Dengan menunjukkan gertakan gigi-giginya, ia menyebutkan dengan tegas, "Dewa adalah adik kandungku! Dan kamu telah membunuhnya! Dengan wajah polos dan akalmu itu kau gunakan untuk alibi, hingga kejahatan itu tidak terungkap oleh polisi! Dasar wanita biadab!"
Ucapan Adam seketika membuat jantungnya bekerja berkali lipat. Ia terkejut akan tuduhannya yang menyakitkan ini.Aisyah masih tidak percaya. "Kamu kakak Dewa?" Memandang kedua bola mata Adam dengan baik. "Aku tidak mengetahui jika ia memiliki saudara. Dan percayalah, kematian Dewa tidak ada hubungannya denganku," jelasnya."Sudahlah, kamu tidak perlu memberi alasan apapun!" teriaknya."Jika kamu benar-benar saudara Dewa, seharusnya kamu mengetahui bagaimana hubunganku dengan-nya. Beberapa minggu ini dia berjanji untuk melamarku dan segera menikahiku, hubungan kita baik-baik saja. Untuk apa aku memiliki niat membunuhnya?" Lagi, Aisyah berusaha membela diri."Cih! Wanita tidak terhormat! Wanita miskin! Kamu hanya akan mengincar harta keluargaku bukan?" gertak Adam dengan memicingkan sebelah mata."Astaghfirullah ... Tidak terbesit pun aku melakukan semua itu. Pasti ada pihak yang membuat kamu menyalahkanku, percayalah Mas Adam," ucapnya sambil terisak.Plak!"Rasakan itu, ingat satu hal! Kau tidak berhak bersuara ataupun berbicara lebih tinggi di hadapanku!"Sungguh saat ini dia seperti dalam dunia mimpi, apa yang ia terima tampaknya tidak nyata. Bekas rasa sakit dan luka ini terasa sangat menyakitkan di tubuhnya."Tolong, Mas! Percayalah padaku!" pintanya dengan memohon."Kamu bisa masak bukan? Masakkan aku sekarang! Aku lapar!" titahnya dengan mengelus perutnya.Aisyah tidak segera menjawab, terpaksa Adam mendorong kepalanya.Wanita itu hanya diam, dan segera berdiri. "Baiklah, Mas. Aku akan masak buat kamu!"Tubuhnya terlihat memar, wajah serta kulit tubuhnya. Berjalan lambat keluar menuju dapur di rumah itu.Matanya yang sembab, menelusuri segala sisi ruangan. Di ujung belakang ia melihat sebuah tempat, dan sepertinya itu adalah dapurnya.Ia berjalan sampai disana, dan masuk melewati pintu penghubung meja makan dan dapurnya.Ia hanya sepintas melihat sekitar kediaman Adam ini, meski tampak tidak terlalu luas, namun penataan arsitekturnya sangat elegan dan mewah.Aisyah berjalan sedikit tertatih, dan menyandarkan sebagian tubuhnya di dinding meja dapur.Terlihat beberapa bahan makanan sudah tertata di atasnya, ia tinggal mengolahnya untuk menjadikannya satu hidangan pertama untuk suami."Hari ini, adalah hari pertamaku memasak untuk suamiku. Aku harus pintar-pintar membuatnya kagum padaku. Mungkin dari masakan yang aku masak, cinta akan bisa tumbuh," harapnya dengan mengembuskan nafas panjang.Ia mulai mencuci sayuran, daging, beserta bumbu yang akan dihaluskan. Setelah itu ia memotongnya kecil-kecil.Mengolahnya dengan sabar. Bibirnya yang mungil, mulai terbuka dan mendendangkan sholawat.Seperti biasa ia lantunkan setiap harinya. Dapur sedikit berisik oleh wajan penggorengan yang ia goreskan beberapa kali dan berseling dengan suaranya yang terdengar merdu."Lebih baik kamu diam, dari pada masakkan kamu penuh air liur!"Ia terkejut mendengarkan suara pria itu dari arah belakang secara tiba-tiba. Aisyah menghentikan kegiatan menumis-nya lalu menoleh ke sumber suara.Mendapati pria garang sedang duduk santai bersilang kaki sedang menatapnya dengan santainya. Seakan sengaja sekali pria itu memperhatikannya memasak."Ngapain kamu di situ?" tanya Aisyah dengan terkejut.Kembali ia mengaduk-aduk makanan yang hampir matang itu beberapa kali, menambahkan bubuk penyedap dan sedikit bubuk cinta."Suka-suka aku, mau duduk di sini, di sana atau di manapun. Bukankah ini adalah rumahku?" celetuk Adam dengan intonasi tinggi.Aisyah kali ini tidak bisa membantah. Dia cukup diam dan mendengarkan pria itu