Adam berdiri, berkacak pinggang. Melihat tubuhnya dari pantulan cermin.
Ia mendekatkan wajahnya berulang kali, melihat rambut yang tumbuh disekitar dagunya sedikit mengganggu, tapi ia tetap terlihat tampan.Ia menyisir pelan bulu itu sampai terasa halus dan rapi. Hingga kegiatan itu berlangsung lebih lama.Aisyah terdiam diambang pintu, ia menatap wajah Adam dengan tersenyum. Pria yang belum mengenakan jas itu menyadari kedatangan Aisyah."Apa yang kamu tertawakan? Hem?"Aisyah tidak takut, ia malah berjalan mendekati Adam. Dan meraih dasi yang menggantung dilehernya. Gegas ia perbaiki tanpa perintah, baginya ini adalah tugas seorang istri."Kamu tidak bisa membedakan tersenyum dan tertawa rupanya."Darah Adam seketika mengalir deras. Entah kenapa saat Aisyah berada didekatnya, seketika itu juga tubuhnya membatu bagai terkena guna-guna. 'Awas kau Aisyah! Kamu sering buat aku bagai orang bodoh didepanmu!'"Nah, kamu terlihat lebih tampan sekarang."Kedua mata Adam terbelalak. 'Astaga, wanita ini sangat menyebalkan!'Saat Adam tersadar, ia mendorong tubuh Aisyah mundur beberapa langkah. "Kamu tidak berhak atas tubuhku! Menyingkir!"Adam gegas meraih jas hitam yang tergeletak diatas ranjang dan memakinya, ia berjalan buru-buru, melihat jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 06. 45 pagi."Mas, kamu sarapan dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu!" ucap Aisyah setengah berteriak."Buang saja!" ucapnya dengan ringan.Aisyah menekan dada untuk tetap bersabar, keyakinan terbesarnya adalah membuat pria itu jatuh cinta padanya. Dan menemukan siapa sebenarnya pembunuh Dewangga. Jika semua terkuak, Adam akan menerima cinta Aisyah seutuhnya.Dengan cepat makanan yang sudah disiapkan, ia sendok-kan kearah mulut Adam."Buka mulutmu! Makanlah sedikit saja!" paksa Aisyah.Dalam hati Adam -- ia merasa sayang jika pagi ini tidak mencicipi masakan Aisyah. Tapi tidak ada waktu lagi, ia sudah terlambat. Dengan berat ia menarik sendok dari tangan Aisyah dan membuangnya.'Astaghfirullah, Mas... Beri ketabahan luar biasa untuk menghadapi pria ini ...' ucapnya dalam hati -- pada Sang Pemberi Hidup.Sementara Aisyah mengikuti perlahan langka Adam hingga pria itu melesat pergi bersama mobilnya, hingga tidak terlihat lagi dalam pandangan mata."Berhati-hatilah suamiku, entah pekerjaan apa kau kerjakan, semoga membawa berkah, doaku senantiasa menyertaimu."Semua pekerjaan telah ia kerjakan dari subuh, tinggal mencuci pakaian saja. Tubuhnya terasa lelah, ia memutuskan beristirahat di teras sembari melihat bunga-bunga yang tumbuh suburnya dengan beberapa kupu-kupu yang terbang mengitari untuk menghisap madunya.Langit pagi ini terlihat cerah, awan tampak biru. Sungguh ia merasa betah di rumah Adam, entah ia akan betah juga dengan pemiliknya, karena jauh dari perkotaan, udara disini masih terasa segar.Disini sebagian pemandangan berwarna hijau, membuat hawanya terasa sejuk, meski tidak di daerah pegunungan.Pandangan Aisyah melihat Dewa berdiri jauh darinya, Pria yang sama tampannya dengan Adam itu memetik setangkai mawar merah."Mas Dewa?" Aisyah menyebutnya tidak percaya.Wajahnya sangat pucat pasi, seakan tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya. Selaras dengan pakaian