Mag-log in"Ini sudah malam dan sudah saatnya untuk tidur, Sweetheart," jawab Kaysan, mengangkat kunci di tangannya sambil senyum pada istrinya. Namun, saat Gaia berjalan cepat ke arahnya, Kaysan langsung memasukan kunci dalam saku celana.
Gaia menatap saku celana Kaysan kemudian beralih menatap pria itu dengan ekspresi tak percaya. Licik! "Daddy, Yaya sudah mengantuk tetapi Yaya belum menyikat gigi," ucap Naia pelan, si gadis kecil berusia 5 tahun–putri Kaysan dan Gaia. Gaia menatap gadis kecil itu cukup intens. 'Sumpah! Aku udah punya anak sebesar ini? Gila, mana ada dua lagi!' "Ayo. Daddy temani," ucap Kaysan lembut pada putrinya. Naia dan Nezha turun dari sofa, mengikuti Kaysan ke arah kamar mandi. Gaia awalnya bengong karena masih belum percaya dia punya putra yang tampan dan putri yang cantik. Sepasang anak kembar! Namun, lamunannya tersadar saat ingat sesuatu. Tiga hari yang lalu, dia baru berbelanja perlengkapan mandi. Odol dan sikat giginya-- "Jangan masuk!" Gaia berlari cepat ke arah kamar mandi yang ada dalam kamar, menghalangi Kaysan yang ingin masuk. "Ma-maksudku, aku saja yang menemani mereka menyikat gigi, Ma-Mas," ucap Gaia sangat-sangat gugup dan kaku. Terlebih saat menyebut kata 'mas. Aih, lidahnya mendadak beku. Mendengar istrinya memanggilnya 'mas, Kaysan senyum tipis. Dia mengulurkan tangan, mengacak pucuk kepala Gaia dengan pelan. "Baiklah, Sweetheart," ucap Kaysan lalu menyingkir dari sana. Gaia buru-buru masuk dalam kamar mandi, diikuti oleh anak kembarnya. Setelah dalam kamar mandi, kedua anak itu terlihat takut. Sejujurnya itu membuat Gaia bingung, akan tetapi dia mencoba mengabaikan. "Ini sikatnya dan ini odolnya," ucap Gaia, memberikan sikat gigi kecil beserta odol yang ada rasa buahnya. Kedua anak itu terlihat kaget, tetapi mereka tak bersuara–memilih langsung menyikat gigi. Gaia duduk di kloset sambil mengamati anak-anaknya yang sedang menyikat gigi. "Kalian anak-anakku yah?" tanya Gaia tiba-tiba. Naia si gadis kecil menoleh padanya, sedangkan si anak laki-laki tetap menyikat gigi dengan tenang. "Um." Naia menganggukan kepala. "Terus yang tadi itu-- Papa kalian?" tanya Gaia lagi, masih tak percaya jika dia dan Kaysan telah menikah dan punya anak. "Um." Naia lagi-lagi menganggukkan kepala. Gaia ingin bertanya lagi, akan tetapi tiba-tiba saja Kaysan masuk ke dalam, membuat Gaia panik dan buru-buru menutupi kedua anaknya. Kaysan menatap istrinya, berdecih geli sambil berjalan santai–masuk ke dalam kamar mandi. "Tidak perlu berusaha menutupi odol-odolmu, Ailov. Aku suamimu!" "A-apa hubungannya suami dengan odol?" ucap Gaia cepat, akan tetapi tidak lagi menutupi putra putrinya yang sedang menyikat gigi. "Karena aku suamimu, jadi tahu kau suka menggunakan odol anak kecil," jawab Kaysan datar, akan tetapi berhasil membuat pipi Gaia merah. Karena malu, Gaia segera keluar dari kamar mandi. Sedangkan Kaysan, dia terkekeh kecil melihat tingkah istrinya. Dulu, awal menikah, istrinya suka mengoleksi odol khusus anak kecil. Akan tetapi seiring waktu, Gaia tak menggunakannya lagi. Oleh sebab itu, Kaysan sama sekali tak terkejut melihat Gaia kembali mengunakan odol khusus anak kecil. Sedangkan Gaia, setelah keluar dari kamar mandi dia langsung membaringkan tubuh di atas ranjang. Dia mencoba menenangkan debaran jantung yang sedang menggila karena malu ketahuan mengunakan odol anak kecil. Namun, mengingat malam ini dia akan tidur satu kamar dengan Kaysan, debaran jantungnya yang baru saja normal kembali kacau. Terlebih ketika Kaysan keluar dari kamar mandi bersama kedua anak mereka, Gaia semakin panik. "Daddy, apa Yaya, Za, dan Mommy akan tidur bersama?" tanya Naia dengan nada pelan. "Ya, Princess," jawab Kaysan lembut. Pada akhirnya mereka tidur satu ranjang bersama. Untungnya dia dan Kaysan dipisah oleh anak-anak mereka–di mana dia dan Kaysan sama-sama tidur di pinggir, sedangkan kedua anak mereka tidur di tengah. Setidaknya dengan begini, Gaia bisa tidur tenang karena tidak berdekatan dengan Kaysan. *** Paginya. Gaia membuka mata ketika Kaysan telah