Share

Bab 6 Belaian Lembut Aisyah

Kembali Ia membuka mata, melihat wajah Aisyah yang bersinar.

'Mengapa dalam perasaan, aku telah membuat kesalahan yang besar, menganiaya wanita itu? Hati kecilku mengatakan jika Aisyah tidak bersalah dalam hal ini. Apakah aku salah?' Pikiran Adam bergelut tidak menentu.

Setelah bacaan pada ayat terakhir terhenti, ia melafadz-kan, "Subhanakallahumma wa bihamdika, laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik."

Kembali ia meletakkan ponsel di atas meja. Dan mengatupkan kedua tangan lalu membasuh-kan ke wajahnya.

Ia melihat ke arah pintu mendapati suaminya berdiri di ambang sana.

"Apa yang kamu lakukan, Mas? Apa kau mau membaca ayat-ayat suci juga?" tanya Aisyah, dengan mengangkat alisnya.

Adam tidak lekas menjawab. Ia masih terbuai dengan suara indah istrinya.

'Sadar Adam! Dia musuhmu! Saat dia benar-benar jatuh cinta padamu, kau akan menceraikannya. Ia akan mengalami trauma yang berat, putus asa dan segudang penderitaan akan ia terima," ucapnya tanpa suara.

Ia menarik sudut bibirnya dan Aisyah melihatnya, lekas ia mengatakan, "Rencana apa yang akan kau lakukan padaku? Hem? Suamiku Sayang?" terka Aisyah menilai dari mimik wajah suaminya yang berbeda.

Aisyah berjalan pelan mendekati Adam, ia mengangkat tangan dan mengelus daun telinganya lembut.

Alih-alih Adam mulai merasakan lembutnya belaian Aisyah. Ia tidak pernah mendapatkan perlakuan selembut ini oleh seorang wanita, begitu pula ibunya. Banyak wanita yang tiap hari mendekatinya namun hanya karena uang.

Adam lebih memilih hidup sendiri dan menjauh dari keluarganya, meretas bisnisnya mulai dari nol. Membiarkan orang tua itu menyayangi Dewa putra yang amat mereka cintai daripada Adam.

'Rupanya pria ini mulai lunak, aku akan berjuang demi suamiku.'

Adam tersadar, lekas ia menampik tangan Aisyah dengan keras. Ia menggertakkan giginya dan mengumpat, "Apa yang kamu lakukan? Percuma saja! Usaha kamu akan sia-sia! Kamu hanya wanita munafik! Selamanya akan menjadi wanita munafik! Aku tidak akan pernah memaafkan kamu Aisyah! Wanita pembunuh adikku!"

Aisyah tidak lagi mendengarkan perkataannya, lekas ia melingkarkan kedua tangan ke tubuh Adam.

Deg deg deg ...

Terasa oleh Aisyah, detak jantung Adam bekerja cepat. 'Ada apa dengan pria ini? Apa ia memiliki perasaan terhadap-ku? Bissmillah semoga saja.'

Dalam batin Adam mengatakan, 'Astaga, apa yang terjadi pada diriku ini? Kenapa seperti ada sengatan listrik menjalar pada tubuhku? Wahai Adam, sadarlah!'

"Dasar wanita murahan! Apa tidak malu kamu seperti ini? Hem?" Ia mendorong tubuh Aisyah hingga mundur beberapa langkah kebelakang.

"Mas, Sayang ... Aku adalah istrimu. Aku minta kamu mencintaiku dengan tulus, " ucapnya lirih.

Ia maju dan mendorong tubuh Adam sampai ia terpojok dinding tembok. Entah ada yang aneh, pria itu hanya diam saja mendapatkan perlakuan istrinya itu.

"Itu akan menjadi mimpimu semata! Cih! Siapa sudi mencintai wanita pembunuh!"

Nyatanya Aisyah tidak mendengar ucapannya, ia semakin berani mendorong tubuh Adam hingga jatuh keranjang.

Kali ini, seluruh aliran darah Adam seakan mengalir dengan derasnya.

'Astaga, astaga ... Wanita ini sangat licik sekali? Ia sepertinya berusaha keras mendapatkan perhatian dari ku ini?' gumam Adam.

Adam terdiam sejenak, melihat wajah Aisyah dari jarak terdekatnya itu. Wajahnya yang cantik terlihat sempurna dimatanya.

"Mas Adam. Asal kamu tahu, tidak ada bukti yang kuat mereka menangkap ku. Karena aku memang tidak bersalah." Aisyah mengatakan dengan suara yang aneh.

'Sungguh wanita ini sangat licik! Bagaimana aku bisa pergi darinya disaat tubuhku tidak mampu ku gerakkan. Dasar Adam bodoh!' Pikiran Andam bergelut sendiri, tanpa reaksi. Tubuhnya sama sekali tidak sinkron dengan otaknya.

Ting Ting Ting!