bicara. Tidak ingin perlakuan kasarnya kembali membuatnya kesakitan.Mungkin dengan cara bersabar Adam bisa sedikit merubah perilaku kasarnya.'Tenangkan diri Aisyah. Kamu pasti bisa ... Buat dia mencintaimu ... lewat masakanmu ini,' gumamnya dengan mengulas senyum kecil di bibirnya.Ternyata pria itu melihat tarikan dari bibirnya sedikit mengembang. Ia kembali bicara dengan nada kasarnya."Eh! Kenapa kau senyum-senyum gitu! Memang ada yang lucu? Atau jangan-jangan masakan itu kamu campur sianida?" tanya Adam menelisik."Bicara apa kamu, Mas. Aku tidak mungkin melakukan perbuatan itu terhadap suamiku sendiri," bantahnya pelan."Cih! Munafik!"Dua bola mata berwarna cokelat itu terlihat melebar, tapi tetap Aisyah tidak bisa menikmati pemandangan yang seharusnya hak-nya itu.Aisyah tetap diam dan melanjutkan pekerjaannya, memutar tombol pematik pada posisi semula hingga api padam.Menyiapkan sebuah dinner plate dan memindahkan masakan itu diatasnya. Kedua kakinya bergeser dan mulai melangkahkan kaki menuju meja makan yang tidak jauh dari tempat Adam duduk.Kaki Adam yang sengaja menjulur membuat kaki Aisyah tersangkut, ia tersandung dan akan jatuh.Set!Dengan sigap, pria itu berhasil menangkap dinner plate dan tangan lainnya menahan tubuh Aisyah.Tidak ada jarak antar keduanya.Deg deg deg ...'Astaga, astaga, stop! Dia bukan levelmu! Ingat, kamu menikahinya hanya untuk balas dendam kematian Dewa! Bukan untuk hal lain yang lebih intens dari ini!' celetuk Adam dalam hati.Dia menolong piring lebar itu saja dan satu tangan lainnya mendorong tubuh Aisyah sampai ia jatuh tersungkur.'Kejam sekali pria ini, dia lebih mementingkan makanan itu, dari pada aku yang butuh bantuan! Benar-benar iblis!'"Kenapa kamu melihatku seperti itu? Apakah ada sesuatu dalam pikiranmu untuk mencelakai aku? Hem?"Sungguh pertanyaan yang memuakkan Aisyah, ia berjanji akan berusaha melunakkan hati pria bengis itu dan membuatnya percaya, jika kematian Dewa tidak ada sangkut pautnya dengan Aisyah.Ia mengangkat bokongnya dan melenggang berjalan menuju meja makan. Meletakkan benda pipih itu di atas meja makan.Aisyah mencoba menjadi istri yang baik, dia mengambilkan nasi untuknya. Dan menuangkan air ke dalam gelas.Duduk disamping pria yang sepertinya sudah tidak sabar untuk menyantap hasil masakannya.Aisyah tidak sabar mendapatkan pujian, karena selama ia bekerja di restoran, ia banyak mendapatkan ilmu tentang beragam pengolahan bahan makanan.Adam melenguh dan mencibir. "Siapa yang nyuruh kamu duduk di sampingku? Kau tidak pantas duduk berdampingan denganku!"'Astaqfirullah ... Baru kali ini aku bertemu dengan sosok iblis wajah manusia sepertimu, Mas!'Terlihat Adam, mulai menyodokkan satu suapan ke dalam mulutnya. Satu suapan mulai ia rasakan, dari wajahnya terlihat jika ia menikmatinya."Hem ... Lumayan, tidak buruk!" pujinya beberapa suapan lainnya berjarak cepat.Aisyah mulai melebarkan senyumnya, ia yakin lambat laun Adam akan mencintainya dengan tulus.Wanita itu hanya berdiri menyandar pintu, menatap pria itu menikmati masakannya.Krucuk ...Adam hanya menoleh dari sumber suara, yang datang dari perut Aisyah. Ia tidak menggubrisnya, malah ia mempercepat untuk mengakhiri kegiatan itu.Pyar!Piring kosong itu -- ia lemparkan bebas ke lantai, wanita yang dari tadi diam itu terkejut seketika. Ia mulai berpikir macam-macam. Ketakutan itu mencuat kembali."Bersihkan pecahannya! Biasakan saja, hidup seperti ini setiap hari denganku! Kamu akan terbiasa senam jantung setiap hari Aisyah!"Tanpa menunggu Aisyah bicara, ia buru-buru pergi.Wanita yang masih menjaga hijabnya meski tinggal sendiri bersama suaminya itu menekan dada, terasa sesak. Tapi, ia jadikan sebagai sebuah jalan takdirnya.Takdir Aisyah bersama Adam, ia akan tetap mencoba menjadi istrinya yang baik. Meski Adam akan