Home / Romansa / INTAN (Sekuat Hati yang Terkoyak) / Chapter 3 Single Rasa Janda

Share

Chapter 3 Single Rasa Janda

last update Last Updated: 2022-07-06 12:48:44

"Untuk apa kamu ke sana lagi?" tegur Novita begitu melihat anak kesayangannya muncul dari balik pintu garasi.

"Ke sana ke mana?" tanya Abraham balik tak acuh, tanpa menghentikan langkah menuju kamarnya.

Setelah bercerai untuk yang kedua kalinya, kedua orang tuanya memang memintanya kembali ke rumah mereka. Mengingat saudara perempuan Abraham sudah menikah semua.

"Berhenti dulu, Bram! Mami sedang bicara." Novita meringsek ke depan menghalau jalan Abraham.

"Besok saja dibahas, Mam. Bram capek seharian meeting."

"Lah itu tahu capek. Kamu ngapain ke rumah Sukoco?"

"Mami tahu dari mana?"

"Tahu lah, mata-mata Mami banyak."

Abraham tidak akan meragukan hal itu sedikit pun. Uang bisa melakukan segalanya, nyatanya kedua mantan istrinya menghilang setelah ia ceraikan. Contohnya Intan, walau awalnya ia menceraikan karena alasan keturunan pada akhirnya Abraham menerima kenyataan jika Intan juga telah berkhianat darinya.

"Keturunan Sukoco itu nggak ada yang beres, satunya mandul dan yang satunya lagi murahan. Lebih bego lagi anakku, sudah tahu begitu masih mau sama anak dari Prama," ujar Yakub Shelter.

"Papi dulu yang jodohkan kami."

"Iya, tapi kamu seharusnya cukup pintar untuk menolak. Tidak harus kalian bersama, Prama dan Papi juga punya beberapa kandidat lain. Tapi kamu saat melihat Intan pertama kali seperti kucing kelaparan melihat ikan segar di atas meja."

"Dan hari ini dia pulang malam karena habis singgah ke sana setelah ada info jika Intan terlihat di sana."

"Ngapain kamu masih cari dia? Bukti pengkhianatan dan dia yang mandul belum cukup?"

"Bukan begitu, Pi."

"Papi nggak mau tahu kamu nggak boleh lagi menemui keluarga mereka."

Abraham tidak lagi menyahuti ucapan kedua orang tuanya. Namun langkahnya terhenti saat ada sosok Dharma, sepupunya di sana.

"Kamu kapan datang?" tanya Abraham.

"Belum lama."

"Kamu habis minum?"

"Sedikit. Kamu tahu aku tidak bisa kembali ke apartemen karena Mami bisa jatuh sakit lagi."

Kedua orang tua itu tak lagi merecoki Abraham karena sudah tahu dari kediaman Sukoco sudah pasti anaknya akan singgah di klub yang mereka kelola.

"Kamu ngapain ke rumah Sukoco?" tanya Dharma begitu mereka berdua berada di dalam kamar Abraham.

Abraham sambil membuka pakaian atasnya dan berkata, "Jangan mulai deh."

"Aku hanya bertanya saja. Tujuanku dan kedua orang tuamu berbeda. Aku tidak akan melarang dengan siapa kamu berhubungan. Tetapi jangan lagi dekati Intan. Aku tahu kamu penasaran dengannya. Seolah menghilang begitu saja."

"Ya. Aku ingin membalas dendam. Aku tidak menduga dia tak sepolos yang aku tahu. Semua yang ada padanya menipu. Berbeda dengan Melia."

"Tentu saja mereka berbeda," gumam Dharma lirih.

Abraham yang hendak meraih handuk baru lalu berbalik menghadap sepupunya tersebut.

"Apa kamu bilang?"

"Tidak ada," ujar Dharma seraya menggeleng.

"Sepertinya aku mendengar sesuatu dari mulutmu?" tanya Abraham lagi tak mau kalah ia sangat yakin.

"Tidak ada hanya pikiranmu saja mungkin."

"Masa? Jika kamu tahu sesuatu tentang Intan beritahu aku."

