Aisyah Sarasvati harus kehilangan mahkota berharganya setelah Adam mengira dirinya penyebab kematian sang adik. Tak sampai di sana, pria berdarah Jerman itu juga menjerat Aisyah dalam pernikahan agar Aisyah menderita setiap detiknya. Lantas, bagaiman nasib Aisyah?Mampukah gadis alim dan penuh kasih sayang itu meluruhkan kekejaman Adam?
더 보기Matahari telah condong ke arah barat. Langit biru sudah berubah warna menjadi jingga. Sinar mentari mulai redup. Masih tampak cantik di langit yang luas.
Seorang wanita berparas ayu usai memberi privat pada beberapa murid-muridnya, tentang pelajaran dan pekerjaan rumah yang diberikan guru disekolah."Untuk pertemuan sore ini, Kakak Aisyah akhiri ya adik-adik, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab mereka serempak.Sikap lembut yang dimiliki Aisyah membuat anak-anak menyayanginya seperti kakak sendiri. Tidak ada upah untuk pekerjaannya. Ia lakukan semua dengan ikhlas.Kehidupannya yang sendiri tidak menjadikan semua itu beban. Ia akan terus berusaha mewarnai hidupnya dengan kegiatan yang bermanfaat.Aisyah menarik tas kecil selempangnya lalu menata kembali meja dan kursi yang telah dipakai. Didekat balai desa, ada sebuah tempat untuk Aisyah mengajar. Meski tidak tidak terlalu luas. Cukup untuk menampung banyak muridnya. Dibanding kontrakan miliknya.Setelah anak-anak mencium tangan Aisyah, mereka kembali pulang. Ia pun menyusulnya. Wajahnya yang cerah membuat ia tampak terlihat cantik meski tanpa make up.Wanita itu berjalan melewati tepi jalan, biasa bersenandung dengan bacaan sholawat-nya yang merdu.Beberapa saat – ia tidak bisa membuka mulutnya, sebuah sapu tangan putih membungkamnya. Tak lama kemudian ia tidak sadarkan diri.Beberapa jam kemudian. Setelah obat bius tidak lagi bekerja – kedua matanya terbuka. Ia melihat tubuhnya terbujur dilantai tanpa alas. Kedua tangannya terikat."Lepaskan! Kumohon!"Ia melihat kondisi tubuhnya lemah, berusaha keras melindungi diri dari pria yang tak dikenalnya. Berdiri, membawa cambuk berupa sabuk yang baru ditarik dari celana yang dipakai.Satu cambukan mengenai tubuhnya. Gadis itu menjerit kesakitan. Ia menarik ikatannya dan terlepas.Ia segera bersimpuh meminta ampun padanya. Tak sedikitpun pria berotot kekar itu menggubris. Malah ia menendang tubuh Aisyah.Pria itu menarik rambutnya yang menjuntai dan melepaskannya dengan kasar. Hingga kepala-nya terbentur serta tubuhnya pun ikut terjungkal.Kedua tangan sang wanita saling menyilang, melindungi bagian tubuh dengan kedua paha mengapit, dalam kungkungannya sendiri.Tak ingin hidupnya akan sia-sia di tangan pria yang berdiri tegap – memandangnya dengan tatapan ganas itu.'Apakah pria ini berniat membunuhku?' batinnya terus bertanya dengan tubuh gemetar."Aku akan melakukan apa yang seharusnya kulakukan!" gertaknya dengan bengis.Entah apa yang sedang terjadi saat ini. Bulir air mata yang semula menggenang di pipi, berjatuhan tiada henti.Begitu cepat kejadian itu, hingga setelah dia sadar. Sudah berada diperangkap macan jantan yang ganas."Tuan, tolong. Sebenarnya Anda ini siapa? Dan kesalahan apa yang saya perbuat hingga Anda menyiksa saya seperti ini?" tanya Aisyah, wanita berusia 22 tahun, bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran besar di kota Jakarta – sedikit waktunya ia luangkan untuk mengajar anak-anak."Setelah aku melakukan semua yang aku