mengenal satu sama lain. Dingin dan sulit didekati.Potret yang diambil sekitar lima belas tahun lalu itu terus menghiasi dompetnya hingga saat ini.Quila baru saja mengeluarkan potret lama itu dari dompet. Tiba-tiba ia menitikkan air mata usai mengunci pintu dan menjatuhkan pantatnya di atas ranjang."Chivas, apakah tidak pernah ada aku di dalam hatimu? Aku sengaja tidak membahasnya lagi saat kita turun dari mobil. Aku takut, aku takut, kau akan menjawab tidak padaku!Apa kurangnya aku di dalam hatimu? Apa tak pernah sekali pun kau memikirkan aku seperti aku yang selalu memikirkanmu?" tanya Qui
Quila mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang tiba-tiba mendadak kesal. Semua penggalan moment di mana pria di sampingnya tersenyum dan menatap wanita lain kembali teringat di memorinya.Perempuan itu dengan agresif mendekati pria yang tampak fokus dengan stang bundar di hadapannya. Aroma tubuh maskulin Chivas menggelitik di indera penciumannya.Candu!Aroma tubuh yang pernah beradu di atas ranjang dengannya begitu menggiurkan dan menenangkan setiap syaraf dalam dirinya."Lihat aku!" paksa Quila saat keduanya berhenti di perempatan lalu lintas. Ia menarik dagu sang pujaan hati menatap ke arahnya.Pandangan keduanya tak dapat terhindarkan. Sekuat apa pun Chivas menolak, kekuatan perempuan itu sepertinya mendominasi. Entah karena efek cemburu atau apa, yang jelas Chivas belum memahami hal tersebut."Kenapa kau bertanya seperti itu padaku? Bukankah kau tahu dengan jelas bahwa s
Quila mendengkus kesal. Ia memutar bola matanya lalu menatap ke arah pasangan ibu dan anak tersebut sebelum kembali ke toko perhiasan di mana dua keluarga tengah sibuk di sana."Ada apa denganmu, Quila? Kenapa tiba-tiba raut wajahmu begitu menyedihkan seperti ini?" tanya Fizz penuh perhatian pada calon adik iparnya setelah Quila kembali dari luar. Namun, pertanyaan itu terdengar seperti ledekan di gendang telinga Quila.Quila menggelengkan kepalanya. Tak mau menjawab pertanyaan dari Fizz untuk saat ini. Ia masih merasa kesal dan… cemburu! Ia tak menampik perasaan itu.Kini, giliran Daisy yang mendekati Quila."Kau kenapa? Tadi terlihat begitu senang, kenapa saat ini ditekuk seperti ini? Hal apa yang membuatmu kesal? Katakan padaku!" desak Daisy. Ia meraih bahu Quila dan mendaratkan tangannya di sana. Merengkuh perempuan cantik itu guna menyalurkan asa sesama kaum hawa.Quila tampak kecewa. Ia hampir mengumpat da
Chivas pergi meninggalkan toko perhiasan dengan hati kesal. Ia memilih pamit pada orang-orang dan menikmati suasana mall sendirian tanpa diganggu siapa pun.DuggSeorang anak kecil berlari-lari dan menabraknya dari belakang. Spontan, Chivas menoleh ke belakang tanpa membalikkan badan.'Sepertinya wajah bocah ini tak asing bagiku!' gumamnya dalam hati."Maafkan aku, Om!" seru bocah laki-laki dengan pakaian yang tampak berantakan.Chivas mengedarkan pandangan sebelum menjawab permintaan maaf dari bocah yang menabrak dirinya.Tak menemukan seseorang yang sekiranya mencari bocah di hadapannya saat ini, Chivas berjongkok supaya mempermudah dirinya menjangkau si bocah kecil.Sembari mengelus lembut rambut cepak bocah laki-laki itu, Chivas mengangguk ramah seraya tersenyum tipis."Tidak apa-apa. Hei bocah, di mana orang tuamu? Kenapa kau sendirian?" tanya Chivas penasaran. Saking penasarannya,