pergi dari kamar. Dia telah lama bangun, akan tetapi dia tidak berani melakukan aktivitas di pagi hari–seperti mandi atau sekadar bangkit dari ranjang, sebab canggung pada Kaysan yang lebih dulu bangun darinya. Gaia menunggu pria itu keluar dari kamar, dan barulah dia berani untuk bangun. Gaia duduk di tepi ranjang, menghela napas pelan sambil melakukan peregangan tipis-tipis. "Ternyata bukan mimpi," gumam Gaia pelan, ternyata amnesia yang ia alami bukan mimpi. Kaysan dan si kembar benar-benar ada! Gaia melirik ke arah anak-anaknya, di mana keduanya masih tidur. "Aku beneran punya anak?" gumam Gaia lagi, mengamati anak-anaknya secara lekat dan teliti. Anak laki-lakinya, Nezha, sangat tampan dan mirip dengan Kaysan. Begitu juga dengan anak perempuannya, Naia, cantik dan dominan mirip Kaysan. Kata mamanya, Naia mirip dengannya. Namun, Gaia tidak merasa demikian. Ceklek' Mendengar pintu dibuka, Gaia langsung membaringkan tubuh. Dia panik jika yang datang adalah Kaysan, oleh sebab itu dia buru-buru tidur. Namun, karena dia tidur terlalu pinggir, Gaia terjatuh dari atas ranjang. Bug' "Auuu …." Gaia meringis pelan, reflek meringkuk di lantai dengan wajah menahan malu. Sialan! Bisa-bisanya dia jatuh! "Ailov," seru Kaysan, buru-buru menghampiri Gaia yang terjatuh dari ranjang. Gaia tetap menutup rapat matanya, masih berpura-pura tidur. Demi Tuhan! Gaia sangat malu karena jatuh dari ranjang dan Kaysan melihatnya. Kaysan meraih tubuh istrinya, menggendongnya lalu memindahkannya ke atas ranjang. Naia, si gadis kecil berusia lima tahun tersebut tiba-tiba bangun–menatap daddy dan mommynya dengan bingung. "Mommy kenapa, Dad?" tanya Naina dengan nada menggemaskan, mengamati mommynya yang sudah daddy-nya pindahkan ke ranjang. "Jatuh," jawab Kaysan singkat, nadanya lembut sembari menatap hangat pada putrinya. "Tadi Mommy sudah bangun." Tiba-tiba saja Nezha, si anak tampan berusia lima tahun tersebut bersuara. Entah sejak kapan anak kecil yang selalu memasang ekspresi dingin itu terbangun. "Tapi Mommy kembali tidur ketika pintu dibuka. Mungkin Mommy takut pada Daddy," lanjutnya, ikut mengamati mommynya.Gaia yang sedang berbicara dengan putrinya, seketika teralihkan saat handphone-nya berdering. Dia langsung meraih HP, melihat siapa yang menelponnya. "Daddymu menelpon, Mommy angkat telepon dulu yah, Sayang. Bentar," ucap Gaia, mendapat anggukan dari Naia. Setelah mommynya menjauh, Naia menghela napas. Dia menatap sang mommy dengan ekspresi yang murung, benar-benar sedih dan bimbang secara bersamaan. "Daddy saja kalau ada apa-apa langsung menghubungi Mommy. Sedangkan Kak Kaze, sepertinya dia kesenangan nomornya ku blokir," gumam Naia, lagi-lagi menghela napas lalu meraih HP-nya. Naia kemudian membuat sebuah story di sosial media-nya. Namun, sebelumnya dia sudah memastikan kalau keluarganya dan keluarga Kaze tak akan melihat story tersebut. [Buat para suhu, info dong cara kabur dari pernikahan. Soalnya doi sukanya ke orang lain, tapi maksa nikah dengan diriku yang imut ini.] Story sosial media yang Naia buat, di mana Story tersebut sudah ia khususkan untuk teman-temannya saja. Dia
Apa Kaze ingin menemui Nabila? Kaze ingin menolong Nabila yang terluka? Naia membuka pintu mobil lalu buru-buru keluar dari dalam. Sepertinya Kaze lupa mengunci pintu karena tergesa-gesa, dan syukurlah karena dengan begitu Naia bisa keluar. Naia buru-buru tergesa-gesa masuk ke dalam restoran. Dia ingin melihat apa yang ingin Kaze lakukan. Apakah pria itu benar-benar ingin membantu Nabila? Atau ada sesuatu yang Kaze sembunyikan darinya. Saat masuk ke restoran, dada Naia bergemuruh hebat. Dia penasaran tetapi dia khawatir sesuatu yang ia takutkan terjadi. Setelah di tempat tadi, Naia mengerutkan kening karena tiba-tiba saja di sana sudah ramai. Para penjaga atau satpam telah berkumpul, begitupun para pelayan restoran yang terlihat panik. Naia bisa melihat Nabila yang terlihat panik. Sedangkan Kaze, pria itu …- Bug' Naia meringis melihat itu, langsung memejamkan mata kala melihat Kaze memukul seorang pria. Dari kemeja yang pria itu kenakan, kalau Naia tak salah ingat, dia ada