inginkan, kau akan mengetahui letak kesalahanmu Aisyah Sarasvati!" tukasnya, ia masih menggeleng tidak mengerti.'Pria itu mengenalku?' batinnya.Ia berjalan ke arahnya, dan membuka perlindungan tangannya yang sudah lemah, ia menggenggam kedua tangan Aisyah dengan satu genggam tangan, menarik dan melemparnya ke atas ranjang."Tidak! Jangan! Jangan lakukan apapun terhadap saya! Kumohon Tuan!" Tubuhnya sudah penuh luka, dan kini pria itu hendak melecehkannya jua. "Lindungi hamba Ya Rabb ..." pintanya pada Sang Pemberi Hidup."Tidak perlu mengadu pada Tuhan, kamu itu wanita biadab! Iblis bertopeng malaikat!""Astaghfirullah ... Ucapan Anda menyakiti saya. Tolong jangan nodai saya Tuan, kumohon ..." lagi, pintanya dengan berteriak pada pria yang sudah melepas sebagian pakaiannya.Usaha Aisyah berakhir sia - sia. Tenaga wanita tidak akan bisa melawannya. Ia terlalu lemah untuk bisa melindungi dirinya sendiri."Tolong!" teriaknya serak, suaranya sedikit parau.Hingga sebuah gulungan kain menjejali mulutnya. Ia tidak bisa berbuat apapun lagi. Selain rintihan dalam tenggorokan. Bulir air mata sudah membanjiri pipi Aisyah.'Manusia kejam!' umpatnya dalam hati. Ia memperhatikan wajah pria itu -- terlihat ia seperti bukan orang biasa. Tidak ada dalam impiannya – jika kelak mahkota indahnya akan diberikan pada pria yang bukan mahramnya. Harapannya sia - sia.Bercak darah sudah menodai sprei berwarna putih. Isak tangis yang menjadi -- mengiringi luapan kesedihannya. Ia merintih dalam hati menahan sakit.Pria itu tidak memberi jeda di tiap ambisinya, di otaknya hanya kebencian. Tidak ada gairah apapun untuk menikmati tubuhnya. Hingga tersadar, ada sesuatu yang berbeda. 'Ah sudahlah!'Aisyah hanya bisa menjerit dalam hati. Ingin meloloskan diri namun ia terlalu lemah."Ternyata kamu masih perawan!" ucapnya lirih tak percaya. Ia memicingkan mata. Merasa senang -- perasaan sesak di dadanya mulai terbalaskan.Pria itu melihat sinis kearahnya. 'Ini baru permulaan, kamu akan merasakan sakit luar biasa pada kehidupanmu mendatang!'Wajah pria itu masih terlihat penuh dendam. Ia menarik salah satu sudut bibirnya ke atas. Entah apa yang dipikirkan saat ini. Tak dapat Aisyah menerkanya. Pria berotot itu menarik kain di mulutnya, ia buang begitu saja. "Apa kamu belum puas memperlakukan aku seperti ini! Hah!" jerit Aisyah setelah mulutnya bisa mengeluarkan suara, ia mengharapkan kejelasan tentang perbuatan pria brengsek itu."Sudah diamlah! Aku muak mendengar suara teriakan dan tangisanmu!" bentaknya kasar.Gegas, ia menarik selimut dan menutupi tubuh Aisyah yang terbaring tak berdaya di atas ranjang.Pria dengan tubuh exotic itu melenggang menarik handuk menuju kamar mandi tanpa merasa bersalah."Pria brengsek!" umpat Aisyah. Tidak ada gunanya ia berteriak lagi, pria itu acuh. Meski pria itu memiliki wajah dan bentuk tubuh yang istimewa, namun semua sudah tertutup oleh kepribadian buruknya.Beberapa saat ia keluar dengan tubuh yang sudah bersih, memakai pakaian seperti orang terhormat. Segera ia memungut pakaian yang berserakan di lantai dan melemparkan ke tubuh Aisyah dengan kasar."Pakailah!" perintahnya."Bedebah!! Kau sudah rusak hidup ku! Bajingan!" umpat Aisyah tiada henti. Ia sudah tidak peduli dengan ucapan kotornya. Meski dari kecil ia sudah dididik oleh ibu panti untuk berbicara baik, sesuai dengan ajaran agama yang telah