Share

Bab 5 Bukan Aku Pembunuhnya

Dengan menunjukkan gertakan gigi-giginya, ia menyebutkan dengan tegas, "Dewa adalah adik kandungku! Dan kamu telah membunuhnya! Dengan wajah polos dan akalmu itu kau gunakan untuk alibi, hingga kejahatan itu tidak terungkap oleh polisi! Dasar wanita biadab!"

Ucapan Adam seketika membuat jantungnya bekerja berkali lipat. Ia terkejut akan tuduhannya yang menyakitkan ini.

Aisyah masih tidak percaya. "Kamu kakak Dewa?" Memandang kedua bola mata Adam dengan baik. "Aku tidak mengetahui jika ia memiliki saudara. Dan percayalah, kematian Dewa tidak ada hubungannya denganku," jelasnya.

"Sudahlah, kamu tidak perlu memberi alasan apapun!" teriaknya.

"Jika kamu benar-benar saudara Dewa, seharusnya kamu mengetahui bagaimana hubunganku dengan-nya. Beberapa minggu ini dia berjanji untuk melamarku dan segera menikahiku, hubungan kita baik-baik saja. Untuk apa aku memiliki niat membunuhnya?" Lagi, Aisyah berusaha membela diri.

"Cih! Wanita tidak terhormat! Wanita miskin! Kamu hanya akan mengincar harta keluargaku bukan?" gertak Adam dengan memicingkan sebelah mata.

"Astaghfirullah ... Tidak terbesit pun aku melakukan semua itu. Pasti ada pihak yang membuat kamu menyalahkanku, percayalah Mas Adam," ucapnya sambil terisak.

Plak!

"Rasakan itu, ingat satu hal! Kau tidak berhak bersuara ataupun berbicara lebih tinggi di hadapanku!"

Sungguh saat ini dia seperti dalam dunia mimpi, apa yang ia terima tampaknya tidak nyata. Bekas rasa sakit dan luka ini terasa sangat menyakitkan di tubuhnya.

"Tolong, Mas! Percayalah padaku!" pintanya dengan memohon.

"Kamu bisa masak bukan? Masakkan aku sekarang! Aku lapar!" titahnya dengan mengelus perutnya.

Aisyah tidak segera menjawab, terpaksa Adam mendorong kepalanya.

Wanita itu hanya diam, dan segera berdiri. "Baiklah, Mas. Aku akan masak buat kamu!"

Tubuhnya terlihat memar, wajah serta kulit tubuhnya. Berjalan lambat keluar menuju dapur di rumah itu.

Matanya yang sembab, menelusuri segala sisi ruangan. Di ujung belakang ia melihat sebuah tempat, dan sepertinya itu adalah dapurnya.

Ia berjalan sampai disana, dan masuk melewati pintu penghubung meja makan dan dapurnya.

Ia hanya sepintas melihat sekitar kediaman Adam ini, meski tampak tidak terlalu luas, namun penataan arsitekturnya sangat elegan dan mewah.

Aisyah berjalan sedikit tertatih, dan menyandarkan sebagian tubuhnya di dinding meja dapur.

Terlihat beberapa bahan makanan sudah tertata di atasnya, ia tinggal mengolahnya untuk menjadikannya satu hidangan pertama untuk suami.

"Hari ini, adalah hari pertamaku memasak untuk suamiku. Aku harus pintar-pintar membuatnya kagum padaku. Mungkin dari masakan yang aku masak, cinta akan bisa tumbuh," harapnya dengan mengembuskan nafas panjang.

Ia mulai mencuci sayuran, daging, beserta bumbu yang akan dihaluskan. Setelah itu ia memotongnya kecil-kecil.

Mengolahnya dengan sabar. Bibirnya yang mungil, mulai terbuka dan mendendangkan sholawat.

Seperti biasa ia lantunkan setiap harinya. Dapur sedikit berisik oleh wajan penggorengan yang ia goreskan beberapa kali dan berseling dengan suaranya yang terdengar merdu.

"Lebih baik kamu diam, dari pada masakkan kamu penuh air liur!"

Ia terkejut mendengarkan suara pria itu dari arah belakang secara tiba-tiba. Aisyah menghentikan kegiatan menumis-nya lalu menoleh ke sumber suara.

Mendapati pria garang sedang duduk santai bersilang kaki sedang menatapnya dengan santainya. Seakan sengaja sekali pria itu memperhatikannya memasak.

"Ngapain kamu di situ?" tanya Aisyah dengan terkejut.

Kembali ia mengaduk-aduk makanan yang hampir matang itu beberapa kali, menambahkan bubuk penyedap dan sedikit bubuk cinta.

"Suka-suka aku, mau duduk di sini, di sana atau di manapun. Bukankah ini adalah rumahku?" celetuk Adam dengan intonasi tinggi.

Aisyah kali ini tidak bisa membantah. Dia cukup diam dan mendengarkan pria itu bicara. Tidak ingin perlakuan kasarnya kembali membuatnya kesakitan.

Mungkin dengan cara bersabar Adam bisa sedikit merubah perilaku kasarnya.

'Tenangkan diri Aisyah. Kamu pasti bisa ... Buat dia mencintaimu ... lewat masakanmu ini,' gumamnya dengan mengulas senyum kecil di bibirnya.

Ternyata pria itu melihat tarikan dari bibirnya sedikit mengembang. Ia kembali bicara dengan nada kasarnya.

