Home / Rumah Tangga / IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU! / 5. Hari Pertama Bekerja

Share

5. Hari Pertama Bekerja

last update Huling Na-update: 2025-02-10 12:38:53

"Tidak ada tapi-tapian, Ash." Hans menyanggah penolakan Ashley, kemudian bangkit dari duduknya, "Ayo, aku tunjukkan di mana kamar Haneul. Mungkin saja dia sudah tidur, tapi tidak apa, yang penting kamu sudah tau kamarnya."

Ashley mengangguk pelan, seraya mengikuti langkah sang majikan menuju lantai dua. Di mana kamar Haneul bersebelahan dengan kamar Hans.

Sang CEO membuka pintu sangat pelan hingga hampir tidak terdengar suara apapun. Keduanya melangkah masuk lebih dalam.

Pandangan Ashley langsung tertuju pada bayi laki-laki yang tertidur pulas dengan posisi miring. Tampak tenang dan menggemaskan. Sebulir air tanpa sengaja menerobos keluar sudut matanya.

"Benarkan, dia sudah tidur." Seutas senyum kecil pun tergambar pada bibir Hans yang langsung mendapat anggukan sang wanita.

Suara bisik-bisik itu ternyata membangunkan perawat khusus menjaga Baby Neul selama ini. "Eugh ... Pak Hans ...?" sapa perawat sedikit terkejut.

Sang perawat berusaha memulihkan kesadaran, namun Hans melarangnya. "Tidak perlu bangun. Aku hanya menunjukkan pada Ashley. Mulai besok, dia yang akan merawat sekaligus menjadi ibu susu Haneul."

Perawat pun mengangguk kecil, "Baik, Pak. Kebetulan stok susu juga tinggal satu kantong saja."

Ashley belum berani menyentuh Haneul karena takut membangunkan bayi itu. Namun, ia bertekad akan datang lebih pagi, sehingga saat Haneul membuka mata, dialah yang dilihat.

Akan tetapi, sesaat Ashley berubah pikiran. Ia menarik kemeja Hans yang berdiri di sampingnya. "Uhm ... Pak, bolehkah saya tidur di sini? Saya tidur di karpet bawah juga tidak apa-apa."

Mengerutkan kening, pria itu kebingungan, "Kenapa? Apa kamu tidak suka kamarmu?"

"Oh, tidak, Pak!" sanggah Ashley cepat, "maksutnya agar saya lebih mudah memberi asi bayi Haneul saat dia menangis."

"Hm, boleh," angguk Hans setuju, kemudian menunjuk, "Kamu boleh pakai kasur besar itu. Tidur saja di sana."

Memang benar, kamar di ruang Baby Neul sangat luas. Selain terdapat box bayi, kamar tersebut juga ada ranjang besar dan ranjang lipat yang biasanya dipakai perawat.

"Ehm, apa tidak terlalu besar, Pak? Saya bisa kok tidur di lantai," tolak Ashley.

"Jangan! Saya justru tidak mengijinkan kamu tidur di lantai. Kalau kamu sakit terus bagaimana dengan bayi saya? Bisa-bisa Haneul juga ikut masuk angin!" tegas Hans melarang. "Pokoknya selama kamu menyusui Haneul, kamu harus jaga kesehatan kamu. Mulai dari pola makan dan obat-obatan, semua harus kamu jaga."

Larangan Hans seketika membuat nyali Ashley menciut. Wanita itu tertunduk dalam, "Ba-baik, Pak. Maafkan saya."

Menghela lega, Hans berucap lagi, "Ya sudah, sekarang kamu istirahat. Jangan sampai saya lihat kamu tidur di lantai!"

"Terima kasih, Pak. Selamat malam."

Setelah memastikan bayinya berada di tangan yang tepat, Hans berbalik badan, membawa langkahnya keluar kamar.

Dengan langkah letih, Hans kembali ke kamar. Sekarang waktunya ia ikut mengistirahatkan badan. Seharian berkutat dengan urusan kantor dengan pikiran yang bercabang pada Baby Neul membuat badannya terasa sangat lelah.

"Semoga besok lebih baik," gumam Hans sembari melangkah menuju kasur.

Serasa baru saja memejamkan mata. Pagi ini Hans dikejutkan dengan tangisan Haneul yang sangat kencang. Bayi itu sepertinya merasakan sakit, seolah ruam pada kulitnya belum juga membaik.

Beruntung, Ashley sejak bangun tidur sudah membersihkan diri lebih dulu, serta terutama bagian areola. Wanita itu langsung menghampiri box sang bayi.

"Hmmm ... Baby Haneul sudah bangun ya ...?"

Entah dari mana kekuatan dan ilmu Ashley, cara dia menggendong dan menenangkan Haneul, seolah semua refleks tanpa ia paksakan. Tanpa ia sadari batinnya terasa bahagia, seakan ia menyentuh anak kandungnya.

Ashley langsung memeriksa bagian pampers sang anak yang ternyata sudah penuh. Ia juga melepaskan semua pakaian Haneul.

