Chivas masih menatap dingin wajah cantik Quila di hadapannya.
"Kenapa tak dijawab pertanyaanku? Sedang apa kau di sini?" tanya Chivas sekali lagi.
"Aku hanya menuruti perintah Tante Margarita untuk menyuruhmu turun. Semua orang sudah menunggumu di bawah untuk sarapan. Apa kau berharap aku berada di sini menemanimu mengingat kisah panas kita kemarin?" timpal Quila dengan seringai licik menghiasi wajahnya.
"Aku bisa turun sendiri tanpa kau memanggilku. Pergilah!" usir Chivas.
Quila mengabaikan ucapan Chivas yang menyuruhnya pergi dari kamar itu. Ia justru penasaran dengan isi kamar Chivas, karena kemarin malam ia tak begitu mengamati dengan jelas barang-barang apa saja yang ada di dalamnya.
"Kamarmu rapi, ya," komentar Quila sembari mengedarkan pandangan ke setiap bagian di kamar Chivas yang kontras dengan warna perpaduan abu-abu dan putih.
"Apa fungsi indera pendengaranmu bermasalah? Sudah kubilang pergi dari kamarku!" teriak Chivas.
"Aw, aw, jangan marah dulu baby, kau terlihat sangat menggemaskan jika merajuk seperti itu! Hahaha, oh aku tahu, kau takut juniormu akan meronta untuk mencari tempat penyaluran bukan jika melihatku ada di sini?" sindir Quila.
Tanpa sadar kedua tangan Chivas mengepal usai mendengar ledekan yang keluar dari bibir Quila.
"Shut up! Jaga bicaramu! Kau ini wanita, tapi ucapanmu seperti pria yang begitu nakal. Sebenarnya apa yang kau inginkan?" tanya Chivas penasaran.
Quila menutup pintu kamar Chivas yang awalnya setengah terbuka.
"Aku sudah pernah bilang bukan, bahwa aku ingin memilikimu agar menjadi milikku. Apa kau lupa? Oh iya, mungkin kau terlalu fokus mengingat permainan panas kita kemarin, jadi ucapanku hanya menjadi angin lalu. Sudahlah, aku mau makan. Aku lapar. Satu lagi, nanti aku akan melakukan pemotretan majalah WOW. Jadi aku permisi, jangan rindukan aku, Baby..." terang Quila dan diakhiri kerja sama ibu jari beserta telunjuknya bermain-main di dagu runcing si pria dengan sensual.
***
Suasana di meja makan begitu hening. Tak ada percakapan. Seolah indera pengecap mereka yang memutari meja tengah menikmati betapa nikmatnya suguhan sarapan pagi ini.
Sebuah suara memecah keheningan pagi. Suara bariton yang khas keluar dari bibir seorang pria paruh baya bernama Pisco. Wajah rupawan miliknya tak berkurang meskipun telah termakan usia. Meskipun tak setampan dulu, namun, sisa-sisa ketampanannya masih melekat di wajah ayah dari Fizz, Daisy dan Chivas.
"Quila, hari ini kau akan kemana?" tanya Pisco bernada lembut sembari menautkan jemarinya di atas meja.
"Hari ini Quila ada pemotretan sebuah majalah, Om Pisco. Ada apa?" tanya balik Quila pada sahabat dari sang ayah.
" Ayahmu berkata padaku, kemungkinan sore nanti sudah mendarat di sini. Jangan pulang kesorean, ya! Oh iya, apa nama agensi majalah itu?" tanya Pisco kemudian.
Chivas yang awalnya ingin segera menyelesaikan sarapannya terpaksa ikut mendengarkan hingga ia memperlambat aktivitasnya. Sesekali netra hitam milik pria tampan itu mengarah pada perempuan yang begitu terobsesi padanya.
"WOW Entertainment, Om," terang Quila.
"Loh itu kan majalah terkenal dan lagi jalannya ke sana searah dengan kantor Chivas. Bagaimana kalau kau diantarkan Chivas saja?" celetuk Daisy sembari tersenyum penuh maksud.
Chivas melirik kakak kedua sekilas. Ia terlihat jengah dengan maksud terselubung dari wajah Daisy yang amat kentara menjodohkan dirinya dengan Quila.
"Tidak perlu Kak Daisy, aku bisa naik taksi online. Jalannya juga tidak begitu jauh. Aku terbiasa sendiri, selama di Inggris pun demikian," jelas Quila menolak secara halus penawaran Daisy.