dianutnya.Namun kali ini, dirinya sudah kotor. Ia tidak pantas lagi menjaga mulut dengan perkataan yang baik. Hidupnya seakan tiada guna. Linangan air matanya sudah hampir mengering. Meninggalkan bola merah dan sembab."Terkutuk kau pria biadab! Aku tidak pernah menjumpai pria sepertimu" umpat Asiyah tiada henti."Jangan banyak mengumpat! Kamu pantas menerima semua ini, hai wanita iblis!" ucapnya dengan senyum penuh derita.Pria itu segera membuka pintu kamar -- pergi meninggalkan Aisyah sendiri. Aisyah lagi menitihkan air mata, ia tidak kuasa menahan penderitaan itu. Ia mengambil pakaian dan memakainya."Apa sebenarnya yang terjadi? Aku lihat wajah pria itu penuh dengan kebencian melihatku!"Beberapa menit mereka habiskan di dalam cafe. Exel mulai suntuk harus berpura-pura menemani wanita itu. 'Sial. Kapan sih orang itu menyelesaikan tugasnya? Aku sudah tidak tahan lagi,' batin Exel. Selesai makan, ia meletakkan sendok dan pisau di atas plate. Mencoba melihat gawainya belum ada tanda pria suru itu menghubunginya. Beberapa saat kemudian terlihat empat pria bersergam lengkap datang bersama orang suruhan Exel. Exel menaikkan dua sudut bibirnya. "Akhirnya, mereka sampai juga."Ivanna menoleh kebelakang, terdengar suara sedikit mengusik telinganya. Saat mengetahui siapa yang datang, Ivanna gegas berdiri dengan perasan panik.Tidak memberi penjelasan, pria tersebut memborgol dua tangan Ivanna. Wanita itu berusaha melepaskan. "Tunggu!! Kalian mau bawa aku kemana? Kenapa kalian tidak memberiku penjelasan?" Ivanna berusaha melepaskan diri dari pria-pria tersebut. "Jelaskan nanti di kantor polisi, Nona!!!" Salah satu di antara mereka menjawab. Gadis itu melihat ke arah
'Aku akan buat perhitungan. Aku akan gagalkan rencana mereka,' batin Ivanna sambil berjalan, sesekali menatap mereka dengan tatapan bengis.Sementara malam itu Exel mengantarkan Anne pulang. Aisyah memaksa Exel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, membawa Anne ke rumah ini. Ia harus bisa bertanggung jawab atas anak orang, katanya.Kurang lebih tiga puluh menit mobil Exel akhirnya sampai pada gang rumahnya."Aku mau mampir, boleh gak?" goda Exel."Kau tahu sekarang uda malam banget, kelamaan di rumah kamu sih. Bukannya gak boleh, tapi tahulah aku tidak enakkan sama papa!""I-iya, aku tahu itu. Tapi kamu kan udah izin malam malam di rumahku. Papamu juga ga keberatan. Hih, gak bisa di ajak bercanda!! Ya sudah kamu cepat pulang. Aku tunggu kamu sampai masuk rumah mu!""Terlalu berlebih-lebihan. Lagi pula tinggal nyebrang aja kan? Sana kamu pergi! Terimakasih, ya sudah di antar!" Anne tersipu malu. Ia tidak bisa berlama-lama melihat wajah Exel."Ok!"Beberapa saat kemudian, pria itu
"Exel terserah Mama dan Papa saja.""Alhamdulillah ..."Sementara Anne, "????"'Benarkah yang aku dengar barusan? Terserah mereka? Dalam artian dia setuju dong?! Ah, kacau. Kenapa aku jadi pengen melepaskan senyuman ya. Tahan. Tahan Anne ... Kamu harus bisa menjaga image.'Terlihat pasangan suami isteri tersebut tersenyum bahagia. 'Wah ... Sepertinya aku akan menjadi menantu paling bahagia di keluarga ini.' Anne masih tidak berhenti bicara dalam batinnya.Ia melirik Exel yang duduk dengan tenangnya. Heran, bagaimana bisa ia setenang itu dalam pembahasan masalah masa depannya. Dasar! Pikir Anne. "Mama Aisyah dan Papa Adam akan datang ke rumah Anne besok malam."????Baik Exel maupun Anne terkejut. Mereka saling melihat satu sama lain. Dengan cepat Exel bertanya. "Ma, apa tidak terlalu terburu-buru? Kita bisa bicarakan ini pelan-pelan. Bukan begitu, Anne?!" Exel menatap tajam. Ia harus setuju dengan usulannya."Ya, itu benar. Sepertinya itu terlalu terburu-buru." Anne hanya bisa tersen