"Bagaimana aku bisa memberitahumu? Aku saja tidak pernah berbicara dengannya selam kalian menikah, kamu posesif sekali."

"Aku yang protektif bukan posesif. Aku masih membebaskan dia tapi dia yang nggak mau. Lebih suka di rumah seperti babu."

"Kalau dia seperti itu, lalu bagaimana bisa dia selingkuh?"

Abraham berkacak pinggang dan tersenyum masam. "Orang kalau niat selingkuh ya selingkuh aja. Bisa dengan siapa pun."

"Kamu nggak curiga dengan siapa itu orang yang disebut sebagai selingkuhannya."

"Si Aris."

"Iya dia."

"Aku dulu sering meminta dia untuk mengambilkan dokumen di rumah. Menyesal aku memakainya sebagai asisten. Makanya aku ganti asistenku menjadi perempuan sekarang."

Dharma yang melihat wajah Abraham semakin kesal memilih untuk undur diri.

"Kamu sampai kapan menginap di sini?"

"Hanya malam ini. Besok aku harus kembali. Ada pameran furniture antik."

"Kamu bilang akan bekerjasama dengan temanmu yang memiliki galery? Siapa tahu furniture mereka bagus dan bisa dipakai untuk hotelku yang baru nanti."

"Bisa diatur itu. Saat ini dia sedang mencari gudang dan workshop."

"Kalau begitu bisa kamu kirimkan katalog?"

"Aku usahakan. Nanti ya nggak janji bisa cepat karena dia baru selesai masa pemulihan."

"Apa yang terjadi?"

"Kecelakaan mobil dua tahun yang lalu. Untung saja dia bisa bangkit walau sudah tersakiti sedemikian rupa.

"Temanmu pasti orang yang sangat kuat dan tegar."

"Ya dan dia seorang wanita."

"Wow … kamu pasti sangat tertarik padanya?" goda Abraham yang mulai terlihat membaik suasana hatinya.

"Jika dia mau membuka hatinya mungkin saja. Dia janda."

"Jangan deh. Lebih baik kamu cari yang masih single."

"Single rasa janda juga sudah banyak sekarang ini. Aku rasa menikahi janda lebih baik."

Abraham melemparkan handuknya ke arah Dharma dan di tangkap pria bertinggi 180cm dengan berperawakan sedang dengan rambut lurus sebahu dan di kuncir kuda.

"Itu cuma maumu saja. Uwa bisa terkejut jika kamu menikahi janda."

"Kalau janda yang ini berbeda dan aku yakin Ayah akan setuju. Kamu tahu, dia kembang desa sedari dulu."

"Jadi dia berasal dari desa yang sama atau hanya satu kelurahan?"

"Rahasia."

Sepeninggal Dharma, kembali Abraham merasa kesepian. Melirik pada botol Vodka yang tersisa setelah botol ia mengurungkan niatnya. Ia kembali mengingat saat tadi memindai isi rumah Sukoco. Tak sekalipun ia melihat foto Intan tergantung di sana dan selama ini ia baru menyadari hal itu. Saat semua hilang, baru terasa.

Hanya saja semua terasa salah, kenapa ia meratapi wanita yang dulu juga mengkhianatinya. Jika Aris tidak mengaku Abraham tidak akan kehilangan kepercayaan pada Intan. Rasanya masih tidak rela, entah apa yang mengganjal. Apakah karena wajah pucat Intan saat keputusan hakim dijatuhkan atau karena sebab lain.

Menurut informasi yang ia dapat, surat cerai juga belum diambil oleh Intan. Bukankah itu juga yang ia inginkan, terbebas darinya dan juga keluarga Sukoco. Aris bangkrut juga sebab Intan. Begitu informasi yang ia dapat.

Abraham melirik ponsel di atas nakas yang berkedip dan segera ia raih. Ternyata pesan dari Amanda. Abraham menggeleng pelan tak habis pikir. Nomor Melia sudah tidak aktif setelah perceraian mereka. Nomor Intan masih aktif tetapi tidak ada satupun panggilannya yang diterima apalagi pesannya tak ada satupun yang dibaca mantan istrinya itu. Namun mantan adik iparnya ini malah gigih memberikan perhatian kepadanya.

