Share

Bab 5 Bulan Madu

last update Last Updated: 2025-02-12 16:23:46

Nabila yang penasaran, menempelkan sebelah telinganya pada daun pintu. Matanya terbelalak, napasnya tiba-tiba memburu.

Nabila sangat hafal dengan suara itu. Jelas itu suara Weni. Namun, yang membuat Nabila tak habis pikir, suara pria yang ada di dalam kamar itu, sama persis dengan suara Arsya.

Semakin didengarkan, semakin yakin Nabila dengan kecurigaannya. Nabila ingin melihat sendiri apakah kecurigaannya benar? Jika iya, sangat keterlaluan mereka.

Nabila memutar pelan kenop pintu itu. Namun, sayangnya pintu dikunci dari dalam.

Semakin jelas terdengar suara rintihan itu. Semakin sesak dada Nabila. Mereka begitu menikmati apa yang mereka lakukan. Sebagai wanita dewasa yang telah menikah, tentu Nabila mengerti apa yang mereka lakukan saat ini.

Nabila melangkah mundur, dengan kepala menggeleng pelan. Matanya mulai berkaca-kaca, kemudian luruh membasahi pipi. Langkah mundurnya berhenti, saat matanya menangkap suatu benda di sudut ruangan itu.

Nabila mendekati meja bundar kecil tempat menyimpan vas bunga. Lantas ia menurunkan lebih dulu vas bunga itu ke lantai. Tangannya mulai meraih meja yang cukup berat itu. Dengan sekuat tenaga, Nabila mulai mengangkatnya ke udara.

Dengan napas memburu, tekad yang mulai ia kuatkan, Nabila mulai melangkahkan kakinya perlahan. Kemudian dengan cepat, ia melayangkan meja itu ke daun pintu.

Brak!

Pintu kamar Weni seketika terbuka lebar. Menampakkan sepasang pria dan wanita yang tengah melakukan aktivitas dewasa di atas ranjang. Sangat menyakitkan, saat melihat pria itu adalah Arsya, suami Nabila sendiri yang tengah berduaan bersama Weni.

“Jahat kalian berdua, apa yang kalian berdua lakukan di belakangku?!” bentak Nabila, berhasil membangunkan Bella yang berada di dalam box bayi.

“Nabila,” gumam Arsya, kemudian beranjak dari tempat tidur Weni.

Mereka berdua kelabakan, tampak sekali mereka habis melakukan hubungan terlarang di kamar itu.

“Nabila, aku bisa jelasin sama kamu,” ujar Arsya.

Weni mengenakan kembali pakaiannya. Lantas ia berjalan mendekat ke arah Arsya dan berhenti tepat di belakangnya.

“Kenapa, Mbak? Kaget melihat kami seperti ini?” tanya Weni dengan senyuman kecilnya.

Nabila menatap satu persatu wajah menjijikan itu. Tak menyangka jika keduanya menjalin hubungan terlarang seperti ini. Nahasnya, mereka melakukan di bawah atap yang sama dengan Nabila. 

Tangisan Bella semakin pecah, terganggu dengan suara keributan di kamar itu. Membuat bu Retno datang ke kamar Weni.

“Ada apa ini? Kenapa Bella sampai menangis kencang lagi seperti ini? Apa yang terjadi?” tanya bu Retno.

“Ibu tanyakan saja sama anak dan menantu kesayangan Ibu. Kenapa aku sampai mendobrak pintu kamar ini?” timpal Nabila.

Bu Retno menoleh ke arah Arsya dan juga Weni. Bukannya takut, Weni malah tersenyum seakan menantang tatapan mertuanya.

“Bu, Mbak Nabila cemburu saat aku dan Mas Arsya lagi berbulan madu,” ujar Weni.

Mendengar pengakuan Weni, sontak membuat Nabila terkejut. Bulan madu? Sejak kapan mereka menikah?

“Maksud kamu apa? Weni, kamu jangan kurang ajar, ya. Aku ini kakak ipar kamu. Tolong hargai keberadaanku di sini,” imbuh Nabila tak habis pikir.

Bu Retno kemudian menimpali, “Mohon maaf, Nabila. Kamu tidak bisa berlaku seenaknya seperti ini terhadap mereka berdua. Biarkan mereka menghabiskan waktu bersama, karena Arsya dan Weni sudah menikah tadi siang.”

