Kembali Ia membuka mata, melihat wajah Aisyah yang bersinar.
'Mengapa dalam perasaan, aku telah membuat kesalahan yang besar, menganiaya wanita itu? Hati kecilku mengatakan jika Aisyah tidak bersalah dalam hal ini. Apakah aku salah?' Pikiran Adam bergelut tidak menentu.Setelah bacaan pada ayat terakhir terhenti, ia melafadz-kan, "Subhanakallahumma wa bihamdika, laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik."Kembali ia meletakkan ponsel di atas meja. Dan mengatupkan kedua tangan lalu membasuh-kan ke wajahnya.Ia melihat ke arah pintu mendapati suaminya berdiri di ambang sana."Apa yang kamu lakukan, Mas? Apa kau mau membaca ayat-ayat suci juga?" tanya Aisyah, dengan mengangkat alisnya.Adam tidak lekas menjawab. Ia masih terbuai dengan suara indah istrinya.'Sadar Adam! Dia musuhmu! Saat dia benar-benar jatuh cinta padamu, kau akan menceraikannya. Ia akan mengalami trauma yang berat, putus asa dan segudang penderitaan akan ia terima," ucapnya tanpa suara.Ia menarik sudut bibirnya dan Aisyah melihatnya, lekas ia mengatakan, "Rencana apa yang akan kau lakukan padaku? Hem? Suamiku Sayang?" terka Aisyah menilai dari mimik wajah suaminya yang berbeda.Aisyah berjalan pelan mendekati Adam, ia mengangkat tangan dan mengelus daun telinganya lembut.Alih-alih Adam mulai merasakan lembutnya belaian Aisyah. Ia tidak pernah mendapatkan perlakuan selembut ini oleh seorang wanita, begitu pula ibunya. Banyak wanita yang tiap hari mendekatinya namun hanya karena uang.Adam lebih memilih hidup sendiri dan menjauh dari keluarganya, meretas bisnisnya mulai dari nol. Membiarkan orang tua itu menyayangi Dewa putra yang amat mereka cintai daripada Adam.'Rupanya pria ini mulai lunak, aku akan berjuang demi suamiku.'Adam tersadar, lekas ia menampik tangan Aisyah dengan keras. Ia menggertakkan giginya dan mengumpat, "Apa yang kamu lakukan? Percuma saja! Usaha kamu akan sia-sia! Kamu hanya wanita munafik! Selamanya akan menjadi wanita munafik! Aku tidak akan pernah memaafkan kamu Aisyah! Wanita pembunuh adikku!"Aisyah tidak lagi mendengarkan perkataannya, lekas ia melingkarkan kedua tangan ke tubuh Adam.Deg deg deg ...Terasa oleh Aisyah, detak jantung Adam bekerja cepat. 'Ada apa dengan pria ini? Apa ia memiliki perasaan terhadap-ku? Bissmillah semoga saja.'Dalam batin Adam mengatakan, 'Astaga, apa yang terjadi pada diriku ini? Kenapa seperti ada sengatan listrik menjalar pada tubuhku? Wahai Adam, sadarlah!'"Dasar wanita murahan! Apa tidak malu kamu seperti ini? Hem?" Ia mendorong tubuh Aisyah hingga mundur beberapa langkah kebelakang."Mas, Sayang ... Aku adalah istrimu. Aku minta kamu mencintaiku dengan tulus, " ucapnya lirih.Ia maju dan mendorong tubuh Adam sampai ia terpojok dinding tembok. Entah ada yang aneh, pria itu hanya diam saja mendapatkan perlakuan istrinya itu."Itu akan menjadi mimpimu semata! Cih! Siapa sudi mencintai wanita pembunuh!"Nyatanya Aisyah tidak mendengar ucapannya, ia semakin berani mendorong tubuh Adam hingga jatuh keranjang.Kali ini, seluruh aliran darah Adam seakan mengalir dengan derasnya.'Astaga, astaga ... Wanita ini sangat licik sekali? Ia sepertinya berusaha keras mendapatkan perhatian dari ku ini?' gumam Adam.Adam terdiam sejenak, melihat wajah Aisyah dari jarak terdekatnya itu. Wajahnya yang cantik terlihat sempurna dimatanya."Mas Adam. Asal kamu tahu, tidak ada bukti yang kuat mereka menangkap ku. Karena aku memang tidak bersalah." Aisyah mengatakan dengan suara yang aneh.'Sungguh wanita ini sangat licik! Bagaimana aku bisa pergi darinya disaat tubuhku tidak mampu ku gerakkan. Dasar Adam bodoh!' Pikiran Andam bergelut sendiri, tanpa reaksi. Tubuhnya sama sekali tidak sinkron dengan otaknya.Ting Ting Ting!Aisyah menghentikan ulahnya. Dan membiarkan Adam bangun dan meraih ponselnya di nakas yang berdering beberapa kali.Setelah ia menjawabnya, gegas berdiri dan menyingkirkan tubuh Aisyah yang berdiri menghalaunya."Wanita murahan!" umpatnya sembari menarik jas hitam yang tergantung di sisi lemari."Mas mau kemana?" tanya Aisyah.Adam berhenti melangkah, dan membalik tubuhnya. Ia mengangkat jari telunjuk kearah Aisyah. Dengan sebuah ancaman, "Kau hanya istri diatas kertas! Mau kemanapun adalah urusan ku. Aku peringatkan! Tidak perlu ikut campur! Satu lagi! Bersihkan rumahku, setelah aku pulang nanti, aku ingin semua selesai. Termasuk satu masakan makan malam untukku! ""Baik, Mas." Meski terpaksa ia berusaha mengangkat dua sudut bibirnya."Meski kita telah menikah, jangan harap kita bisa tidur seranjang! Kamu hanya bisa tidur di sofa! Paha kamu!"Aisyah menganggukkan kepala.Adam melenggang pergi. Tanpa perduli lagi pada wanita yang masih menatapnya hingga ia tak terlihat dalam pandangan.Mobil mewah berwarna hitam berhenti disebuah rumah besar. Itu adalah rumah kediaman Adijaya. Rumah Dewa tinggal dahulu bersama kedua orang tuanya.Meski sedikit berat, kaki Adam sampai juga berhenti didepan pintu utama.Dua pria bertubuh kekar memberi hormat padanya dan meminta asisten rumah tangga mereka membuka pintunya.Satu yang tidak ia suka dari keluarga tersebut : adalah segala sesuatunya terlalu berlebihan.'Apa tidak cukup petugas keamanan yang berjaga didepan? Cih! Dua anak buah ku saja sudah aku hentikan dari pekerjaannya. Aku mampu atasi semua tanpa bantuan mereka lagi.'"Selamat sore Tuan Muda Adam," sapa mereka setelah membantu bibi membuka pintu.Adam tidak menanggapi, ia berjalan saja masuk tanpa memperdulikan mereka. Dua pria tadi membuntutinya di belakang.Ia berhenti dan menoleh, wajahnya tidak bersahabat kala itu. "Kenapa kalian mengikuti? Pergi kalian! Aku sangat terganggu!""Maaf Tuan Muda. Baiklah."Bima Suseno dan Maliana menyambut kedatangan putra satu-satunya itu.Terlihat dari wajah mereka -- masih dirundung duka. Kedua mata ibunya sembab. Tak kuasa ia melihatnya.Lekas Adam memeluk tubuh Maliana (Ibu Adam), isak tangis terdengar kala itu. Bahu Adam terasa basah olah air mata."Sabarlah Ma." Ia menepuk bahu Maliana pelan.Bima menjatuhkan bobotnya dikursi. Menyandarkan tubuhnya di dinding kursi.Hempas nafas kasar kasar berulang kali terdengar pelan ditelinga Adam. Ia tahu mereka belum bisa menerima