Abraham seperti apa yang dikatakan ayahnya tadi, akan membalas dendam bukan untuk meraih hati Amanda. Sudah cukup, ia hanya ingin menemukan Intan dan membuat wanita itu mengakui semua perbuatannya sebelum ia melaporkan kepada polisi. Ia sangat ingin melihat wajah sombong Prama semakin malu akan ulah anak-anaknya yang jago akting dan manja itu.

tbc

Keep healthy everyone

Jangan lupa tinggalkan jejak dan share link cerita ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • INTAN (Sekuat Hati yang Terkoyak)   ABRAHAM BINGUNG

    “Rangga?” Abraham dengan suara serak kembali bertanya-tanya dengan yang dikatakan orang-orang di depannya. Kembali terucap pertanyaan tentang nama itu, bukan dirinya pastinya tetapi dirinya pun tidak asing dengan nama itu. Abraham berusaha mengingat-ingat siapa kira-kira orang yang memiliki nama itu diantara sepupu-sepupunya tetapi semakin keras ia berusaha mengingat semakin sakit kepala dibuatnya.Mereka orang-orang asing yang baru ia temui tapi rasanya ia seperti bukan orang asing. Apalagi pemilik bola mata indah yang berdiri di sebelah pria yang memiliki kulit lebih gelap dan mata hitam setajam elang, tampan seperti dirinya—nyaris sama dengannya tetapi jelas lebih muda.Apalagi pria tua yang berada di sebelah orang yang ia tebak adalah serorang Dokter, walau jelas tidak memakai seragam kebesaran mereka. Wajahnya mirip dengan sang ayah, Yusuf.“Bagaimana perasaanmu? Adikmu bilang kalau kamu tadi kesakitan?” tanya Abah Yayud

  • INTAN (Sekuat Hati yang Terkoyak)   MAS BRAM DI MANA?

    Aris sudah lebih dari tiga jam mondar-mandir di ruang tamu. Boy sama sekali belum memberikan kabar apapun bahkan ponsel anak buahnya itu tidak dapat dihubungi. Apa yang sebenarnya terjadi? Masa mencari satu orang saja sangat sulit, bahkan Aris sudah bisa memastikan bahwa Abraham tidak mungkin bisa bergerak karena sudah sangat lemah. Apa benar dia sudah disantap Macan atau ular seperti kelakarnya?Aris kembali meremas rambutnya dengan jengkel, menyesali kenyataan kenapa sang ibu baru mengabari sekarang bukan kemarin-kemarin. Jika sampai seperti ini memang dirinya yang susah. Namun ya bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Dapat menculik Abraham dan menyiksanya sedemikian rupa buktinya bisa membuatnya puas. Ada kepuasan batin tersendiri menyiksa pria bajingan yang memperlakukan Intan seperti keset usang. Memperlakukan wanita pujaannya itu seperti budak. Lalu kini bisa-bisanya mendekati Intan kembali dan wanita itu seperti budak pelacur dengan suka rela membuka kakinya demi Abraham. S

  • INTAN (Sekuat Hati yang Terkoyak)   TUMBANG DISAAT YANG TIDAK TEPAT

    Risa menggigit bibir bawahnya dengan gemas. Sudah lebih dari sepuluh kali dirinya mencoba menghubungi nomor Bu Lurah tetapi tak sekalipun mendapat sabutan. Padaha jelas sabungannya sangat aktif.Asna mendekati Risa yang duduk di balik meja kerja Intan. “Gimana?” Risa menggeleng. “Aku datangi rumahnya ya?”Risa mendongak bersitatap dengan Asna. “Jangan Teh. Mantan suamimu ‘kan kerja di sana.” Risa tidak mau nanti Asna ikut terkena getahnya jika sampai ketahuan membantu Intan dan keluarganya.“Lalu gimana? Kalau telpon Pak Lurah saja?”Risa kembali menggeleng. “Takut,” ujarnya dengan raut cemberut menahan tangis. Ia sangat kasihan dengan keadaan Intan saat ini yang pasti sangat membutuhkan dukungan dari Abraham. Ah, pria itu. Ke mana sebenarnya apa benar tidak mau bertanggungjawab? Padahal saat terkena paku saja, Intan menjaganya di rumah sakit dan dirinya merengek seperti anak kecil saat mau ditinggal Intan.“Kang Dharma bagimana?”“Sama nggak ada yang angkat. Apa mereka benar-benar su