Deg!

Belum habis rasa sedih kehilangan anak. Nabila kini dihadapkan dengan kenyataan jika suaminya telah menikah lagi. Nahasnya dia menikah dengan adik iparnya sendiri.

Rasa sakit hati Nabila begitu bertubi-tubi. Ingin rasanya ia menjerit sekencang mungkin.

“Ja-jadi, apakah kalian menikah sehabis pulang dari klinik tadi?” tanya Nabila.

Arsya mengangguk, ia kemudian angkat suara setelah lama terdiam.

“Iya, Nabila. Kami sudah menikah, kami menikah siri. Maafkan aku, aku hanya ingin menjaga Weni dan Bella. Aku hanya menjalankan amanah mendiang adikku untuk menyayangi mereka. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menikahi Weni. Aku harap, kamu bisa menerima keadaan ini,” jelas Arsya.

Tangan Nabila mengepal kuat, ingin rasanya ia menampar wajah Arsya. Mereka begitu egois, seakan sudah tidak menganggap lagi keberadaan Nabila.

“Jangan harap aku akan menerima pernikahan kalian. Sumpah demi apa pun, aku tidak rela dimadu. Ibu, Ibu ini orang yang lebih tua di rumah ini. Tidak sepantasnya Ibu mencampuri urusan rumah tanggaku. Aku yakin, Ibu, kan yang memaksa suamiku menikah lagi? Kenapa, Bu? Apa salah aku sama Ibu? Ibu harusnya menjadi penengah jika ada sesuatu di rumah ini. Bukannya bersikap egois. Aku tahu Ibu sangat menyayangi Weni. Tapi aku juga sama menantu Ibu. Ibu lebih menyayangi Bella. Tapi ingat, Bu, Amira juga cucu Ibu. Dia anak kandung Mas Arsya. Tapi kenapa Ibu selalu membeda-bedakan kami?” sarkas Nabila.

“Sudah cukup, Nabila. Cukup kamu jangan pernah lagi menyalahkan Ibuku. Sebelum kamu menyalahkan Ibuku, kamu ngaca dulu. Apakah kamu mampu membahagiakanku? Tidak, kamu tidak pandai membahagiakanku. Sekarang juga, aku putuskan untuk menceraikan kamu. Kamu pergi dari sini sekarang juga. Tanpa membawa apa pun dari rumah ini,” usir Arsya.

Nabila terhenyak, Arsya dengan tegasnya menceraikan dan mengusirnya dari rumah. Bu Retno kemudian keluar dari kamar Weni. Tak berselang lama, bu Retno kembali dengan tas berisi baju-baju Nabila.

“Kamu pergi sekarang juga. Sudah lama aku ingin melakukan ini. Dan sekarang waktunya kamu pergi dari sini!” Bu Retno menyeret Nabila keluar.

Tak ada pembelaan sama sekali dari Arsya. Malah yang ada Weni bergelayutan di tangan Arsya. Seakan menunjukkan dialah pemenangnya.

Nabila mengambil tas berisi pakaian itu. Ia pun mulai melangkahkan kakinya pergi dari rumah itu.

Tengah malam begini, Nabila bingung hendak pergi ke mana. Rumah peninggalan orang tuanya pun telah diambil alih oleh adik ayah Nabila, dengan dalih untuk membayar semua hutang ayahnya kepada adik ayahnya tersebut.

Dengan tangisan yang pecah, Nabila terus berjalan. Hingga ia teringat akan temannya, Nadya. Ya, ia bisa menginap di rumah temannya malam ini.

Nabila bergegas menuju rumah Nadya. Cukup jauh, akan tetapi Nabila tidak ada pilihan lain.

Sesampainya di rumah Nadya, Nabila segera mengetuk pintu. Lama ia menunggu Nadya membukakan pintu, akhirnya pintu pun terbuka.

“Maaf, Mas Rocky, Nadya ada?” tanya Nabila pada suami Nadya.

“Ada, kamu Nabila, kan? Ada apa larut malam begini ke sini?” tanya Rocky, ia melihat Nabila yang menenteng tas berukuran cukup besar.

“Em … hanya mau bertemu dengan Nadya saja. Boleh aku ketemu sama Nadya?” tanya Nabila.