Daisy hanya mengangguk pelan.
Chivas yang namanya disinggung akhirnya angkat bicara.
"Aku akan mengantarmu. Jadi, segeralah kau bersiap! Aku menunggu di mobil. Semuanya, aku duluan," pamit Chivas pada seluruh anggota keluarganya.
Pisco dan Margarita saling melemparkan pandangan kemudian kompak tersenyum melihat tingkah anak bungsunya.
***
Dalam perjalanan menuju WOW entertainment, di mana majalah itu adalah salah satu majalah terkenal di negara Y, Chivas mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melirik ke arah perempuan yang duduk di sampingnya.
"Jangan besar kepala dulu karena aku mengantarmu! Aku melakukan ini supaya tidak mendapat ceramah pagi dari Papa dan Mamaku," jelas Chivas.
Quila tersenyum smirk.
"Apakah aku meminta penjelasan? Tidak, kan? Santai saja, aku sama sekali tidak peduli dengan semua alasanmu. Yang kupedulikan adalah kau ada di sampingku saat ini, itu sudah cukup," sahut Quila santai membungkam ucapan Chivas.
Chivas tersenyum sinis.
'Dasar agresif!' pekik Chivas dalam hati.
Sesampainya di kantor WOW. Quila keluar dari mobil Chivas pelan-pelan, ia berjalan setengah memutar ke jendela mobil samping kemudi. Chivas menurunkan kaca jendela mobil dan melihat dengan jelas wajah cantik Quila.
"Ada apa?" tanya Chivas sembari menaikkan salah satu alisnya.
Quila tersenyum dan mengulurkan tangannya. Chivas menatapnya bingung. Perlahan ia menangkap maksud Quila padanya. Mau tak mau demi segera meninggalkan tempat ini, pria tampan berusia dua puluh enam tahun itu meraih uluran tangan Quila.
Quila justru bingung dengan sikap Chivas.
"Kenapa kau menyalamiku?" tanya Quila penuh keheranan.
"Bukankah kau memintaku untuk bersalaman? Cepatlah, aku harus segera ke kantorku!" pekik Chivas.
"Tolong ambilkan ponselku di dalam dashboardmu, aku lupa! Dan satu lagi berikan ponselmu padaku, aku akan mengetikkan nomorku."
Chivas salah mengartikan maksud Quila. Betapa malunya ia dengan situasi saat ini. Pria itu diam-diam tersenyum kikuk menahan kesal tanpa sepengetahuan Quila.
'What's wrong with me? Oh my goodness... It's impossible for me. Kok aku kesal, ya? Alu tidak gila kan?'
***
"Oke, Quila, it's perfect! Aku suka sekali dengan hasil fotomu," puji Tom Collins, pemilik WOW entertainment. Kakak kandung Mezcal, sahabatnya yang sama-sama kuliah di Inggris.
"Tanpa arahan dari fotografer yang hebat seperti Daniel, aku tidak ada apa-apanya, Kak," timpal Quila merendah.
Daniel sang fotografer tersipu malu dipuji oleh Quila.
"Kau ini pantas saja Mezcal selalu memuji kecantikan dan kecerdasanmu. Lain waktu aku akan meminta bantuanmu untuk foto sampul majalah WOW musim kedua, ya," puji Tom sekali lagi.
Quila menanggapi pujian dari Tom dengan mengangguk tempo cepat.
Dengan senyum manis mengembang di wajahnya, Quila meminta ijin ke toilet. Tom dan timnya mengangguk paham.
Quila merapikan rambutnya yang masih tergerai saat seseorang memanggil namanya. Perempuan cantik itu menoleh ke arah si pemanggil.
Chivas?
Quila belum mengucapkan sepatah katapun. Cekalan tangan Chivas sudah membuatnya tak jadi masuk ke toilet. Chivas menarik paksa pergelangan tangannya. Quila sebisa mungkin menahan kandung kemihnya tak berontak.
"Ada apa kau kemari?" tanya Quila pada Chivas yang menariknya kuat, keluar dari ruang pemotretan.
Tanda tanya besar ada di dalam benak Quila.
To be continue....
