Share

4. Menunggu Kepastian

Penulis: Blue_Starlight
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-10 12:37:31

Kedatangan satu lagi sosok pria yang tiba-tiba melayangkan pertanyaan pada Ashley, membuat wanita itu terkejut. Terlebih, saat pertanyaan itu sangat tidak terduga olehnya.

Ashley menatap Liam dan Hans secara bergantian. Tatapan penuh kebingungan atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan Hans.

"Ehm ... begini Bu Ashley. Ini Pak Hans, beliau atasan saya," kata Liam memulai percakapan. "Kami menawarkan pekerjaan untuk Anda, karena Pak Hans merasa Anda memenuhi kriteria sebagai ibu susu untuk Baby Neul."

Sejenak semua sunyi. Meskipun keadaan Ashley saat itu sangat miris, namun tidak membuat Hans merasa jijik. Baju yang kedodoran dan rambut yang tak disisir rapi, serta tanpa alas kaki, itu masalah yang mudah baginya.

Sementara Ashley merasa dilema dengan jawaban yang sudah ditunggu kedua pria di hadapannya.

Tak ada pilihan lain untuknya. Meskipun Ashley juga banyak tau tentang ibu susu, namun ia tidak menduga ini akan terjadi pada dirinya.

Kejutan apa lagi yang menantinya di depan sana?

"Bagaimana, Bu, apa Anda setuju?" tanya sang asisten.

Liam dan Hans menanti kepastian.

Ini harapan Hans satu-satunya demi Haneul. Hans menatap Ashley penuh harap untuk sang anak. Terlihat sekali dari sorot mata yang memohon tanpa berkata.

Entah, apa yang membuat Ashley merasa yakin. Naluri keibuannya mendorongnya menerima tawaran itu. Refleks kepalanya mengangguk setuju.

"Yes!" Sorak girang langsung terdengar dari bibir sang CEO. Kemudian Hans mengendalikan ekspresinya. "Ekhem, dan siapa namamu?"

"Sa-saya Ashley," jawab Ashley lirih.

Hans manggut-manggut, "Ashley. Dan ... mengenai hak serta kewajiban yang harus kamu kerjakan, semua akan aku beritahukan di rumah."

Ashley mengangguk lirih.

Tersenyum tipis, Hans kemudian mengalihkan pandangan pada sang asisten, "Urus administrasinya, Liam. Kita pulang!"

"Baik, Pak." Setelah mendapatkan perintah, Liam langsung mengurus biaya pengobatan Ashley, dan membantu membawa barang-barang milik wanita itu.

"Biar saya yang bawa itunya, Pak," pinta Ashley seraya menunjuk bungkusan kantong plastik. Ia merasa malu karena dalam isi kantong plastik itu yang tak seberharga.

Liam menyerahkan sembari tersenyum tipis. Kemudian berjalan lebih dulu yang diikuti sang CEO.

"Kamu bisa jalan?" tanya Hans menoleh sekilas ke belakang. Memastikan wanita yang akan menjadi ibu susu sang anak baik-baik saja.

Wanita itu mengangguk pelan, "Bisa, Pak."

"Kalau masih ada yang sakit kamu katakan saja."

Ashley menggeleng, "Tidak. Saya baik-baik saja."

Setelah mendapatkan jawaban, Hans kembali fokus ke depan. Sementara Ashley terus mengikutinya di belakang, dengan memakai sandal rumah sakit.

Liam lebih dulu mengambil mobil yang kemudian menghentikannya di depan pintu utama. Ia turun sebentar membukakan pintu untuk sang CEO, "Silahkan, Pak."

Sebelum naik, Hans melihat Ashley kemudian memberinya isyarat menggunakan dagunya, 'Masuklah dulu.'

Melangkah ragu, Ashley masuk ke dalam mobil yang kemudian disusul Hans duduk di sampingnya. Rasa tegang dan ingin tau hal apa lagi yang ada di depan sana, bercampur menjadi satu dalam diri sang wanita.

Beberapa saat perjalanan. Pagar rumah mewah di daerah kawasan elite terbuka lebar.

Kini, mobil mewah itu masuk ke dalam halaman luas yang di dalamnya berdiri bangunan kokoh dan megah.

"Ayo, turun. Kita sudah sampai," kata Hans sebelum melangkahkan kaki.

Wanita itu mengikuti langkah pria di depannya masuk ke dalam rumah.

Seorang wanita paruh baya menyapa keduanya. "Selamat malam, Pak," ucap Bu Winda menunduk sekilas.

"Oh ya, Bu Winda, tunjukkan kamar Ashley dan berikan baju bersih untuknya."

Sedikit terkejut, namun Bu Winda tetap mengiyakan. "Baik, Pak."

Hans menoleh sekilas kepada Ashley, kemudian meninggalkan kedua wanita itu.

Setelah mendapat perintah, wanita paruh baya itu menelisik Ashley dari atas hingga ujung kakinya, kemudian tersenyum hangat.

