“Mas Rocky mau apa?” tanya Nabila, ia berdiri di ambang pintu, menatap Rocky yang masuk ke dalam kamarnya.
Rocky menatap Nabila dengan sebelah alis yang terangkat. Ia kemudian menyimpan satu buah tas bedcover dan menyimpannya di atas tempat tidur. “Maaf, Nabila, jangan salah paham dulu. Aku ke sini cuma mau memberikan ini sama kamu, Nadya yang nyuruh. Nadya sangat mengantuk jadi dia nyuruh aku,” jawab Rocky. Nabila terdiam. Namun, ia kemudian menganggukkan kepala, setelah melihat Rocky membawakan sprei, selimut dan sarung bantal untuknya. “Aku disuruh Nadya supaya memberikan sprei, sarung bantal dan selimut ini sama kamu, karena sprei, selimut dan bantal yang itu belum diganti. Takutnya kotor dan kamu gatal-gatal,” jelas Rocky. Mendengar penjelasan Rocky, membuat Nabila merasa malu sendiri. Bisa-bisanya ia berpikir buruk tentang suami temannya itu. “Em … aku minta maaf, Mas. Aku tidak bermaksud-” “Tidak apa-apa, sebaiknya kamu segera ganti spreinya sebelum kamu tidur. Aku juga mau balik ke kamarku,” potong Rocky. Nabila mengangguk, kemudian bergegas menutup pintu dan mengganti seprei dan sarung bantal itu. Setelah semua diganti, barulah Nabila bisa tidur. Akibat lelah setelah berjalan kaki cukup jauh, membuatnya dengan gampang terlelap tidur. Keesokan paginya, dari arah dapur terdengar suara alat penggorengan saling beradu. Nabila yang baru saja bangun, lekas ia mengambil handuk untuk mandi. Hari ini, Nabila berniat keluar untuk mencari pekerjaan. “Nadya, maaf aku baru bangun. Aku juga mau numpang mandi,” ucap Nabila merasa tidak enak. “Nggak apa-apa, Nabila. Aku ngerti, kamu pasti lelah setelah berjalan kaki semalam ke sini. Sudah santai saja kali, kayak sama siapa saja. Oh iya, kamar mandinya ada di sana, di kamar tamu memang tidak ada kamar mandi di dalam,” sahut Nadya, yang tengah sibuk membuat nasi goreng. Nabila mengangguk, lantas ia segera masuk ke kamar mandi yang ditunjuk Nadya. Kamar mandi itu berada dekat dengan dapur. Di bawah guyuran air dingin, Nabila terisak saat teringat akan Amira dan Arsya. Secepat itu Tuhan mengambil mereka dari sisi Nabila. Amira yang telah tiada di dunia ini, dan Arsya yang telah berkhianat dengan Weni. Sakit, memang terasa sangat sakit. Namun, Nabila mencoba untuk tetap bersabar dalam situasi yang kini tengah ia hadapi. Hidup harus terus berjalan, Nabila harus bisa membuang jauh bayang-bayang pengkhianatan suami dan keluarganya itu. Selesai mandi, Nabila bergegas keluar dengan pakaian yang telah diganti. “Nabila, ayok sarapan!” ajak Nadya, saat Nabila melewati ruang makan. Tampak Nadya telah berpenampilan rapi. “Iya, terima kasih, Nadya,” sahut Nabila. Di meja makan itu, Nabila yang baru saja bergabung, melihat Nadya telah menyelesaikan sarapannya. Tampaknya ia sangat buru-buru hendak pergi. “Em … Nabila, maaf aku sudah selesai sarapannya. Aku harus cepat pergi kerja, banyak yang harus aku kerjakan di kantor. Kamu sarapannya yang banyak. Mas, kamu temani Nabila makan, ya. Aku berangkat dulu. Bye, Sayang, bye Nabila!” pamit Nadya. Nabila mengangguk, ia baru tahu jika Nadya bekerja. Padahal dirinya telah menikah. Namun, anehnya suaminya tampak masih memakai baju santai. Nabila meneruskan sarapannya. Sampai ia sadar, jika sedari tadi Rocky tengah memperhatikannya. “Kamu yang sabar, ya, lelaki macam Arsya memang tidak pantas mendapatkan wanita seperti kamu. Kamu baik dan cantik, kamu bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dari pada dia,” ujar Rocky tiba-tiba. Membuka obrolan untuk memecah keheningan di antara mereka. Nabila terdiam, tersenyum getir saat mendengar ucapan Rocky. Kemudian mengangguk kecil sebagai jawaban. Lantas ia kembali melanjutkan sarapannya. “Kamu mau cari kerja, kan hari ini?” tanya Rocky. “Iya, Mas. Rencananya aku mau cari kerja,” jawab Nabila. Rocky tersenyum, kemudian menyudahi sarapannya. “Biar aku yang antar kamu cari kerjaan,” ujar Rocky. Nabila menautkan kedua alisnya, merasa aneh dengan