***
Gasspoll yuk readers, jangan lupa Semangatin yaaa... Tengkiu
Chivas tersenyum sinis sembari fokus menatap wajah cantik Quila.Pria muda itu menarik tangan Quila sampai berhenti di bangku panjang yang tak jauh dari lokasi pemotretan. Kini keduanya saling bersitatap. Chivas memilih duduk dan menjangkau wajah Quila dari posisi tersebut. Quila berdiri di depannya."Apa yang kau ucapkan pada ibuku sampai-sampai aku harus menjadi body guard seharian ini?" tuduh Chivas.Quila bingung hendak menjawab apa. Ia sama sekali tak tahu apa yang terjadi. Karena sedari tadi ia fokus di kantor WOW Entertainment bersama dengan tim fotografer dan juga sang pemilik, Tom Collins.Quila menatap aneh pria tampan yang selalu ia akui kecerdasannya. Tapi tidak berlaku untuk hari ini. Ia berusaha menahan kandung kemihnya yang semakin tak bersahabat. Tanpa menjawab pertanyaan Chivas, perempuan itu kabur mencari toilet terdekat."Hey, tunggu!" pekik Chivas dan diabaikan oleh Quila.Chivas mengejar Quila, sehingga tampak seperti sepasang
Chivas merapatkan kedua tangannya di depan dada. Sesekali ia mengusap dagu runcingnya persis seperti perlakuan Quila padanya.Langkahnya pasti untuk mengejar seluruh keluarganya memasuki rumah besar bak istana milik Pisco Abraham. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini terlihat kesal. Entahlah ada apa dengannya? Hanya ia dan Tuhan yang tahu.Chivas lebih memilih berjalan mendahului Quila yang asyik bercengkerama dengan Mezcal. Jika ada yang melihat tingkah lakunya saat ini pasti akan refleks menertawakan dirinya. Ia tak peduli pada orang di sekitarnya, rasanya di dalam pikiran Chivas saat ini adalah kasur terempuk sedunia di kamar telah menanti kedatangannya.Belum juga hilang dari tempat itu dan berpindah lantai, panggilan seseorang mengurungkan niatan pria tampan tersebut.Chivas menoleh ke belakang. Dilihatnya sang ibu dan kakak pertamanya tengah tersenyum. Senyum yang aneh bagi pria itu, karena ia mulai merasakan gelagat tidak biasa dari kedua anggota k
"Kau!!""Ada apa? Jangan panik begitu, Chivas. Keep calm, babe. Aku hanya mengicipi kopi buatanmu. Ternyata kopi buatanmu manis dan juga nikmat. Terima kasih," ucap Quila tanpa sungkan sedikit pun.Wanita cantik itu sebenarnya menahan rasa dingin yang sedari tadi menerpa kulit mulusnya.Demi apa? Demi siapa? Bukankah ini bisa disebut gila? Ya Tuhan, aku menyesal mengikuti saran Kak Fizz. Pasti sebentar lagi aku akan terkena flu. Huh.."Ada apa kau kemari?" tanya Chivas sembari memicingkan mata penuh selidik."Bisakah kau berbicara lebih lembut padaku? Mezcal saja begitu baik padaku, jangan lupa dia pria loh. Oh maksudku, apa kau juga pria?" sindir Quila.Chivas menahan emosinya kala Quila dengan santai melewatinya dan mengambil bathrobe yang diletakkan di meja gazebo. Pemuda tampan itu juga baru menyadarinya."Excuse me, Boy. Aku hanya ingin mengambil ini, permisi," ucap Quila sembari mengenakan bathrobe dengan gerakan sensual.Mezcal
Tak terasa sudah dua hari sejak obrolan kedua orang tua di meja makan membahas persiapan pertunangan Chivas dan Quila. Kini, keluarga Quila tengah disibukkan dengan acara jalan-jalan bersama ke sebuah mall yang tak jauh dari kediaman Pisco Abraham.Mobil yang ditumpangi Quila dan Chivas sudah tiba lebih dulu. Perempuan itu tampak mengerucutkan bibir merah muda miliknya yang terpoles lipbalm.Bagaimana tidak mencebik atau merajuk, pria itu mengabaikan dirinya tanpa sepengetahuan kedua orang tua mereka. Sangat menyesakkan bagi perempuan itu.Hendak menghentakkan kaki ke paving block yang terpijak kedua kaki jenjangnya, namun, segera ia urungkan. Melihat pria yang ia cintai berjalan lebih dulu memasuki pintu sliding besar bergeser dua arah, ia pun berlari kecil mengejarnya."Chivas! Kenapa kau meninggalkanku? Bagaimana kalau kedua orang tua kita tahu? Aku 'kan sudah bilang pada Mommy dan Daddy kalau kita saling mencintai satu sama lai
"Maaf Kakak, kalau sudah mengganggu waktunya. Biasa, dia memang suka mengganggu orang-orang! Itu adalah hobinya, Kak!" celetuk Chivas pada wanita matang tersebut.Tanda tanya besar muncul di kening Quila secara tak kasatmata. Ingin mengumpat tapi ia harus jaga image di hadapan wanita asing di depannya tersebut. Belum mendapat jawaban, ia harus tetap memasang wajah polos dan seolah tak tahu apa-apa."Kau mengenalnya, Sayang?" tanya Quila pada Chivas di depan Leona.Chivas tak menjawab pertanyaan Quila. Ia terlalu fokus pada wanita yang berdiri sambil menggengam erat tangan seorang anak kecil di sampingnya.Leona tersenyum penuh arti pada Quila dan Chivas bergantian."Tuan, istrimu sedang hamil muda, seharusnya kau menemaninya terus! Karena biasanya wanita yang sedang hamil suka melakukan hal di luar nalar. Jangan kau tinggalkan dia sendirian meski sebentar saja! Oke?" saran Leona pada Chivas diakhiri senyum ramah.