kenyataan yang terjadi."Adam," panggil Bima, dengan nada tegas. Seketika Adam menoleh kearah papanya duduk. Ia pun ikut duduk bersama mereka di ruang tersebut.Ia berusaha mendengarkan baik-baik ucapan Bima , meski kesal yang masih menumpuk dihati ia alihkan."Papa ingin kamu menggantikan posisi Dewa dikantornya. Kamu bersedia?" Bima menatap wajah Adam. Ia menunggu beberapa saat sampai Adam membuka mulut untuk menjawabnya."Apa Adam terlalu buruk hingga Papa baru menyuruh Adam menduduki kursi besar itu setelah kepergian Dewa? Apa papa tidak pernah menganggap aku ada? Sepertinya Adam tidak akan menerimanya."Setelah mencoba menyeka air mata, Maliana ikut berkata, "Mama mohon, Adam. Hanya kamu satu-satunya putra kami. Jangan menambah lagi beban kesedihan kami setelah kematian adikmu."Melihat Maliana seperti itu, Adam tidak tega. Terpaksa ia menyetujui keinginan mereka.*****Hari dimana Adam memulai pekerjaan di perusahaan Dewa datang jua.Seluruh pegawai Adijaya Group mempersiapkan syukuran atas diangkatnya Adam Smith sebagai direktur utama.Semua persiapan sudah dilakukan, hingga mereka tinggal menunggu Adam datang, bersama Bima Suseno dan Maliana.Sementara di kediaman Adam, ia masih berkutat dengan pakaian yang dikenakan.Adam berdiri, berkacak pinggang. Melihat tubuhnya dari pantulan cermin.Ia mendekatkan wajahnya berulang kali, melihat rambut yang tumbuh disekitar dagunya sedikit mengganggu, tapi ia tetap terlihat tampan. Ia menyisir pelan bulu itu sampai terasa halus dan rapi. Hingga kegiatan itu berlangsung lebih lama.Aisyah terdiam diambang pintu, ia menatap wajah Adam dengan tersenyum. Pria yang belum mengenakan jas itu menyadari kedatangan Aisyah. "Apa yang kamu tertawakan? Hem?" Aisyah tidak takut, ia malah berjalan mendekati Adam. Dan meraih dasi yang menggantung dilehernya. Gegas ia perbaiki tanpa perintah, baginya ini adalah tugas seorang istri."Kamu tidak bisa membedakan tersenyum dan tertawa rupanya." Darah Adam seketika mengalir deras. Entah kenapa saat Aisyah berada didekatnya, seketika itu juga tubuhnya membatu bagai terkena guna-guna. 'Awas kau Aisyah! Kamu sering buat aku bagai orang bodoh didepanmu!'"Nah, kamu terlihat lebih tampan sekarang." Kedua mata Adam terbelalak. 'Asta
"Maafkan saya! Jangan pecat saya. Anak istri saya -- akan saya beri makan apa, Pak!" pria paruh baya itu mengatupkan kedua tangan didepan wajahnya sendiri. Mengharap belas kasih pria berkuasa yang baru menginjakkan kaki di perusahaan tempat ia bekerja beberapa tahun ini."Bukan urusanku! Paham! Tidak ada kesempatan kedua untuk pekerja sepertimu! Keluar!" bentaknya. Suaranya yang lantang -- terdengar menggema di seluruh ruangan. Di tempat itu seketika hening. Mereka bergidik ketakutan.Sifat Dewa dan Adam dinilai berbeda jauh. Dewa masih memiliki sisi baik, dan Adam sebaliknya. Dari insiden itu, mereka buat pelajaran untuk lebih berhati-hati padanya.Pria yang tak kurang dari 50 tahun itu meletakkan nampan diatas meja. Ia menunduk dan meminta maaf. Tidak ada jawaban Adam untuknya, malah dengan arogannya ia melangkahkan kaki pergi."Cepat bersihkan tempat ini! Aku tidak mau waktuku terbuang habis karena acara menyebalkan ini! Mengerti kalian!" bentak Adam. Hampir urat leher terlihat s