  • INTAN (Sekuat Hati yang Terkoyak)   SEDANG DIHAKIMI

    “Benar itu, Nak?” tanya Wira menatap Intan dengan intens. Intan yang selalu merasa segan sejak kasus sakitnya dulu ditangani oleh Wira kini semakin merasa segan dan ada rasa tidak nyaman disamping rasa malu serta rasa—bersalah. Kesadaran itu membuat Intan kini menunduk, bagaimana bisa dirinya merasa bersalah dengan ditanyai oleh orang yang sama sekali tidak ada hubungan darah dengannya sementara orangtuanya sendiri saja memutus hubungan—benar-benar tidak peduli dengan keadaanya.Aminah baru mengangkat bokongnya untuk mendekati Intan, menguatkan keponakkannya yang seolah sedang dihakimi saat ini karena jelas suara Wira lebih tinggi lebih seperti teguran daripada hanya rasa terkejut. Namun belum juga dirinya meluruskan tubuh Ajeng sudah lebih dulu duduk merapat di sisi Intan dan merengkuh bahunya. “Jangan takut sama, Papa,” ujarnya lembut dan seketika mata Intan membulat dan menoleh ke arah Ajeng. Ajeng yang awalnya tadi spontan menanyakan soal kehamilan Intan sejujurnya hanya ingin t

  • INTAN (Sekuat Hati yang Terkoyak)   Bujukan Wira

    Kelima orang dewasa dalam ruang tamu itu saling melempar pandangan dengan kekagetan yang tidak ditutup-tutupi. Keterkejutan yang terlihat pada selebar wajah mereka masing-masing dengan berbagai asumsi yang berbeda.“Dokter kok, bisa di sini dan kenal sama Bapak-Ibu?” tanya Intan lagi setelah membagi minuman dan duduk di seberang mereka semua.Asna muncul tak lama kemudian membawa pisang dan singkong goreng dengan parutan keju diatasnya dan sepuluh susun piring lepek kecil sekaligus garpu kecil.“Mari silakan di makan dan minum. Sebentar lagi hujan turun. Enak kalau jam segini ngemil. Saya masih masak untuk makan malam,” ujar Intan ceria entah mengapa melihat keberadaan Dokter Wira di sini suasana hatinya yang mendung menghilang begitu juga mual yang dirasakannya.“Namamu Intan?” tanya Ajeng dengan suara lembut keibuan. Sementara Wira dengan kesadaran baru bahwa pasien yang selama ini ia tangani tak lain adalah buah hatinya membuat tak ha

  • INTAN (Sekuat Hati yang Terkoyak)   Sama-sama Tahu

     “Intan anakku,” jawab Hamdani.“Anakmu? Bukannya Risa, namanya?” tanya Ajeng kembali memastikan mencocokan dengan ingatannya yang mulai membaik.“Risa dan Intan.”Ajeng menggeleng dan tersenyum tipis. “Kita sama-sama tahu Hamdani. Kamu hanya dikaruniai satu anak. Intan pasti anakku, bukan? Kamu akhirnya menemukan dia.”Hamdani dan Aminah lalu terduduk di lantai. Terpekur dengan bahu merosot tak berani beradu pandang kepada Ajeng dan Wira.Ajeng dan Wira pun kaget dengan tingkah keduanya. “Ada apa ini?” Wira paham, jika Intan adalah anak Ajeng sudah pasti itu juga adalah anaknya. Berapa usianya 27 tahun?Hamdani dan Aminah masih terdiam.“Ada apa? Katakan, jangan membuat bingung kami,” ujar Ajeng yang kebingungan.“Hamdan tolong jawab, Tetehmu. Kamu nggak mau dia bingung lagi ‘kan?”Hamdani menangkup kedua tangan di depan dada. “Maaf Teh, aku sudah lama menemukan tapi aku juga teledor. Banyak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status