sikap Rocky. Istrinya dibiarkan berangkat seorang diri. Namun, Rocky malah menawarkan diri untuk mengantar Nabila. Tentu saja, Nabila tidak enak akan hal itu. “Em … maaf, Mas Rocky. Bukan aku menolak niat baik Mas. Tapi, aku bisa sendiri, kok. Tidak perlu repot-repot, hari ini sepertinya aku bakalan lama di luar. Terima kasih atas kebaikan Mas, tapi beneran aku bisa sendiri,” ucap Nabila menolak, kemudian dengan cepat beranjak dari kursi, dan membereskan piring-piring kotor. Mata Rocky pun terus menerus menatap ke arah Nabila. Nabila yang tengah mencuci piring, segera mempercepat mencuci piringnya. Lantas ia segera bersiap diri untuk segera pergi mencari kerja. Ia tidak ingin berlama-lama tinggal di rumah Nadya. Nabila merasa tidak enak terhadap Nadya. Maka, Nabila harus bisa mendapatkan pekerjaan secepat mungkin supaya ia mendapatkan uang dan mencari kontrakan untuk ia tinggali. Nabila mulai keluar dari rumah Nadya. Kebetulan, rumah Nadya tak jauh dari jalan raya. Jadi, Nabila bisa langsung menunggu angkutan kota di depan halaman rumah Nadya. Lama Nabila berdiri di pinggir jalan. Belum ada satu pun angkutan umum yang datang. Namun, tiba-tiba Nabila meringis kesakitan saat anggota tubuh penghasil asi miliknya terasa sakit. Asi yang begitu subur membuatnya tersiksa. Nabila terpaksa harus kembali ke rumah Nadia, bermaksud untuk mengambil pumping yang tidak sengaja ia tinggalkan di kamar. Nabila berjalan masuk ke dalam rumah. Bergegas ia pergi ke arah kamar yang semalam ia tempati untuk mengambil pumping miliknya. Setelah ia membuang asinya, lantas ia segera kembali untuk menunggu angkutan kota. Tak berselang lama, yang ditunggu-tunggu pun datang. Sebuah angkutan kota yang berhenti di hadapan Nabila. Nabila pun segera masuk ke dalam mobil tersebut. Namun, Nabila terpaku di ambang pintu mobil, saat melihat seseorang berpenampilan rapi di dalam mobil tengah menatapnya dengan tersenyum.“Apa?!”Semua orang terkejut mendengar ucapan Ello yang tiba-tiba membatalkan pernikahannya.Nabila menatap Ello dengan tatapan bingung. Dalam benaknya penuh tanda tanya besar. Kenapa bisa Ello melakukan itu?“Kenapa kamu batalin, Mas?” tanya Nabila.Ello membuka peci hitam dari kepalanya. Ia menghela napas kasar, lantas menoleh ke arah Nabila.“Maafin aku, Nabila. Aku tidak bisa menikahimu,” ucap Ello.Faisal menimpali, “Tapi kenapa, Ello?”Ello menggelengkan kepalanya, lantas mundur dari posisi duduknya. Ia kemudian mendekat ke arah Gala dan Sandi. Kemudian memasangkan peci itu ke kepala Gala.“Kamu yang lebih pantas menikahi Nabila. Kembalilah sama wanita yang kamu cintai. Buat Nabila bahagia, jangan pernah lagi kamu mengulangi kesalahan kamu. Sandi dan Alora sangat membutuhkan kalian.” Ello menepuk bahu Gala, seraya menyunggingkan senyum kecil.Gala tidak bisa berkata-kata, apakah ia sedang bermimpi?“Lu serius?” tanya Gala, yang disambut oleh anggukan kepala Ello.“Ya, aku serius
Beberapa hari kemudian. Di kediaman Nabila, seluruh keluarga Ello hadir untuk mengikuti acara akad nikah Nabila dan juga Ello.Pernikahan itu akan digelar secara sederhana. Tidak ada resepsi sesuai keinginan Nabila. Hanya keluarga inti yang hadir di acara itu.Ello telah bersiap dengan kemeja putih serta peci hitam yang bertengger rapi di kepalanya. Lelaki itu tampak bersemangat untuk melangsungkan akad nikah bersama wanita yang sangat ia inginkan selama ini.“Apakah Nabila sudah siap? Sebentar lagi penghulu akan segera datang,” ujar oma Nira.“Em … Nabila masih ada di kamarnya. Mungkin masih bersiap diri. Biar aku lihat dulu!” sahut Ello.Ello pun beranjak dari duduknya. Gegas ia pergi ke kamar Nabila. Sampai di depan pintu kamarnya, Ello melihat pintu itu sedikit terbuka.Ello membuka pintu itu. Namun, saat kakinya hendak melangkah masuk, ia melihat Sandi sedang menangis di pelukan Nabila.Ello berdiri mematung tanpa mengeluarkan suara sepatah kata pun. Matanya fokus tertuju pada Na