Sore itu, Aisyah gegas menyiapkan makan malamnya untuk calon menantu yang di damba sepanjang hari itu. Wajahnya yang berhari-hari terlihat sedih karena tidak dapat bertemu dengan Anne kembali, kini terlihat lebih ceria.Kesehatan Aisyah jauh lebih baik sekarang, semua berkat Anne. Assisten dapurnya membantu kesibukan Aisyah di sana.Dari luar terlihat Anne berjalan masuk, ia mengambil celemek yang tergantung di sebelah pintu dan memakainya. Seperti biasa senyum Aisyah mengembang sempurna."Boleh saya bantu??!" Wajah Anne yang ceria menawarkan diri."Kamu nanti lelah, kamu istirahat saja, Sayang. Kan kamu di rumah ini adalah tamu, jadi lebih baik Anne duduk manis sambil di temani secangkir kopi." Anne tersenyum melihat ucapan ibu Exel ini."Tidak boleh menolak pokoknya, heheh.""Ya sudah silahkan. Bisa masak juga memangnya?""Kalau masak yang mudah sih, bisa Nyonya."Aisyah menatap wajah Anne, lalu mengatakan, "Bisakah kamu panggil saya Mama Aisyah. Ibu rindu dengan Beyza, aku harap k
"Hey!! Kamu kenapa bengong? Aku antar kamu pulang. Biar mobilnya di bawa Supir!" Exel tiba-tiba mengagetkan. "Ah!! Tidak perlu. Kamu datang ke sini saja aku sudah berterima kasih banyak. Jika kamu tidak datang, entahlah nasib kami." Anne berusaha merendahkan diri."Eh, tapi. Kamu harus bayar mahal!!" Lanjutnya.Exel mengerutkan keningnya. "Apa yang kudu aku bayar?!""Itu tadi, kamu meluk aku! Memang aku wanita apaan?" "Sudahlah lupakan. Aku hanya ingin wanita gatal itu segera pergi dari kehidupanku. Maaf ya, gara-gara dia kamu hampir celaka."Kedua masuk dalam mobil Exel. Sementara mobil Anne di kemudian supirnya. Selama di dalam mobil..."Xel, selama aku kenal kamu, ternyata kamu tidak seburuk yang aku kira." Anne memulai percakapan setelah kuda bermesin Exel melaju pelan."Memang kaukira aku dulu sangat buruk menurut pandangan mu?!""Ya, saat kamu menabrak ku dulu, terus kau tidak mau tanggung jawab. Rasanya sesak sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu, Xel!""Maaf, memang ak
[Halo, Papa!!] [Papa Gundul mu!!] Terdengar suara tidak asing. Bukan suara Abimanyu. Ia menjauhkan ponselnya dan melihat layar. Pikirnya mengarah ke arah sana, pria dingin itu. "ASTAGA!!" Anne segera menutup mulutnya. 'Aku salah telepon. Tapi udah terlanjur. Tidak ada waktu lagi. Ini emergency banget.' [Halo!! Ada apa? Apa tidak bisa sebentar saja kamu melupakanku, Hem?! Padahal jadwalnya nanti malam kau akan datang ke rumahku. Sekarang sudah menelpon saja. Dasar wanita tukang malu-maluin!] umpat Exel tanpa sensor. [Astaga. Sudah aku tidak ada waktu berdebat. Nanti malam kita lanjutkan debatnya. Xel, aku minta tolong. Sekarang aku dalam perjalanan pulang, saat ini aku sampai di jalan Permata Indah ——] [Terus?] [Dengarkan dulu kenapa, sih!! Di belakang mobilku ada mobil hitam yang mengikuti ku dari tadi. Aku takut itu penjahat, Xel. Aku tidak mau mati muda gara-gara preman.] [Kenapa harus takut? Lawan saja. Mereka juga manusia. Sama seperti mu!] [Kalau mereka membawa s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
댓글