Aisyah tidak menghiraukan. Ia berjalan dengan langkah kaki cepat. Namun, ia tidak bisa mengalahkan benda bermesin itu."Cantik-cantik kok tuli!" ucapnya lagi. Bukan Aisyah tidak menunjukkan sisi kesopanan, dari gelagat dan perilaku mereka telah menunjukkan jika mereka bukan pria baik.'Bissmillah ... Semoga tidak terjadi hal buruk terhadapku!' gumamnya.Tidak hanya mengganggu dengan ucapan, salah satu dari mereka berani mencolek pipinya.Aisyah tidak tinggal diam. Ia berhenti -- mencoba melawan. "Cukup! Jangan berbuat kurang ajar ya!" ucapnya memberi ancaman. Sekuat tenaga, ia akan melawan pria-pria itu. "Ternyata bisa marah juga ... Jangan marah, nanti cantiknya hilang!"Sekali lagi pria yang duduk diatas jok belakang mencoleknya. Ditepis Aisyah dengan tangannya."Jangan coba-coba berbuat kurang ajar ya terhadapku!" Aisyah memperingatkan kembali."Sudahlah Nona, ini jalanan sepi. Jadi menurut-lah dengan kami. Kami akan berikan keindahan dunia yang tidak terkira olehmu.""Cukup! Aku
"Adam memang mengenalnya. Tapi maaf, Adam tidak menerima perjodohan ini. Permisi!" Tanpa mendengar jawaban mereka. Pria itu pergi begitu saja. "Kami akan berbicara lagi padanya. Bersabarlah." Terdengar lirih suara Maliana ditelinga Adam. Terdengar Jenny memanggilnya. Ia meraih lengan Adam dan berbicara empat mata di luar."Adam, kenapa beberapa hari ini kamu acuhkan panggilan telepon dariku? Hem?" Nada bicara Jenny terdengar aneh, bahkan berbeda. Sebelum diadakan perjodohan ini, ia terlihat seperti rekan kerja biasa. Ia pernah menjadi investor asing di perusahaannya di Jerman. Dari situlah Adam mengenalnya."Acuh? Tidak. Aku hanya sibuk beberapa hari ini. Tidak ada waktu untuk main gadget." Jawaban Adam datar."Bagaimana dengan wanita yang bernama Aisyah? Dimanakah dia sekarang?" tanya Jenny mengulur waktu Adam pergi."Seperti yang aku inginkan sebelumnya, aku siksa dia setiap waktu.""Kamu tahu dia dimana sekarang? Aku tidak pernah menjumpainya dimanapun.""Kamu tidak perlu pikir
Adam menenggelamkan handuk kecil berwarna putih ke dalam air hangat. Memerasnya, dan meletakkan diatas kening Aisyah. Ia lakukan itu berulang kali. Terkadang ia memasukkan termometer ke dalam mulutnya. Dan mengecek suhunya."Syukurlah sedikit turun." Adam melihat angka itu dengan sedikit tersenyum. Ia merasa usahanya tidak sia-sia.Ia membiarkan handuk itu diatas keningnya, dan pergi lagi keluar kamar berjalan menuju dapur.Sesampainya di dapur, ia terlihat bingung. Ingin membuat sesuatu yang hangat. Dalam pikiran ingin membuat bubur ayam. Membuka lemari pendingin terdapat beberapa banyak bahan makanan yang dibutuhkannya."Aku tidak pernah memasak. Bagaimana caranya membuat bubur untuk Aisyah?! Sial! Wanita itu sangat merepotkan diriku!" Adam berdecak kesal.Terpaksa senjata andalannya ia keluarkan. Sebuah benda canggih, namun bukan kantung Doraemon. Ia merogoh disaku celana."Nah! Semua bisa terjawab dengan bantuan ini!" Kedua matanya fokus ke tulisan yang baru muncul di layar. Sete