"Sekarang, mandi dulu ya, Sayang ..."

Air yang sudah ia siapkan dalam ember pun terisi dengan air suam-suam hangat. Dengan telaten, Ashley memandikan bayi usia satu bulan itu. Ia mengusapnya lembut dan penuh kasih sayang.

"Setelah mandi, Haneul mau minum susu ya ..." Ashley tetap mengajak bicara sang bayi meskipun tak ada balasan. Namun ia yakin, cara ini adalah cara yang ampuh untuk perkembangan bayi.

Selang beberapa menit, ia menyudahinya. Ashley membungkus Haneul dengan handuk dan memakainya baju hangat.

"Nah, sudah ganteng kan .... Anak Ibu Ash siap minum susu ya ..."

Di dalam kamar itu hanya ada Haneul dan Ashley saja. Sang perawat pun sedang berada di bawah mencuci pakaian dan selimut kotor sang bayi.

Ashley menarik satu bangku di tepi box bayi, kemudian memangku sang anak yang kini mengoceh dengan bahasa bayi. Sebelum memberi ASI-nya, Ashley berkata dalam hati.

"Khaira, asi-nya buat dedek Haneul ya, maafkan ibu karena ibu belum sempat kasih ke kamu ..." ratap Ashley terisak, namun dengan cepat ia mengendalikan emosinya. Dia tidak ingin asi yang ia berikan berpengaruh pada Haneul.

Perlahan ia mulai membuka kancing bajunya satu persatu. Dengan lembut Ashley mengarahkan puting payudaranya pada bibir sang bayi.

Haneul yang sudah merasakan lapar sejak tadi, sehingga bibirnya mulai mencari dan memompa asi dari pabriknya tersebut.

Hatinya berdesir, namun bahagia, itulah yang dirasakan Ashley sekarang. Baru ini ia memberikan asi-nya pada bayi secara langsung. Biasanya, ia hanya memompanya menggunakan alat.

Selama menyusui, Ashley banyak berpikir. "Apa aku bisa menjemur tubuh Haneul di bawah matahari pagi?" gumam Ashley tampak ragu.

Sementara di ruang cuci, sang perawat yang sedang mencuci baju dan selimut Haneul, samar-samar mendengarkan obrolan para pelayan yang mengatakan jika dirinya akan dikembalikan ke Agency.

Risma harus mengeratkan pendengaran agar mampu menjangkau bisik-bisik yang dilakukan para pelayan. Seketika ia menjadi kesal.

Terlebih ia mendengar percakapan antara Hans dan Ashley semalam, memang Ashley sangat dibutuhkan. Karena kedatangan Ashley, sehingga dirinya tidak diperkerjakan lagi di rumah itu.

"SIAL! Kenapa harus dia yang ada di sini? Kenapa aku yang harus tersingkir!" batinnya.

Ia pun cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya. Berharap bisa mengawasi dan mencari kesempatan mengambil perhatian sang majikan.

"Pokoknya aku harus cepat selesaikan ini. Tidak, tidak boleh dia yang menjaga Baby Neul." Risma merasa memiliki hak. Karena dialah perawat pertama yang mengurus kebutuhan dan menjaga sang bayi.

Suara pintu terbuka, Risma langsung masuk ke dalam, pandangannya sontak membola dengan kedua mata yang hampir keluar.

"Apa-apaan kamu ini, Ashley!" seru Risma hingga suaranya menggelegar terdengar sampai keluar kamar.

Ashley yang sedang duduk di balkon kamar Haneul dengan sang bayi di pangkuannya seketika menoleh terkejut.

Hans yang kebetulan sudah bersiap ke kantor hendak melewati kamar Haneul pun mendengar bentakan Risma. Pria itu langsung menerobos masuk.

"KAMU TAU KAN HANEUL SEDANG SAKIT KULIT! KENAPA KAMU MENJEMURNYA! APA KAMU MAU DIPECAT!!" hardik sang perawat.

Tanpa Risma sadari, Hans berdiri di belakangnya ...

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (34)
goodnovel comment avatar
SalmiaSR
galak banget sih si risma .. kamu yg bakalan d pecat . hadeuuh
goodnovel comment avatar
Yanda Hanazti
ya ampun risma perasaan kamu juga perawat yg menjaga haneul tp seolah kamu adalah ibu kandung nya neul sehingga bebas membentak ashley
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
hehh risma apaan sihh kamu itu berasa nyonya banget .sampai bentak-bentak c Ashley .
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   170. Happy Ending

    Langit pagi tampak suram di atas bangunan tua yang dikelilingi pagar kawat berduri. Lapas itu, tempat para narapidana kelas berat menanti akhir dari sisa hidup mereka. Di dalam salah satu bloknya, terdengar erangan tertahan.Hendrik tergeletak di sudut sel tahanan. Wajahnya lebam. Bibirnya pecah. Tubuhnya gemetar. Nafasnya sesak, seolah paru-parunya dihantam ribuan kepalan tangan.Dua hari lalu, ia resmi dipindahkan dari sel umum ke blok isolasi "khusus".Dan sejak itu ... hidupnya tak pernah sama lagi.Setiap malam, pintu sel dibuka tanpa aba-aba. Beberapa sipir masuk. Beberapa membawa tongkat, sebagian hanya menggunakan sarung tangan dan sepatu boot baja. Mereka tidak berbicara. Tak memberi