putih yang dikenakan.Ia memberikan senyuman hambar untuk Aisyah dan berjalan pergi meninggalkannya. Ia menjatuhkan bunga itu ketanah."Mas Dewa!" teriaknya.Beberapa saat kemudian ia tersadar. Aisyah melihat dirinya terlelap di kursi yang sama."Astaqhfirrullah .... ternyata aku hanya bermimpi." Aisyah menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, memanjatkan ampunan dosa atas Dewa. Dan lekas pria itu diterima disisi-Nya dan di tempatkan pada tempat terindah.Ia berjalan kearah dimana Dewa berdiri, tanpa sengaja ia melihat setangkai bunga mawar itu tergeletak di tanah."Bukankah tadi aku hanya bermimpi? Lantas, siapa yang memetik bunga ini?" Ia mengambil dan menciumnya beberapa kali.Kenangan indah bersama Dewa terbayang kembali dalam pikirannya. Pria itu sering memberinya bunga mawar, karena ia tahu jika kekasihnya menyukai bunga mawar.Meski Dewa tidak menyukai kekejaman mawar yang sering melukai kulit Aisyah karena durinya.Dua sudut bibir Aisyah terangkat, ia tidak tersenyum bahagia, hanya mengulas senyum pahit-- meluapkan sedihnya yang ia pendam sendiri.Ia menyeka air mata bening yang tiba-tiba bergulir, ia menekan pikirannya, dan memutuskan untuk mengerjakan sholat Dhuha -- menenangkan hatinya.Diperusahaan Adijaya Group ...Terdengar hingar bingar para karyawan dan karyawati membicarakan sosok direktur pengganti Dewa. Sembari menata meja-meja beserta hidangan yang belum terlihat rapi.Mereka saling berbisik dan menerka-nerka, serta membayangkan bagaimana tampang direktur mereka yang baru."Aku mendengar, jika kakak dari almarhum Bapak Dewa sangat tampan. Dia baru pulang dari Jerman!""Aku sangat penasaran juga. Katanya dia sangat tampan dan karismatik, melebihi Bapak Dewa.""Kita harus bisa profesional. Jangan sampai membuatnya kecewa pada kita!"Tidak lama kemudian karyawan yang baru datang tergesa-gesa mengatakan, "Bapak Adam akan segera sampai.Hari ini adalah acara peresmian Adam diangkat sebagai direktur utama perusahaan Adijaya Group. Sebagian pekerjaan sudah dipersiapkan dari sepulang kerja kemarin. Dan paginya tinggal merapikan dan menyiapkan perjamuan."Selamat datang diperusahaan Adijaya Group Bapak Adam Smith." Seluruh pegawai memberikan ucapannya serentak. Hampir seperti paduan suara yang terlatih.Adam menganggukkan kepala dan menjawabnya, "Selamat pagi." Tanpa memberi senyuman. Wajahnya datar saja. Tidak meninggalkan karismanya yang tinggi dihadapan mereka. Khususnya para wanita yang tersihir oleh ketampanannya.Beberapa saat kemudian Bima Suseno dan Maliana menyusul. Ucapan yang sama pun diucapkan oleh mereka.Karena Adam tidak suka menghabiskan waktu pada pekerjaan yang dianggap tidak berguna, ia ingin mempersingkat waktu untuk segera mengakhiri."Dia adalah Kakak Dewa yang tinggal di Jerman. Saat ini -- akan menggantikan Dewa sebagai direktur utama. Putra tunggal saya ini masih sendiri, alias belum memiliki pasangan. Haha," ucap Bima sedikit memberi hiburan.'Hah? Belum memiliki pasangan? Andai kalian semua tahu, jika pembunuh Dewa yang telah ku nikahi,' batin Adam menjelaskan.Setelah Bima memperkenalkan Adam pada semua, kini telah tiba acara pemotongan pita peresmian pergantian direktur utama baru dan nama perusahaan Adijaya akan diubah menjadi 'Eagle