Rocky mengangguk, kemudian memanggil Nadya.

Nadya muncul dengan penampilan berantakan. Tampaknya ia baru bangun tidur.

“Nabila, ada apa malam-malam begini kamu ke sini?” tanya Nadya.

Nabila pun dipersilahkan masuk. Lekas Nabila segera menjelaskan apa yang terjadi.

“Aku harap kamu tidak keberatan aku menginap sementara waktu di sini. Besok aku mau mencari pekerjaan,” ujar Nabila.

Nadya begitu prihatin mendengar cerita Nabila. Ia memeluk temannya itu, memberikan semangat.

“Ya sudah tidak apa-apa, kamu menginap di sini. Kamu yang sabar, Nabila!” ujar Nadya.

Nadya pun segera menunjukkan kamar tamu untuk Nabila. Setelah itu, Nadya kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya.

Nabila segera merebahkan diri, ia merasa lelah setelah berjalan cukup jauh tadi. Baru saja Nabila hendak memejamkan mata, suara ketukan pintu membuatnya kembali terbangun.

Bergegas Nabila membuka pintu. Mengira Nadya hendak masuk kembali ke kamar yang ditempati Nabila. Namun, setelah pintu dibuka, Nabila sangat terkejut saat mendapati Rocky yang berniat masuk ke dalam kamar Nabila.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 128 Salah Paham

    Nabila membekap mulutnya sendiri, dan menggelengkan kepalanya pelan. Rasanya ia begitu syok mendengar informasi dari bu Irna, yang mengatakan bahwa Gala sedang berada di rumah sakit.“Ya Tuhan, Bu Irna serius? Apakah suami saya sakit atau bagaimana, coba jelaskan?” tanya Nabila, ia merebut ponsel itu dari tangan bu Sani.“Bukan, Bu. Ibu tenang dulu jangan salah paham dulu. Pak Gala berada di rumah sakit katanya nggak sengaja mobilnya menyenggol pengendara motor saat mau pulang. Pak Gala tidak apa-apa jangan khawatir,” jawab bu Irna.Nabila kini bisa bernapas lega. Ternyata kecemasannya terbukti salah.“Ah iya, Bu Irna. Terima kasih atas informasinya,” ucap Nabila, lalu mengembalikan ponsel itu kepada bu Sani.Bu Sani segera menutup telepon itu. Mengusap bahu Nabila sambil tersenyum kecil.“Kamu terlihat sangat cemas. Terlihat sekali kamu sangat mencintai pak Gala. Saya yakin, di tangan kamu, pak Gala akan menjadi suami yang sangat beruntung,” ujar bu Sani.Nabila mengusap wajahnya pel

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 127 Khawatir

    Saat malam tiba, jam telah menunjukkan pukul 11 malam. Namun, Gala belum kunjung pulang. Beberapa kali Nabila menghubunginya. Akan tetapi panggilan telepon Nabila tidak tersambung. Membuat Nabila mulai merasa cemas.“Mas Gala kenapa belum pulang juga? Tidak seperti biasanya, kalau pulang telat tidak sampai jam segini,” gumam Nabila.Nabila tidak sabar ingin menceritakan mengenai foto Naima dan juga Delima. Rasa penasaran itu kian membuncah dalam diri Nabila. Apakah ada kemungkinan, jika Delima adalah Naima, kakak kandung Nabila? Semua masih menjadi misteri.Nabila berjalan mondar mandir di depan pintu. Sesekali ia menggigit ujung kukunya, untuk mengurangi rasa gelisah yang mendera di hati.“Mas, kamu kenapa, sih, belum pulang juga? Cepetan pulang dong, Mas. Aku ingin kamu dengar langsung cerita bi Nining,” gumam Nabila.Nabila kembali mencoba menghubungi nomor suaminya itu. Terus menerus ia ulang menghubungi Gala. Namun, masih tetap sama, nomor Gala masih tidak dapat dihubungi. Menyes