"Bagaimana bisa Aisyah bilang jika bubur itu enak? Wanita itu penuh dengan kemunafikan! Aku sangat membencinya!" ucap Adam kesal. Ia menumpuk peralatan kotor di dalam tempat pencuci piring. Dan membersihkannya segera.Tangan dan mulutnya bekerja bersama. Tidak hentinya ia mengumpat Aisyah dengan seribu olokan."Aku sangat repot jika wanita hina itu sakit. Semua pekerjaan jadi aku yang mengerjakan. Ini tidak benar!" Setelah pekerjaan dapur yang menurutnya melelahkan itu selesai, ia bergegas membersihkan tubuhnya.Kembali ia berjalan ke kamarnya, pandangannya melihat Aisyah tertidur pulas. Adam tidak akan mengganggunya malam ini. Tanpa sadar Adam mengangkat sudut bibirnya, melihat wajah Aisyah yang cantik. Ketika ia menyadarinya, ia membenarkan posisi bibirnya pada posisi semula."Sial! Bagaimana aku bisa tersenyum senang melihat pembunuh itu tidur dengan lelapnya?" Adam kembali menuju ke kamar mandi, menyalakan shower dan berdiri di bawah guyuran airnya. Membasahi seluruh tubuhnya, t
Setelah air dikamar mandi menyala, barulah Adam dapat melanjutkan kegiatan pembersihan tubuhnya yang sempat tertunda.Meski banyak ucapan kasar terdengar nyaring ditelinga Aisyah, namun wanita itu akan tetap membiasakan diri mendengarnya. Debaran jantung yang akan diterimanya setiap saat diwaktu ia bersama pria itu, telah di persiapkan."Bissmillah, tangguhkan hati hamba Ya Rabb ..." keluhnya. Tanpa sadar Adam berdiri disampingnya mengejutkan."Apa yang perlu ditangguhkan? Kau curhat apa lagi pada Tuhanmu?" tanya Adam. Hampir suaranya terdengar menggema ditelinga Aisyah. "Astaqhfirrullah, kamu mengagetkan aku, Mas!" Aisyah menekan dada dengan dua tangannya-- sungguh baginya ucapan Adam sudah menyakitkan.Saat mengingat kejahatan Aisyah, disaat itulah kekejaman Adam berlanjut. Persetan dengan tubuhnya yang masih terbalut hijab.Ia menunduk dan meminta maaf padanya. "Maaf, Mas Adam. Aku tidak berniat berkata apapun yang buruk terhadapmu." "Ingat ya, Aisyah Sarasvati! Aku peringatkan i
Setiap saat Aisyah bersenandung dengan bacaan sholawat-nya, meski kedua tangannya sedang mengerjakan pekerjaan rumah yang tiada habisnya -- tidak pernah melupakan kebiasaannya itu.Dua suara berbaur seperti iringan musik, antara senandung sholawat Aisyah dan gemericik air yang dinyalakan untuk mencuci piring. Bibirnya yang mungil, berwarna merah muda tanpa memakai lipstik, terlihat menawan. Setiap hari kecantikannya terpancar berkat air wudhu yang sering membasuh wajahnya.Tanpa memakai bedak atau perawatan kecantikan lain pun Aisyah sudah terlihat sangat cantik.Beberapa saat berlalu, Aisyah meringis perih, ketika air mengenai tangannya yang terluka. Ia mengabaikannya karena baginya luka ini adalah goresan kecil di bagian tubuhnya. "Aduh sakit!" Beberapa kali ia menjerit perih, sesekali menekan tangannya.Aisyah meninggalkan pekerjaannya kembali menuju ruang kamar mencari kotak p3k. "Aku harus membalut luka ini dengan plester. Jika tidak, gak akan cepat kering jika terkena air. "Apa