Setelah mengambil foto bersama Kaze, pria itu izin membawanya untuk menghabiskan waktu berdua pada orang tua Naia. Orang tua Naia tentu mengizinkan. Sedangkan Naia, dia bersikeras ikut dengan orang tuanya karena ingin cepat-cepat pulang ke kotanya. Namun, tetap saja pada akhirnya dia pergi dengan Kaze. "Sepertinya kau marah padaku," ucap Kaze, di mana mereka masih dalam mobil. Entah kemana pria ini akan membawanya! "Tidak." Naia menjawab cepat, menoleh singkat pada Kaze supaya tak terkesan sedang bad mood, lalu kembali fokus pada ponselnya–bertukar pesan dengan sahabatnya, Kika. Ah, sayang sekali karena dia dan Kika tidak sempat bertemu setelah turun dari aura. Itu karena mereka sama-sama fokus pada keluarga masing-masing. "Lalu kenapa kau tidak banyak bicara? Tidak seperti biasanya," ujar Kaze, menoleh sejenak pada Naia lalu memilih fokus pada jalanan. "Aku sukanya ngobrol sama sesama manusia, bukan sama tembok," jawab Naia, masih memilih fokus pada handphone. Jika tadi di
Setelah itu, Naia buru-buru masuk ke dalam kontrakan. Kaze menghela napas, turun dari mobil kemudian segera menghampiri kontrakan. Dia mengetuk pintu beberapa kali, akan tetapi pintu tersebut tak kunjung dibuka. Dia juga mencoba menghubungi Naia, namun alih-alih telponnya diangkat, Naia malah memblokir nomornya. "Tuan, sepertinya Nona Naia marah pada anda," ucap Arsen pelan. "Kurasa," jawab Kaze singkat sambil membuka pesan yang sempat Naia kirim padanya. --Wifey-- [Kak, aku ingin pulang. Soalnya besok aku ada gladi wisuda jam 8 pagi. Tapi sebelum itu, aku harus mengambil undangan, toga, dan mengurus kepentingan lainnya sebelum wisuda.] [Kak Kaze. Tolong baca! Aku nggak bohong. Besok aku ada gladi.] [Kak!] "Ck." Kaze berdecak pelan setelah membaca pesan dari Naia tersebut. "Arsen, bukankah kau bilang acara gladi untuk wisuda Naia, masih lusa?" "Ya, benar, Tuan." Arsen mengantikan kepala secara singkat. "Ada masalah, Tuan?" Kaze menghela napas panjang lalu diam dengan ek
Naia semakin tidak nyaman di tempat ini karena beberapa kali dia melihat perempuan itu mencuri pandang pada Kaze. Calon suaminya sendiri, memang tidak lagi pernah memandang perempuan itu. Kaze lebih fokus pada sebuah tablet canggih di tangannya, diberikan oleh Arsen yang juga disini–Kaze memeriksa pekerjaan. Namun, tetap saja Naia sangat tidak nyaman dan terganggu. Meskipun Kaze tak lagi menatap perempuan itu, tetapi pria ini tadi sempat bersitatap dan durasinya cukup lama. Naia mengeluarkan HP lalu mengetik pesan, mengirimnya pada Kaze. Dia meminta supaya Kaze mengantarnya pulang. Dia sebenarnya ingin mengatakannya secara langsung, akan tetapi dia takut dan cukup malu. Ada banyak orang dewasa di sini, dia takut dicap manja serta rewel oleh mereka. Ting' Mendengar notifikasi pesan, Kaze memeriksa HP. Akan tetapi belum sempat dia membuka ponsel dan membaca pesan dari perempuan di sebelahnya, tiba-tiba saja suara pecahan gelas terdegar. Prank' Kaze meletakkan kembali ponsel, me
"Ki-kita mau kemana?" gugup Naia, dia sedikit cemas karena ini sudah jam sepuluh malam dan dia masih di luar bersama dengan seorang pria. Meskipun Kaze adalah calon suaminya, akan tetapi Naia merasa tetap harus mewaspadainya. "Ke hotel," jawab Kaze santai, membuat Naia melebarkan mata dan semakin panik. "Hotel?" gumam Naia dengan pelan, menatap syok dan waspada pada Kaze. "Kak, aku putrinya seorang Kaysan Dante Smith yah. Kakak jangan macam-macam padaku." "Siapa yang ingin macam-macam padamu," datar Kaze, melirik datar ke arah Naia. Setelah itu dia menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan jalan otak perempuan ini. "Sebelum aku menjemputmu, aku sedang ada urusan di hotel DeRoyal. Tapi karena aku harus menjemputmu, aku meninggalkan beberapa dokumen penting di sana," jelas Kaze dengan nada datar dan tanpa menoleh ke arah Naia, menatap lurus ke arah jalan, "kau tidak perlu repot-repot mengotori kepalamu dengan berpikir negatif padaku. Aku tidak tertarik padamu." Awalnya