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 126 Mirip

    “Kenapa, Bi? Kok lihatin akunya kayak gitu? Apa ada yang salah dengan penampilanku?” tanya Nabila, ia memeriksa baju yang sedang dikenakannya. Tidak peka atas reaksi yang bi Nining tunjukkan.“Bukan, bukan itu. Tapi ini!” jawab bi Nining.Bi Nining menggelengkan kepalanya pelan. Lantas ia melihat benda berupa album foto itu dan menunjuknya..Nabila pun baru paham, ternyata bi Nining memperhatikan album foto miliknya.“Itu album foto keluargaku,” ujar Nabila.Nabila pun mendekati bi Nining, kemudian mengambil album itu dari tangan bi Nining. Nabila menatap foto yang ada di dalam album tersebut.“Em … Mbak Nabila. Maaf jika saya lancang. Saya mau tanya, siapa anak kecil yang ada di foto itu?” tunjuk bi Nining ke salah satu foto.Nabila menatap foto anak kecil yang ditunjuk bi Nining barusan. Ia pun tersenyum getir saat melihat potret kecil mendiang kakaknya. Seketika rasa sedih itu kembali muncul.“Itu kakakku, Bi. Dia kak Naima, tapi dia sudah lama sekali meninggal, sejak umurnya masih

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 125 Berserakan

    Keesokan paginya, Gala tengah bersiap hendak pergi ke kantor. Nabila pun membantu memasangkan dasi serta merapikan kerah kemejanya.Saat Nabila lengah, tiba-tiba Gala mengecup kening Nabila. Membuat wanita itu tersenyum dan tersipu malu.“Terima kasih, Sayang. Oh iya, sepertinya aku bakalan pulang telat. Jangan tunggu aku kalau mau makan malam,” ucap Gala.“Iya, Mas, semoga lancar kerjaannya,” sahut Nabila.Setelah selesai bersiap dan juga sarapan pagi, Gala pun menaiki mobilnya lalu berangkat. Nabila melambaikan tangannya saat Gala memasuki mobil.“Papanya sudah berangkat, Sayang. Kita masuk lagi, yuk! Kita duduk di taman belakang saja, sambil berjemur. Asyik … Sandi jadi makin sehat, dong!” seru Nabila, mengajak ngobrol Sandi.Nabila berjalan melewati dapur, di sana terlihat mbok Min dan juga bi Nining tengah sibuk mengupas bawang dan memotong sayuran. Sesekali mereka berdua mengobrol dan tertawa.Melihat pemandangan itu, Nabila tersenyum. Ikut merasakan kebahagiaan di antara mereka

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 124 Tidak Dibayar

    “Mas!” teriak Nabila yang terbangun karena terkejut.“Maaf, Sayang aku mengagetkanmu! Aku baru saja hampir menabrak orang,” ucap Gala.Di depan mobil itu, seorang wanita terduduk dengan kedua tangan memegangi telinga dan mata tertutup dengan kepala menunduk. Tampak sekali, wanita itu ketakutan saat mobil Gala hampir saja menyentuh tubuhnya.“Apakah dia baik-baik saja?” tanya Nabila.“Aku tidak tahu, aku harus pastikan apakah dia baik-baik saja,” ujar Gala, ia keluar dengan membawa payung.Nabila menunggu di dalam mobil, sambil memperhatikan Gala yang menghampiri wanita itu.Gala yang telah mendekat, ia pun menepuk bahu wanita itu.“Mbak tidak apa-apa?” tanya Gala.Wanita itu mengurai tangannya dan melepaskannya dari kedua telinga. Membuka mata lalu mengangkat wajahnya menatap Gala.“Bi Nining!” Gala terhenyak, ternyata wanita yang hampir saja ia tabrak adalah bi Nining, ART di rumah Mona.“Mas Gala!”Bi Nining pun sama terkejutnya seperti Gala. Tidak menyangka jika ia akan bertemu den

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 123 Taman Bunga

    “Sudah siap?”“Sudah, dong!”Gala dan Nabila telah bersiap hendak pergi jalan-jalan. Tujuan mereka sebelum jalan-jalan, terlebih dulu mereka berniat untuk datang ke makam Amira.Nabila merasa rindu terhadap anak perempuannya itu. Gala yang mengerti dengan perasaan Nabila, ia menyetujui keinginan Nabila untuk pergi ke sana.“Kita ke makamnya saudara kamu ya, Sayang. Andai Amira masih ada, pasti kamu akan senang. Kalian akan tumbuh bersama,” ujar Nabila sambil memangku Sandi.Gala mengusap bahu Nabila. Berusaha menenangkan hati wanitanya itu.“Kamu yang sabar, ya! Tuhan lebih sayang sama Amira. Mungkin di sana, Amira bahagia dan sedang melihat kita. Jadi, kamu jangan bersedih, ya!” seru Gala.Nabila menganggukkan kepalanya pelan. Walau pun sedih, ia telah mengikhlaskan kepergian Amira.Mobil Gala pun telah sampai di depan gerbang pemakaman umum. Segera Gala memarkirkan mobilnya.Sebelum masuk, mereka membeli buket bunga serta bunga mawar untuk taburan di atas makam.“Amira ….lihat Ibu b

