'Congrats Kara, wah keren banget sih kalian!''Ya ampun lo kapan pacarannya sih kok tau-tau udah di lamar aja, anw congrats ya!''Demi apa siiii calon suami lo ganteng banget Kar! Selamat yaaa so happy for you!''Kar, lo mesti ceritain ke gue semuanya GAK MAU TAU!''KARA TELEPON PAPA SEGERA, KAMU APA-APAAN?'Dan masih banyak lagi pesan lainnya yang masuk ke ponsel Kara setelah ia memposting foto wedding proposal Bagas tadi malam. Ia baru saja bangun dari tidur dan mendapati Bagas masih tertidur pulas di sampingnya. Kara bangun dari tempat tidur lalu berjalan malas ke kamar mandi, setelah sempat tertidur sebentar di bathtub, Kara membereskan barang-barangnya, seingatnya mereka akan check out pagi ini dan langsung menuju London. Ia menelepon room service, meminta sarapannya dan Bagas untuk di antarkan ke kamar. Tak lama seorang pelayan datang, membawa meja dorong penuh dengan makanan lezat. Tanpa menunggu Bagas bangun, Kara menyikat makanan tersebut dengan lahap. Setelah itu Kara ya
Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam lamanya, Kara dan Bagas sampai di Mandarin Oriental Hotel di London - UK. Dengan lelah, Kara mengikuti bell boy yang mengantarkannya dan Bagas menuju suite room yang sudah di pesan Bagas. Suite mereka menghadap langsung ke Hyde Park, membuat Kara betah lama-lama melihat ke Jendela. "Tumben Gas, pilih yang kamarnya ada dua, udah waras yah kamu?" ledek Kara saat mendapati ada dua kamar di suite mewah tersebut. Bagas yang sedang duduk di sofa terdiam, sebenarnya ia sengaja memesan suite besar dengan dua kamar karena menghindari dirinya yang mungkin akan semakin tak terkendali jika tidur berdua dengan Kara. Beberapa kali Bagas mendapati dirinya terdorong untuk mencium bibir Kara, ia takut selanjutnya akan ada dorongan lain yang membuatnya melakukan hal yang lebih jauh kepada Kara. Tubuhnya seperti selalu meminta untuk mendekat pada Kara, padahal Bagas sangat yakin ia benar-benar tidak punya perasaan 'lain' pada Kara. "Di ajak ngomong diem a
Setelah tragedi mencengangkan di Dinner By Heston Blumenthal, Kara dan Bagas kembali ke hotel untuk beristirahat. Mereka tidur di kamar masing-masing dan berjanjian untuk bangun pada pukul 7.00 malam untuk jalan-jalan dan makan malam bersama. "Kara bangun!" Bagas menepuk pipi Kara pelan, membuat Kara langsung membuka mata seketika. "Jadi mau keluar gak?" tanya Bagas acuh. Kara mengucek matanya, lalu menguap lebar. Ia bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi tanpa menoleh pada Bagas yang sedang mengawasinya. Lima belas menit kemudian Kara sudah siap untuk berangkat, "Ayok!" tukas Kara sambil merapatkan mantel dinginnya.Bagas tak menyahut, hanya berbalik badan dan segera berjalan keluar dari ruangan suite yang mereka tempati. "Kamu mau kemana?" tanya Bagas saat mereka sedang berada di elevator turun. Kara langsung tersenyum, ia senang jika membahas tentang jalan-jalan. "Ke Westminster Bridge, London Eye, Southbank, eh sama ke situ yuk nyebrang dulu ke Hyde Park! Kan ada Winter W
Paginya Kara terbangun dengan kepala terasa sakit, ia mengernyit dan terkejut saat mendapati Bagas tertidur sambil memeluknya, ia nyaris berteriak namun segera tersadar kalau tadi malam ia yang meminta Bagas untuk memeluknya karena ia sangat kedinginan. Luka di pelipisnya terasa berdenyut-denyut, efek obat biusnya sudah hilang. Dengan segenap tenaga Kara melepaskan tangan Bagas yang masih memeluk tubuhnya, lalu ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan pelan-pelan menuju kamar mandi. "Tunggu, saya anterin!" suara Bagas yang tiba-tiba terdengar, mengejutkan Kara. Ia menoleh dan mendapati Bagas sedang duduk sambil mengucek matanya. Setelah merasa cukup terjaga, Bagas beranjak menghampiri Kara dan memegang lengan Kara. "Baek-baek ntar pingsan!" gumam Bagas, Kara tak menyahut dan tak menolak karena kepalanya masih terasa sakit. Sampai di kamar mandi, "Ya udah sana keluar, saya mau pipis," tukas Kara saat ia sudah di depan kloset. Bagas melirik Kara sambil mengantuk, lalu berbalik ba