property Group'."Silahkan Pak Adam." Seseorang memberi gunting yang diletakkan diatas nampan beralas kain merah.Kress ...Pita merah panjang beberapa meter itu pun putus, serentak mereka yang ikut menghadiri bertepuk tangan."Silahkan Pak Adam!" Seorang office boy membawa nampan berisi banyak minuman.Syurr ...Tak sengaja satu gelas ditumpahkannya pada pakaian Adam."Kurang ajar kamu! Sengaja kamu permalukan saya didepan orang banyak pada acara penting saya? Hah!" bentak Adam menunjuk ke wajahnya.Beberapa menit mereka habiskan di dalam cafe. Exel mulai suntuk harus berpura-pura menemani wanita itu. 'Sial. Kapan sih orang itu menyelesaikan tugasnya? Aku sudah tidak tahan lagi,' batin Exel. Selesai makan, ia meletakkan sendok dan pisau di atas plate. Mencoba melihat gawainya belum ada tanda pria suru itu menghubunginya. Beberapa saat kemudian terlihat empat pria bersergam lengkap datang bersama orang suruhan Exel. Exel menaikkan dua sudut bibirnya. "Akhirnya, mereka sampai juga."Ivanna menoleh kebelakang, terdengar suara sedikit mengusik telinganya. Saat mengetahui siapa yang datang, Ivanna gegas berdiri dengan perasan panik.Tidak memberi penjelasan, pria tersebut memborgol dua tangan Ivanna. Wanita itu berusaha melepaskan. "Tunggu!! Kalian mau bawa aku kemana? Kenapa kalian tidak memberiku penjelasan?" Ivanna berusaha melepaskan diri dari pria-pria tersebut. "Jelaskan nanti di kantor polisi, Nona!!!" Salah satu di antara mereka menjawab. Gadis itu melihat ke arah
'Aku akan buat perhitungan. Aku akan gagalkan rencana mereka,' batin Ivanna sambil berjalan, sesekali menatap mereka dengan tatapan bengis.Sementara malam itu Exel mengantarkan Anne pulang. Aisyah memaksa Exel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, membawa Anne ke rumah ini. Ia harus bisa bertanggung jawab atas anak orang, katanya.Kurang lebih tiga puluh menit mobil Exel akhirnya sampai pada gang rumahnya."Aku mau mampir, boleh gak?" goda Exel."Kau tahu sekarang uda malam banget, kelamaan di rumah kamu sih. Bukannya gak boleh, tapi tahulah aku tidak enakkan sama papa!""I-iya, aku tahu itu. Tapi kamu kan udah izin malam malam di rumahku. Papamu juga ga keberatan. Hih, gak bisa di ajak bercanda!! Ya sudah kamu cepat pulang. Aku tunggu kamu sampai masuk rumah mu!""Terlalu berlebih-lebihan. Lagi pula tinggal nyebrang aja kan? Sana kamu pergi! Terimakasih, ya sudah di antar!" Anne tersipu malu. Ia tidak bisa berlama-lama melihat wajah Exel."Ok!"Beberapa saat kemudian, pria itu
"Exel terserah Mama dan Papa saja.""Alhamdulillah ..."Sementara Anne, "????"'Benarkah yang aku dengar barusan? Terserah mereka? Dalam artian dia setuju dong?! Ah, kacau. Kenapa aku jadi pengen melepaskan senyuman ya. Tahan. Tahan Anne ... Kamu harus bisa menjaga image.'Terlihat pasangan suami isteri tersebut tersenyum bahagia. 'Wah ... Sepertinya aku akan menjadi menantu paling bahagia di keluarga ini.' Anne masih tidak berhenti bicara dalam batinnya.Ia melirik Exel yang duduk dengan tenangnya. Heran, bagaimana bisa ia setenang itu dalam pembahasan masalah masa depannya. Dasar! Pikir Anne. "Mama Aisyah dan Papa Adam akan datang ke rumah Anne besok malam."????Baik Exel maupun Anne terkejut. Mereka saling melihat satu sama lain. Dengan cepat Exel bertanya. "Ma, apa tidak terlalu terburu-buru? Kita bisa bicarakan ini pelan-pelan. Bukan begitu, Anne?!" Exel menatap tajam. Ia harus setuju dengan usulannya."Ya, itu benar. Sepertinya itu terlalu terburu-buru." Anne hanya bisa tersen