"Namamu Ashley?" tanyanya singkat yang langsung mendapat anggukan dari sang pemiliknya. "Perkenalkan aku kepala pelayan di sini, kamu bisa memanggilku Winda," imbuhnya.

Tak banyak pertanyaan yang dilontarkan Winda pada Ashley, ia langsung mengajak wanita lusuh itu ke belakang.

"Sementara ini, kamu bisa menempati kamar itu dulu," tunjuk Winda pada pintu berwarna coklat, "Cepat bersihkan badanmu, aku akan mencarikan baju untukmu."

Mendengar kelembutan dan kebaikan kepala pelayan, Ashley mengangguk, "Terima kasih, Bu."

Winda berbalik badan meninggalkan Ashley, dan kemudian mencarikan baju bersih untuk wanita itu.

Sementara Ashley, tangannya terulur membuka knop gagang pintu kamar. Tatapan Ashley langsung terkesiap, melihat kamar tidur yang dikatakan pembantu sepertinya.

"Wah, benarkah ini kamar pembantu? Ukuran ini dua kali lipat kamar di rumah Mas Soni ..." gumamnya terkagum.

Tak menunggu lama, Ashley langsung membersihkan diri setelah mendapat baju ganti dari Bu Winda.

Di kamar utama, Hans melepas dua kancing atas dan menggulung lengan kemejanya sebatas siku. Ia berdiri menatap kaca jendela besar, serta memasukkan satu tangannya di saku celana.

Kejadian sebelumnya benar-benar hampir membuat Hans cemas. Ada saja kejutan-kejutan kecil dari Tuhan untuknya.

"Ternyata ini jalannya aku menemukan ibu susu untuk Haneul ..." lirihnya, "Oh ya, aku harus menjelaskan padanya beberapa hal."

Pria itu langsung turun ke bawah dan meminta Bu Winda menyampaikan pada Ashley, kalau dirinya menunggu di ruang kerja.

Ashley kemudian membawa langkahnya menuju ruang kerja yang sudah ditunjukkan Winda tadi. Sebelum masuk ia mengetuk pelan.

"Masuk!"

Suara bariton menyilahkannya dari dalam. Hans bisa melihat seorang wanita yang kini sangat berubah dari sebelumnya. Tidak selusuh tadi.

"Duduk," titah Hans.

Ashley mendudukkan dirinya di sofa dalam ruang kerja itu, kemudian Hans mulai berkata. "Seperti yang aku katakan sebelumnya di rumah sakit. Aku ingin kamu bekerja di sini, menjadi ibu susu bayiku."

Wanita itu bergeming, namun tetap fokus mendengarkan.

"Namanya Haneul. Sejak bayi, dia alergi dengan susu formula. Maka dari itu aku menawarkan pekerjaan ini setelah aku mendapat informasi dari Bram. Aku tidak akan mencampuri urusanmu sebelumnya, aku hanya ingin kamu fokus pada pekerjaanmu di sini. Aku juga akan memberimu gaji dan fasilitas lainnya," ungkap Hans dengan lugas.

Tak ada jalan keluar bagi Ashley untuk menolak tawaran ini. Ke mana lagi ia akan pergi dan menumpang hidup?

Terlebih, dorongan naluri seorang ibu ingin menyelamatkan anak sangat mencuat ke dalam hati Ashley.

"Ba-baik saya setuju."

"Oh ya, kamu sudah tau namaku, kan?" balas pria itu sembari menyodorkan satu black card, "Pakai ini, beli semua kebutuhan yang kamu perlukan."

Melihat kartu hitam di atas meja, Ashley menggeleng cepat. Ia yakin, isi dalamnya pasti sangat banyak. "Tidak Pak, saya tidak perlu itu. Saya diberi makan saja sudah cukup."

Hans memiringkan kepalanya sedikit, "Oke, kalau kamu tidak mau, biar Liam buatkan sendiri dengan namamu."

"Tapi, Pak ..."

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (34)
goodnovel comment avatar
SalmiaSR
weeee langsung blak card dong... wah as kamu emng wanita baik2... coba klo engga udah habis itu si mblek
goodnovel comment avatar
Yanda Hanazti
beruntungnya Ashley bertemu dgn hans, meskipun pekerjaan Ashley sebagai ibu susu untuk bayi haneul, hans tak segan2 memberikan fasilitas yg baik tuk Ashley
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
wow hans sangat murah hati banget belum apa-apa udah d kasih kartu ajja. tapi btw kmna istri c Hans .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   170. Happy Ending

    Langit pagi tampak suram di atas bangunan tua yang dikelilingi pagar kawat berduri. Lapas itu, tempat para narapidana kelas berat menanti akhir dari sisa hidup mereka. Di dalam salah satu bloknya, terdengar erangan tertahan.Hendrik tergeletak di sudut sel tahanan. Wajahnya lebam. Bibirnya pecah. Tubuhnya gemetar. Nafasnya sesak, seolah paru-parunya dihantam ribuan kepalan tangan.Dua hari lalu, ia resmi dipindahkan dari sel umum ke blok isolasi "khusus".Dan sejak itu ... hidupnya tak pernah sama lagi.Setiap malam, pintu sel dibuka tanpa aba-aba. Beberapa sipir masuk. Beberapa membawa tongkat, sebagian hanya menggunakan sarung tangan dan sepatu boot baja. Mereka tidak berbicara. Tak memberi