"Bagas kita jadi bakal nikah di sana?""Keluarga kamu datang gak?""Keluarga saya gimana? Ya cuma Papa sih paling sama beberapa sahabat, tapi kan tetep aja saya pengen mereka dateng,""Dokumen nikah nya gimana?" "Kamu udah pesen tempatnya? Di hotel mana?"Kara terus menerus menyerocos tak bisa diam saat mereka sudah merebahkan tubuh di atas tempat tidur untuk beristirahat, karena besok pagi mereka harus berangkat ke bandara. Bagas yang cukup khawatir jika Kara akan demam lagi memutuskan untuk tidur di kamar Kara. "Berisik banget sih Kar! I'm trying to sleep!" bentak Bagas sebal. Kara memonyongkan bibirnya, lalu berbalik badan memunggungi Bagas dengan sebal. Merasa belum mengantuk, Kara memasang airpods di telinganya lalu memutar lagu kesukaannya, You're just too good to be trueCan't take my eyes off of youYou'd be like Heaven to touchI wanna hold you so much, Kara bernyanyi lirih dengan suara yang menurut teman-temannya cukup merdu. Bagas mengintip sedikit dan hanya mendapati
Masih di hari yang sama, "Cepetan Kar, kita mau liat venue acara!" tukas Bagas sambil memakai jam tangan rolex nya. Kara yang masih sibuk memandangi Wedding Dress Vera Wang dan Bridal Shoes dari Alexander Mcqueen langsung buru-buru beranjak memakai mantelnya dan menyusul Bagas. "Gas, kita nikah gak ngundang siapa-siapa nih jadinya?" tanya Kara saat ia sudah menjajari Bagas."Salah kamu pengen nikah di sini, jadi gak ada yang dateng kan," sahut Bagas sambil mengernyitkan dahinya silau, saat itu mereka sedang menanjak ke atas rooftop villa yang akan menjadi wedding venue mereka. Suhu hari itu cukup dingin, namun tidak terlalu dingin, hanya berkisar enam belas derajat celcius. Dengan sebal Kara memonyongkan bibirnya, "ya tapi kan kamu banyak uang, masa gak bisa sih ngongkosin keluarga saya sama temen-temen saya ke sini," gerutu Kara tak habis pikir. Bagas mendengus, "Kalo ngomong enak bener! Saya yang banyak duit kok jadi situ yang ngatur-ngatur, " sahut Bagas dengan nada yang menye
"Ra, papa minta maaf ya Ra," tukas Papa pada Kara saat mereka sedang duduk bersama di balkon rooftop villa, tempat acara pernikahan akan berlangsung lusa. Kara menatap Papanya, wajah tuanya tampak lelah. Rambutnya yang biasanya hitam, saking stres nya berubah menjadi warna putih. "Ga pa pa Pa, Kara ngerti," sahut Kara singkat, tak ingin menjawab berlebihan takut air matanya menetes. "Bagas keliatannya anak baik," ujar Papa sambil menatap Bagas yang sedang mengobrol dengan Nadine. Kara mengangkat bahu, "yah semoga Pa," diam-diam dalam hati Kara mengiyakan perkataan Papanya, karena Bagas memang cukup baik sejauh ini. "Oh iya Pa, Bagas bilang apa ke Papa sampai Papa ada disini?" selidik Kara penasaran. Papa menghisap rokoknya, lalu membuang asapnya perlahan. "Dia telepon Papa, bilang kalau dia udah terlanjur cinta sama kamu dan mau segera menikahi kamu, bahkan dia juga bilang ke Papa kalau Papa gak perlu khawatir, karena dia yang akan lunasi hutang 100 Milyar Papa," "Dia bilang kel
Pagi yang cerah dengan udara yang cukup dingin, masih dikisaran 16 derajat. Kara mematut dirinya di depan kaca, ia mengenakan dress bunga-bunga panjang model A line dengan lengan berbentuk ruffle. Rambut panjangnya di curly sedikit dan ia biarkan tergerai dengan anggun. "Inget Nyuk, lo mesti behave, kelakukan lo kan kadang out of the box!" Nadine mengingatkan Kara yang sebentar lagi akan bertemu orang tua Bagas. Kara tersenyum kecil,"Iya iyaa, duh ngeri ngeri sedep nih gue," tukas Kara menatap grogi ke arah jendela. Tak lama setelah itu Kara berkumpul dengan semua keluarganya termasuk Nadine untuk mengingat-ingat naskah kepura-puraan yang akan mereka tampilkan hari ini. Rasanya seperti mimpi, dalam waktu sekejap mereka menjadi keluarga penipu!"Oma excited sekali Karaaa!" pekik Oma yang memang sejak dulu cita-cita nya ingin menjadi pemain teater. Kara tertawa miris. "Duh semoga tante gak keceplosan yah," tukas Tante Intan, tante Kara yang super seksi dan bahenol. Kara memejamkan