Sore itu, Aisyah gegas menyiapkan makan malamnya untuk calon menantu yang di damba sepanjang hari itu. Wajahnya yang berhari-hari terlihat sedih karena tidak dapat bertemu dengan Anne kembali, kini terlihat lebih ceria.Kesehatan Aisyah jauh lebih baik sekarang, semua berkat Anne. Assisten dapurnya membantu kesibukan Aisyah di sana.Dari luar terlihat Anne berjalan masuk, ia mengambil celemek yang tergantung di sebelah pintu dan memakainya. Seperti biasa senyum Aisyah mengembang sempurna."Boleh saya bantu??!" Wajah Anne yang ceria menawarkan diri."Kamu nanti lelah, kamu istirahat saja, Sayang. Kan kamu di rumah ini adalah tamu, jadi lebih baik Anne duduk manis sambil di temani secangkir kopi." Anne tersenyum melihat ucapan ibu Exel ini."Tidak boleh menolak pokoknya, heheh.""Ya sudah silahkan. Bisa masak juga memangnya?""Kalau masak yang mudah sih, bisa Nyonya."Aisyah menatap wajah Anne, lalu mengatakan, "Bisakah kamu panggil saya Mama Aisyah. Ibu rindu dengan Beyza, aku harap k
"Hey!! Kamu kenapa bengong? Aku antar kamu pulang. Biar mobilnya di bawa Supir!" Exel tiba-tiba mengagetkan. "Ah!! Tidak perlu. Kamu datang ke sini saja aku sudah berterima kasih banyak. Jika kamu tidak datang, entahlah nasib kami." Anne berusaha merendahkan diri."Eh, tapi. Kamu harus bayar mahal!!" Lanjutnya.Exel mengerutkan keningnya. "Apa yang kudu aku bayar?!""Itu tadi, kamu meluk aku! Memang aku wanita apaan?" "Sudahlah lupakan. Aku hanya ingin wanita gatal itu segera pergi dari kehidupanku. Maaf ya, gara-gara dia kamu hampir celaka."Kedua masuk dalam mobil Exel. Sementara mobil Anne di kemudian supirnya. Selama di dalam mobil..."Xel, selama aku kenal kamu, ternyata kamu tidak seburuk yang aku kira." Anne memulai percakapan setelah kuda bermesin Exel melaju pelan."Memang kaukira aku dulu sangat buruk menurut pandangan mu?!""Ya, saat kamu menabrak ku dulu, terus kau tidak mau tanggung jawab. Rasanya sesak sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu, Xel!""Maaf, memang ak
[Halo, Papa!!] [Papa Gundul mu!!] Terdengar suara tidak asing. Bukan suara Abimanyu. Ia menjauhkan ponselnya dan melihat layar. Pikirnya mengarah ke arah sana, pria dingin itu. "ASTAGA!!" Anne segera menutup mulutnya. 'Aku salah telepon. Tapi udah terlanjur. Tidak ada waktu lagi. Ini emergency banget.' [Halo!! Ada apa? Apa tidak bisa sebentar saja kamu melupakanku, Hem?! Padahal jadwalnya nanti malam kau akan datang ke rumahku. Sekarang sudah menelpon saja. Dasar wanita tukang malu-maluin!] umpat Exel tanpa sensor. [Astaga. Sudah aku tidak ada waktu berdebat. Nanti malam kita lanjutkan debatnya. Xel, aku minta tolong. Sekarang aku dalam perjalanan pulang, saat ini aku sampai di jalan Permata Indah ——] [Terus?] [Dengarkan dulu kenapa, sih!! Di belakang mobilku ada mobil hitam yang mengikuti ku dari tadi. Aku takut itu penjahat, Xel. Aku tidak mau mati muda gara-gara preman.] [Kenapa harus takut? Lawan saja. Mereka juga manusia. Sama seperti mu!] [Kalau mereka membawa s