"Maaf ya, kalian pasti menunggu terlalu lama!" ucap Pisco yang baru saja datang dan menggenggam tangan sang istri dengan penuh kasih sayang.Hal itu tak luput dari perhatian Quila dan Chivas. Mengingat usia Pisco dan Margarita yang tak lagi muda, membuat para anak muda yang mengelilinginya takjub."Papa!" panggil Daisy."Ya. Ada apa, Daisy?" tanya Pisco yang menatap wajah putrinya dengan hangat."Ajarkan pada anak bungsumu itu, Pa, agar ia bisa lebih manis memperlakukan Quila!" pinta Daisy sesekali melirik wajah Chivas yang memerah sempurna.Belum mendapat jawaban dari pertanyaannya pada kedua kakaknya, orang tuanya datang. Chivas merasa kesal. Kesabarannya diuji.Hendak mendekati sang kakak demi mendapat jawaban, sepasang suami istri Jack dan Sangria menyusul. Tak menghilangkan sosok pria muda nan menawan di samping Jack, Mezcal pun ada di sini bersama mereka.Melihat Mezcal, Chivas merasa an
Chivas pergi meninggalkan toko perhiasan dengan hati kesal. Ia memilih pamit pada orang-orang dan menikmati suasana mall sendirian tanpa diganggu siapa pun.DuggSeorang anak kecil berlari-lari dan menabraknya dari belakang. Spontan, Chivas menoleh ke belakang tanpa membalikkan badan.'Sepertinya wajah bocah ini tak asing bagiku!' gumamnya dalam hati."Maafkan aku, Om!" seru bocah laki-laki dengan pakaian yang tampak berantakan.Chivas mengedarkan pandangan sebelum menjawab permintaan maaf dari bocah yang menabrak dirinya.Tak menemukan seseorang yang sekiranya mencari bocah di hadapannya saat ini, Chivas berjongkok supaya mempermudah dirinya menjangkau si bocah kecil.Sembari mengelus lembut rambut cepak bocah laki-laki itu, Chivas mengangguk ramah seraya tersenyum tipis."Tidak apa-apa. Hei bocah, di mana orang tuamu? Kenapa kau sendirian?" tanya Chivas penasaran. Saking penasarannya,
Quila mendengkus kesal. Ia memutar bola matanya lalu menatap ke arah pasangan ibu dan anak tersebut sebelum kembali ke toko perhiasan di mana dua keluarga tengah sibuk di sana."Ada apa denganmu, Quila? Kenapa tiba-tiba raut wajahmu begitu menyedihkan seperti ini?" tanya Fizz penuh perhatian pada calon adik iparnya setelah Quila kembali dari luar. Namun, pertanyaan itu terdengar seperti ledekan di gendang telinga Quila.Quila menggelengkan kepalanya. Tak mau menjawab pertanyaan dari Fizz untuk saat ini. Ia masih merasa kesal dan… cemburu! Ia tak menampik perasaan itu.Kini, giliran Daisy yang mendekati Quila."Kau kenapa? Tadi terlihat begitu senang, kenapa saat ini ditekuk seperti ini? Hal apa yang membuatmu kesal? Katakan padaku!" desak Daisy. Ia meraih bahu Quila dan mendaratkan tangannya di sana. Merengkuh perempuan cantik itu guna menyalurkan asa sesama kaum hawa.Quila tampak kecewa. Ia hampir mengumpat da