Setelah keadaan Nabila pulih dari demamnya. Ello segera memboyong wanita itu pulang ke rumah. “Terima kasih, Mas!” ucap Nabila, saat Ello membantu membukakan pintu untuknya.Kedatangan Nabila dan Ello pun disambut oleh tangisan Alora yang tidak berkesudahan. Bi Susi kerap kebingungan, entah harus dengan cara apa lagi untuk menenangkan bayi itu.“Alora nangis terus, Bi? Ya ampun … maaf ya, Bi Susi. Aku sudah merepotkan Bibi,” ucap Nabila.“Tidak apa-apa, Mbak Nabila. Namanya juga bayi, pasti selain tidur, dia pasti nangis. Sepertinya Alora mau ASI, em … apakah keadaan Mbak Nabila sudah membaik?” tanya bi Susi.Nabila mengambil Alora dari gendongan bi Susi.“Aku sudah enakan, Bi. Biar saya kasih ASI dulu. Ya ampun … Sayang, maafin Mama, ya. Kamu haus ya, Nak!” seru Nabila.Nabila pun masuk ke dalam kamarnya, untuk memberikan ASI kepada Alora. Namun, saat Nabila memberikannya, Alora masih saja rewel, susah sekali untuk tenang.Selain memberikan ASI, berapa kali Nabila juga menimang-nima
“Aku mau mama, aku mau mama!”Di kediaman Gala, Sandi menangis di dalam kamarnya sambil berguling-guling. Setiap hari Sandi selalu menanyakan keberadaan ibunya. Setelah Gala memberitahu jika Nabila adalah ibunya, Sandi sangat bahagia. Namun, kebahagiaan itu hanya berlangsung sementara, kini harus pupus saat keputusan Nabila untuk menikah bersama Ello.“Sandi, jangan nangis ya, Nak. Nanti kita ketemu mama. Tapi tidak sekarang, ya! Papa kan ada di sini, Papa nggak akan berangkat kerja. Sandi tidak boleh seperti ini, Sandi kan anak lelaki. Anak lelaki tidak boleh menangis seperti ini,” ujar Gala, mencoba menenangkan Sandi.“Tapi mau mama!” Sandi masih terus menangis.Melihat Sandi yang seperti itu, tentu membuat Gala sangat sedih. Sandi begitu menginginkan Nabila bersamanya. Namun, Gala bingung harus berbuat apa. Nabila telah menutup hatinya.“Bagaimana kalau kita beli mainan. Sandi mau beli mainan apa? Papa pasti beliin buat kamu. Asal Sandi nggak boleh sedih lagi. Kalau Sandi sedih, la
“Ello, kenapa kamu nggak pernah cerita sama Oma, tentang di mana Nabila selama ini? Sekarang dia sudah melahirkan. Oma, papi dan mami kamu sudah tahu dari Gala. Jadi selama ini, kamu yang menyembunyikan Nabila? Kenapa, Ello?” tanya oma Nira tak habis pikir.Ello menghembuskan napas kasar. Ia mengganti channel acara TV beberapa kali, tanpa menikmati satu pun dari acara tersebut.“Oma mau marah? Silahkan, Oma … aku tidak akan melawan. Jika kalian mau menyalahkanku, aku juga sudah siap. Tapi, sebelum itu kalian juga harus ingat, betapa sakitnya Nabila, saat tahu Gala telah menipunya. Bahkan Nabila dengar sendiri, jika Gala bersedia menikahi Bianca. Jadi, apakah aku salah jika membawa Nabila pergi, dan melindunginya di tempat lain? Lagi pula, itu bukan atas dasar niatku. Tapi itu kemauan Nabila sendiri. Aku sih oke-oke saja, karena aku sangat menyayangi Nabila. Asal Oma tahu, aku tidak pernah macam-macam terhadap Nabila. Dari situ, Nabila mulai merasa nyaman denganku. Aku dan Nabila akan
“Apakah kamu tidak memikirkan perasaanku, Nabila? Ello adalah kakak kandungku. Jika kalian menikah, lalu bagaimana dengan aku dan anak-anakku?” gumam Gala, ia memandangi rumah Nabila.Tatapan lurus dengan kedua tangan yang dimasukkan pada saku celana. Gala menatap pilu ke arah rumah Nabila. Terdengar suara tangisan bayi di dalamnya. Membuat hatinya bergejolak ingin sekali masuk ke dalam, dan memeluk putri kecilnya itu. Namun, semua sudah terlambat. Pintu hati Nabila telah tertutup. Jika sudah seperti itu, Gala bisa apa?Cukup lama ia berdiri di seberang jalan depan rumah Nabila. Gala pun memutuskan untuk pergi. Ia berjalan kaki hendak menuju mobilnya. Sengaja ia memarkirkan mobilnya cukup jauh dari rumah Nabila.Sampai di tempat parkir mobilnya. Gala segera masuk, lalu pergi dari tempat itu.“Kalian berdua masih saling mencintai. Aku bisa lihat itu. Lalu, apakah aku harus kembali mengalah dalam hal ini?” gumam Ello.Ello berada di dalam mobilnya. Ia belum benar-benar pergi dari kampun