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   169. Aku Akan Menjaganya

    Suasana kamar ICU yang kini sepi tanpa ada perawat maupun dokter, menjadi tambah sunyi tatkala Bu Riana memberikan sebuah saran agar semua yang ada di ruangan itu mempersiapkan mental dan hati mereka. Sejenak, Ashley dan Hans nampak bingung dengan apa yang akan disampaikan oleh wanita paruh baya ini.Hans dan Ashley sejenak saling pandang, kini mulai merasakan getaran aneh di dada mereka. Seolah firasat buruk mulai menyelimuti.Bu Riana menghela napas berat, lalu mulai berbicara dengan suara pelan namun tegas."Sebenarnya... ada satu rahasia yang Mama simpan yang membuat Soni pergi. Dan hari ini ... Mama ingin mengungkapkannya dan ingin kalian mengetahui semuanya.""Rahasia?" Ashley menahan n

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   168. Siapkan Mental

    Lorong rumah sakit itu terasa semakin panjang dan sunyi, seolah menyimpan rahasia besar yang baru saja akan terungkap. Langkah kaki Doni, Ashley, dan Hans menggema perlahan. Doni berjalan dengan dada sesak, pikirannya berkecamuk sejak mendengar nama "Sisil" keluar dari mulut Hans.Ashley yang berada di sisi Doni juga masih memikirkan hal yang sama. Perasaan tak suka dan benci pada Sisil masih ada, tapi kini bercampur dengan rasa khawatir dan penasaran.Setibanya di ruang IGD, Hans mengangkat tirai putih yang menutupi salah satu ranjang pasien."Sini ... dia di sini," gumam Hans pelan. "Coba lihat."Seketika, Ashley menoleh ke arah Doni. "Don?"

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   167. Mungkinkah ...

    Pagi merekah perlahan di langit yang cerah. Udara masih terasa segar meski lalu lintas di sekitar RS Puri Medika mulai riuh. Cahaya matahari menembus celah jendela lobi rumah sakit, membentuk garis-garis hangat di lantai putih mengkilap.Doni memasuki rumah sakit dengan langkah ringan dan ekspresi wajah yang sulit disembunyikan dan penuh rasa kemenangan. Ia baru saja kembali dari rumah untuk mengambil pakaian ganti, beberapa dokumen penting, dan barang keperluan lain. Tapi bukan itu yang membuatnya tampak begitu sumringah.Sementara Ashley keluar dari kafetaria kecil di dekat pintu utama, membawa dua bungkus nasi uduk dalam kantong plastik. Rambutnya diikat sederhana, tanpa make-up, namun aura ketenangan terpancar dari wajahnya yang kini sedikit membaik. Ia berhenti sejenak saat melihat Doni, lalu melambai pelan.

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   166. Permintaan

    Rendra mengerutkan kening, memandang Hendrik yang jelas-jelas sedang berusaha keras menahan perasaannya. "Mulai dari kejadian Sandra, adik Doni. Apa yang sebenarnya terjadi?"Hendrik terdiam sejenak. Ia menggigit bibir bawahnya, sesekali mengusap wajahnya dengan tangan yang gemetar. "Itu... aku tidak tahu, aku...""Jangan coba berbohong, Hendrik!" potong Alvin yang sudah tidak sabar. "Kami tahu apa yang terjadi. Kamu sudah memperkosa Sandra. Kamu tahu betul apa akibatnya dari perbuatanmu itu."Hendrik mendongak, matanya berkaca-kaca. "Aku... aku tidak bisa mengendalikan diriku waktu itu.""Cukup!" seru Rendra, suaranya keras dan tegas. "Kamu tahu apa yang kamu lakukan, Hendrik. Tidak ada alas

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   165. Penyergapan

    Rendra mengedipkan mata, lalu mengakhiri sambungan dengan cepat sebelum Hendrik benar-benar menutup lebih dulu. "Terima kasih waktunya, Pak. Mohon maaf kalau mengganggu. Selamat sore."Begitu telepon ditutup, Alvin langsung bergerak cepat di komputernya. Ia menghubungkan layar ke sistem pelacakan satelit dan memperbesar lokasi yang baru saja dikunci. Gambar dari CCTV pelabuhan mulai muncul, meski tidak terlalu jernih."Ini dia. Sinyal ponsel aktif di sekitar pinggiran kota. Kamera menangkap pergerakan pria dengan hoodie gelap, masuk ke area rumah tak berpenghuni tanpa izin. Wajah tidak jelas, tapi ... sepertinya dia menyembunyikan sesuatu," kata Alvin sambil menunjuk ke layar."Apakah kita yakin itu Hendrik?" tanya Alvin, meski nadanya sudah agak yakin.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status