"Eh! Kenapa kau senyum-senyum gitu! Memang ada yang lucu? Atau jangan-jangan masakan itu kamu campur sianida?" tanya Adam menelisik.

"Bicara apa kamu, Mas. Aku tidak mungkin melakukan perbuatan itu terhadap suamiku sendiri," bantahnya pelan.

"Cih! Munafik!"

Dua bola mata berwarna cokelat itu terlihat melebar, tapi tetap Aisyah tidak bisa menikmati pemandangan yang seharusnya hak-nya itu.

Aisyah tetap diam dan melanjutkan pekerjaannya, memutar tombol pematik pada posisi semula hingga api padam.

Menyiapkan sebuah dinner plate dan memindahkan masakan itu diatasnya. Kedua kakinya bergeser dan mulai melangkahkan kaki menuju meja makan yang tidak jauh dari tempat Adam duduk.

Kaki Adam yang sengaja menjulur membuat kaki Aisyah tersangkut, ia tersandung dan akan jatuh.

Set!

Dengan sigap, pria itu berhasil menangkap dinner plate dan tangan lainnya menahan tubuh Aisyah.

Tidak ada jarak antar keduanya.

Deg deg deg ...

'Astaga, astaga, stop! Dia bukan levelmu! Ingat, kamu menikahinya hanya untuk balas dendam kematian Dewa! Bukan untuk hal lain yang lebih intens dari ini!' celetuk Adam dalam hati.

Dia menolong piring lebar itu saja dan satu tangan lainnya mendorong tubuh Aisyah sampai ia jatuh tersungkur.

'Kejam sekali pria ini, dia lebih mementingkan makanan itu, dari pada aku yang butuh bantuan! Benar-benar iblis!'

"Kenapa kamu melihatku seperti itu? Apakah ada sesuatu dalam pikiranmu untuk mencelakai aku? Hem?"

Sungguh pertanyaan yang memuakkan Aisyah, ia berjanji akan berusaha melunakkan hati pria bengis itu dan membuatnya percaya, jika kematian Dewa tidak ada sangkut pautnya dengan Aisyah.

Ia mengangkat bokongnya dan melenggang berjalan menuju meja makan. Meletakkan benda pipih itu di atas meja makan.

Aisyah mencoba menjadi istri yang baik, dia mengambilkan nasi untuknya. Dan menuangkan air ke dalam gelas.

Duduk disamping pria yang sepertinya sudah tidak sabar untuk menyantap hasil masakannya.

Aisyah tidak sabar mendapatkan pujian, karena selama ia bekerja di restoran, ia banyak mendapatkan ilmu tentang beragam pengolahan bahan makanan.

Adam melenguh dan mencibir. "Siapa yang nyuruh kamu duduk di sampingku? Kau tidak pantas duduk berdampingan denganku!"

'Astaqfirullah ... Baru kali ini aku bertemu dengan sosok iblis wajah manusia sepertimu, Mas!'

Terlihat Adam, mulai menyodokkan satu suapan ke dalam mulutnya. Satu suapan mulai ia rasakan, dari wajahnya terlihat jika ia menikmatinya.

"Hem ... Lumayan, tidak buruk!" pujinya beberapa suapan lainnya berjarak cepat.

Aisyah mulai melebarkan senyumnya, ia yakin lambat laun Adam akan mencintainya dengan tulus.

Wanita itu hanya berdiri menyandar pintu, menatap pria itu menikmati masakannya.

Krucuk ...

Adam hanya menoleh dari sumber suara, yang datang dari perut Aisyah. Ia tidak menggubrisnya, malah ia mempercepat untuk mengakhiri kegiatan itu.

Pyar!

Piring kosong itu -- ia lemparkan bebas ke lantai, wanita yang dari tadi diam itu terkejut seketika. Ia mulai berpikir macam-macam. Ketakutan itu mencuat kembali.

"Bersihkan pecahannya! Biasakan saja, hidup seperti ini setiap hari denganku! Kamu akan terbiasa senam jantung setiap hari Aisyah!"

Tanpa menunggu Aisyah bicara, ia buru-buru pergi.

Wanita yang masih menjaga hijabnya meski tinggal sendiri bersama suaminya itu menekan dada, terasa sesak. Tapi, ia jadikan sebagai sebuah jalan takdirnya.

Takdir Aisyah bersama Adam, ia akan tetap mencoba menjadi istrinya yang baik. Meski Adam akan terus menyiksanya.

Ia segera membersihkan pecahan kacanya, sebelum pria itu kembali. Tenggorokannya terasa sakit, hampir ia tidak bisa menelan saliva karena perbuatan Adam padanya.

Selesai itu, ia mengambil air wudhu dan meraih ponsel miliknya. Membaca Al Qur'an lewat media aplikasi.

Di segala sisi ruang tidak terdapat kitab suci. Namun ia masih bisa menggunakan benda pipih miliknya itu.

Adam yang baru datang dari luar, mendengarkan suara lantunan ayat-ayat suci yang terdengar merdu dari suara Aisyah.

Adam berhenti melangkahkan kaki dan berdiri di ambang pintu. Ia mulai memejamkan mata dan merasakan dahsyatnya suara Aisyah, hingga hatinya ikut tersentuh.

Sampai jantungnya berdebar, kenapa ia bisa merasakan sampai seperti ini?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Goresan Pena Bersyair
lnjutt thur
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status