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   169. Aku Akan Menjaganya

    Suasana kamar ICU yang kini sepi tanpa ada perawat maupun dokter, menjadi tambah sunyi tatkala Bu Riana memberikan sebuah saran agar semua yang ada di ruangan itu mempersiapkan mental dan hati mereka. Sejenak, Ashley dan Hans nampak bingung dengan apa yang akan disampaikan oleh wanita paruh baya ini.Hans dan Ashley sejenak saling pandang, kini mulai merasakan getaran aneh di dada mereka. Seolah firasat buruk mulai menyelimuti.Bu Riana menghela napas berat, lalu mulai berbicara dengan suara pelan namun tegas."Sebenarnya... ada satu rahasia yang Mama simpan yang membuat Soni pergi. Dan hari ini ... Mama ingin mengungkapkannya dan ingin kalian mengetahui semuanya.""Rahasia?" Ashley menahan n

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   168. Siapkan Mental

    Lorong rumah sakit itu terasa semakin panjang dan sunyi, seolah menyimpan rahasia besar yang baru saja akan terungkap. Langkah kaki Doni, Ashley, dan Hans menggema perlahan. Doni berjalan dengan dada sesak, pikirannya berkecamuk sejak mendengar nama "Sisil" keluar dari mulut Hans.Ashley yang berada di sisi Doni juga masih memikirkan hal yang sama. Perasaan tak suka dan benci pada Sisil masih ada, tapi kini bercampur dengan rasa khawatir dan penasaran.Setibanya di ruang IGD, Hans mengangkat tirai putih yang menutupi salah satu ranjang pasien."Sini ... dia di sini," gumam Hans pelan. "Coba lihat."Seketika, Ashley menoleh ke arah Doni. "Don?"

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   167. Mungkinkah ...

    Pagi merekah perlahan di langit yang cerah. Udara masih terasa segar meski lalu lintas di sekitar RS Puri Medika mulai riuh. Cahaya matahari menembus celah jendela lobi rumah sakit, membentuk garis-garis hangat di lantai putih mengkilap.Doni memasuki rumah sakit dengan langkah ringan dan ekspresi wajah yang sulit disembunyikan dan penuh rasa kemenangan. Ia baru saja kembali dari rumah untuk mengambil pakaian ganti, beberapa dokumen penting, dan barang keperluan lain. Tapi bukan itu yang membuatnya tampak begitu sumringah.Sementara Ashley keluar dari kafetaria kecil di dekat pintu utama, membawa dua bungkus nasi uduk dalam kantong plastik. Rambutnya diikat sederhana, tanpa make-up, namun aura ketenangan terpancar dari wajahnya yang kini sedikit membaik. Ia berhenti sejenak saat melihat Doni, lalu melambai pelan.

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   166. Permintaan

    Rendra mengerutkan kening, memandang Hendrik yang jelas-jelas sedang berusaha keras menahan perasaannya. "Mulai dari kejadian Sandra, adik Doni. Apa yang sebenarnya terjadi?"Hendrik terdiam sejenak. Ia menggigit bibir bawahnya, sesekali mengusap wajahnya dengan tangan yang gemetar. "Itu... aku tidak tahu, aku...""Jangan coba berbohong, Hendrik!" potong Alvin yang sudah tidak sabar. "Kami tahu apa yang terjadi. Kamu sudah memperkosa Sandra. Kamu tahu betul apa akibatnya dari perbuatanmu itu."Hendrik mendongak, matanya berkaca-kaca. "Aku... aku tidak bisa mengendalikan diriku waktu itu.""Cukup!" seru Rendra, suaranya keras dan tegas. "Kamu tahu apa yang kamu lakukan, Hendrik. Tidak ada alas

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   165. Penyergapan

    Rendra mengedipkan mata, lalu mengakhiri sambungan dengan cepat sebelum Hendrik benar-benar menutup lebih dulu. "Terima kasih waktunya, Pak. Mohon maaf kalau mengganggu. Selamat sore."Begitu telepon ditutup, Alvin langsung bergerak cepat di komputernya. Ia menghubungkan layar ke sistem pelacakan satelit dan memperbesar lokasi yang baru saja dikunci. Gambar dari CCTV pelabuhan mulai muncul, meski tidak terlalu jernih."Ini dia. Sinyal ponsel aktif di sekitar pinggiran kota. Kamera menangkap pergerakan pria dengan hoodie gelap, masuk ke area rumah tak berpenghuni tanpa izin. Wajah tidak jelas, tapi ... sepertinya dia menyembunyikan sesuatu," kata Alvin sambil menunjuk ke layar."Apakah kita yakin itu Hendrik?" tanya Alvin, meski nadanya sudah agak yakin.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status