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 122 Lambaian Tangan

    Di kediaman Gala, Ello telah menyetujui untuk mengantar Faisal dan juga Erina untuk kembali ke rumah mereka.Sesuai keinginan Erina, ia ingin tinggal berdua di rumahnya bersama Faisal. Menghabiskan masa tua mereka dengan tentram.“Mami, kalau butuh apa-apa jangan sungkan hubungi aku, ya. Aku dan Mas Gala pasti akan merindukan Mami dan Papi. Kami juga pasti akan sering-sering main ke rumah kalian,” ujar Nabila, ia tengah membantu Erina memakai baju.“Iya, Nabila. Mami akan sangat senang jika kalian sering-sering main ke rumah kami. Rumah kami akan selalu terbuka untuk kalian, anak-anak Mami,” sahut Erina, ia mengusap lengan Nabila.Setelah selesai memakaikan baju Erina. Nabila pergi ke dapur, untuk membawa bekal untuk Erina di jalan, yang telah ia siapkan sedari tadi.Nabila melangkah masuk ke dapur. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat Ello yang juga sedang berada di dapur, dengan posisi membelakanginya.Nabila ragu-ragu untuk melanjutkan langkahnya. Hingga ia terdiam mematung d

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 121 Menagih

    “Ish! Mama apaan, sih? Memangnya ada yang salah dengan cara aku jalan? Perasaan aku jalan biasa saja,” sahut Nadin.Mona mendekati Nadin, lantas berdiri di hadapan anaknya itu. Tatapannya seakan mengintimidasi.“Tapi … yang Mama lihat, jalan kamu memang beda. Kayak yang habis-”“Ck, Ma … apa Mama nuduh aku yang macam-macam? Mama nggak percaya sama aku?” potong Nadin, mulai emosi dengan ucapan Mona yang mengarah pada tuduhan negatif.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia mengangkat sebelah tangannya ke udara, membantah pertanyaan Nadin.“Tidak, mungkin Mama yang salah lihat. Ya sudah kamu masuk saja ke dalam. Mama mau lanjut nyiram tanaman bunga kesayangan Mama dulu,” jawab Mona.Nadin pun kembali membalikkan badan. Melenggang pergi masuk ke dalam rumah. Namun, mata Mona tidak bisa lepas dari gerak-gerik langkah kaki Nadin yang begitu berbeda itu.“Kok perasaan aku jadi nggak enak. Kenapa, ya?” Mona mengusap dadanya pelan.Mona pun kembali menyiram tanaman bunga, seperti yang tadi

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 120 Bercak Darah

    Nadin terbangun di dalam kamar yang asing. Penampilannya begitu kacau serta tubuh yang terasa sakit.“Sakit banget, ada apa ini? Kenapa aku ada di sini?” gumam Nadin, ia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan.Nadin merasa aneh, kenapa ia bisa berada di tempat yang asing baginya. Padahal semalam ia sedang berada di club malam bersama Lina dan Kia.Seketika Nadin teringat akan pria yang pernah bersamanya di club malam.“Apa Edo yang membawaku ke sini?” gumam Nadin, kepalanya masih sedikit merasa pusing.Nadin menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Lalu beranjak dari tempat tidur, hendak menuju kamar mandi. Namun, saat ia hendak melangkah, tubuh bagian intimnya terasa nyeri. Entah apa yang terjadi, Nadin tidak ingat apa pun.Nadin hendak melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Akan tetapi, ponsel miliknya tiba-tiba berdering. Nadin melirik tas miliknya yang berada di atas tempat tidur. Namun, alangkah terkejutnya Nadin, saat melihat bercak merah menodai sprei putih yang terp

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status