Aisyah menghentikan ulahnya. Dan membiarkan Adam bangun dan meraih ponselnya di nakas yang berdering beberapa kali.

Setelah ia menjawabnya, gegas berdiri dan menyingkirkan tubuh Aisyah yang berdiri menghalaunya.

"Wanita murahan!" umpatnya sembari menarik jas hitam yang tergantung di sisi lemari.

"Mas mau kemana?" tanya Aisyah.

Adam berhenti melangkah, dan membalik tubuhnya. Ia mengangkat jari telunjuk kearah Aisyah. Dengan sebuah ancaman, "Kau hanya istri diatas kertas! Mau kemanapun adalah urusan ku. Aku peringatkan! Tidak perlu ikut campur! Satu lagi! Bersihkan rumahku, setelah aku pulang nanti, aku ingin semua selesai. Termasuk satu masakan makan malam untukku! "

"Baik, Mas." Meski terpaksa ia berusaha mengangkat dua sudut bibirnya.

"Meski kita telah menikah, jangan harap kita bisa tidur seranjang! Kamu hanya bisa tidur di sofa! Paha kamu!"

Aisyah menganggukkan kepala.

Adam melenggang pergi. Tanpa perduli lagi pada wanita yang masih menatapnya hingga ia tak terlihat dalam pandangan.

Mobil mewah berwarna hitam berhenti disebuah rumah besar. Itu adalah rumah kediaman Adijaya. Rumah Dewa tinggal dahulu bersama kedua orang tuanya.

Meski sedikit berat, kaki Adam sampai juga berhenti didepan pintu utama.

Dua pria bertubuh kekar memberi hormat padanya dan meminta asisten rumah tangga mereka membuka pintunya.

Satu yang tidak ia suka dari keluarga tersebut : adalah segala sesuatunya terlalu berlebihan.

'Apa tidak cukup petugas keamanan yang berjaga didepan? Cih! Dua anak buah ku saja sudah aku hentikan dari pekerjaannya. Aku mampu atasi semua tanpa bantuan mereka lagi.'

"Selamat sore Tuan Muda Adam," sapa mereka setelah membantu bibi membuka pintu.

Adam tidak menanggapi, ia berjalan saja masuk tanpa memperdulikan mereka. Dua pria tadi membuntutinya di belakang.

Ia berhenti dan menoleh, wajahnya tidak bersahabat kala itu. "Kenapa kalian mengikuti? Pergi kalian! Aku sangat terganggu!"

"Maaf Tuan Muda. Baiklah."

Bima Suseno dan Maliana menyambut kedatangan putra satu-satunya itu.

Terlihat dari wajah mereka -- masih dirundung duka. Kedua mata ibunya sembab. Tak kuasa ia melihatnya.

Lekas Adam memeluk tubuh Maliana (Ibu Adam), isak tangis terdengar kala itu. Bahu Adam terasa basah olah air mata.

"Sabarlah Ma." Ia menepuk bahu Maliana pelan.

Bima menjatuhkan bobotnya dikursi. Menyandarkan tubuhnya di dinding kursi.

Hempas nafas kasar kasar berulang kali terdengar pelan ditelinga Adam. Ia tahu mereka belum bisa menerima kenyataan yang terjadi.

"Adam," panggil Bima, dengan nada tegas. Seketika Adam menoleh kearah papanya duduk. Ia pun ikut duduk bersama mereka di ruang tersebut.

Ia berusaha mendengarkan baik-baik ucapan Bima , meski kesal yang masih menumpuk dihati ia alihkan.

"Papa ingin kamu menggantikan posisi Dewa dikantornya. Kamu bersedia?" Bima menatap wajah Adam. Ia menunggu beberapa saat sampai Adam membuka mulut untuk menjawabnya.

"Apa Adam terlalu buruk hingga Papa baru menyuruh Adam menduduki kursi besar itu setelah kepergian Dewa? Apa papa tidak pernah menganggap aku ada? Sepertinya Adam tidak akan menerimanya."

Setelah mencoba menyeka air mata, Maliana ikut berkata, "Mama mohon, Adam. Hanya kamu satu-satunya putra kami. Jangan menambah lagi beban kesedihan kami setelah kematian adikmu."

Melihat Maliana seperti itu, Adam tidak tega. Terpaksa ia menyetujui keinginan mereka.

*****

Hari dimana Adam memulai pekerjaan di perusahaan Dewa datang jua.

Seluruh pegawai Adijaya Group mempersiapkan syukuran atas diangkatnya Adam Smith sebagai direktur utama.

Semua persiapan sudah dilakukan, hingga mereka tinggal menunggu Adam datang, bersama Bima Suseno dan Maliana.

Sementara di kediaman Adam, ia masih berkutat dengan pakaian yang dikenakan.

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
XENA
kusut fikiran...sekusut jalan cerita...
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
msh penasaran motif di balik balas dendamnya adam ke aisyah n siapa yg ngebunuh dewa sbnrnya
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status