terus menyiksanya.Ia segera membersihkan pecahan kacanya, sebelum pria itu kembali. Tenggorokannya terasa sakit, hampir ia tidak bisa menelan saliva karena perbuatan Adam padanya.Selesai itu, ia mengambil air wudhu dan meraih ponsel miliknya. Membaca Al Qur'an lewat media aplikasi.Di segala sisi ruang tidak terdapat kitab suci. Namun ia masih bisa menggunakan benda pipih miliknya itu.Adam yang baru datang dari luar, mendengarkan suara lantunan ayat-ayat suci yang terdengar merdu dari suara Aisyah.Adam berhenti melangkahkan kaki dan berdiri di ambang pintu. Ia mulai memejamkan mata dan merasakan dahsyatnya suara Aisyah, hingga hatinya ikut tersentuh.Sampai jantungnya berdebar, kenapa ia bisa merasakan sampai seperti ini?Kembali Ia membuka mata, melihat wajah Aisyah yang bersinar. 'Mengapa dalam perasaan, aku telah membuat kesalahan yang besar, menganiaya wanita itu? Hati kecilku mengatakan jika Aisyah tidak bersalah dalam hal ini. Apakah aku salah?' Pikiran Adam bergelut tidak menentu. Setelah bacaan pada ayat terakhir terhenti, ia melafadz-kan, "Subhanakallahumma wa bihamdika, laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik."Kembali ia meletakkan ponsel di atas meja. Dan mengatupkan kedua tangan lalu membasuh-kan ke wajahnya.Ia melihat ke arah pintu mendapati suaminya berdiri di ambang sana."Apa yang kamu lakukan, Mas? Apa kau mau membaca ayat-ayat suci juga?" tanya Aisyah, dengan mengangkat alisnya. Adam tidak lekas menjawab. Ia masih terbuai dengan suara indah istrinya.'Sadar Adam! Dia musuhmu! Saat dia benar-benar jatuh cinta padamu, kau akan menceraikannya. Ia akan mengalami trauma yang berat, putus asa dan segudang penderitaan akan ia terima," ucapnya tanpa suara.Ia menarik sudut bi
Adam berdiri, berkacak pinggang. Melihat tubuhnya dari pantulan cermin.Ia mendekatkan wajahnya berulang kali, melihat rambut yang tumbuh disekitar dagunya sedikit mengganggu, tapi ia tetap terlihat tampan. Ia menyisir pelan bulu itu sampai terasa halus dan rapi. Hingga kegiatan itu berlangsung lebih lama.Aisyah terdiam diambang pintu, ia menatap wajah Adam dengan tersenyum. Pria yang belum mengenakan jas itu menyadari kedatangan Aisyah. "Apa yang kamu tertawakan? Hem?" Aisyah tidak takut, ia malah berjalan mendekati Adam. Dan meraih dasi yang menggantung dilehernya. Gegas ia perbaiki tanpa perintah, baginya ini adalah tugas seorang istri."Kamu tidak bisa membedakan tersenyum dan tertawa rupanya." Darah Adam seketika mengalir deras. Entah kenapa saat Aisyah berada didekatnya, seketika itu juga tubuhnya membatu bagai terkena guna-guna. 'Awas kau Aisyah! Kamu sering buat aku bagai orang bodoh didepanmu!'"Nah, kamu terlihat lebih tampan sekarang." Kedua mata Adam terbelalak. 'Asta
"Maafkan saya! Jangan pecat saya. Anak istri saya -- akan saya beri makan apa, Pak!" pria paruh baya itu mengatupkan kedua tangan didepan wajahnya sendiri. Mengharap belas kasih pria berkuasa yang baru menginjakkan kaki di perusahaan tempat ia bekerja beberapa tahun ini."Bukan urusanku! Paham! Tidak ada kesempatan kedua untuk pekerja sepertimu! Keluar!" bentaknya. Suaranya yang lantang -- terdengar menggema di seluruh ruangan. Di tempat itu seketika hening. Mereka bergidik ketakutan.Sifat Dewa dan Adam dinilai berbeda jauh. Dewa masih memiliki sisi baik, dan Adam sebaliknya. Dari insiden itu, mereka buat pelajaran untuk lebih berhati-hati padanya.Pria yang tak kurang dari 50 tahun itu meletakkan nampan diatas meja. Ia menunduk dan meminta maaf. Tidak ada jawaban Adam untuknya, malah dengan arogannya ia melangkahkan kaki pergi."Cepat bersihkan tempat ini! Aku tidak mau waktuku terbuang habis karena acara menyebalkan ini! Mengerti kalian!" bentak Adam. Hampir urat leher terlihat s
Aisyah tidak menghiraukan. Ia berjalan dengan langkah kaki cepat. Namun, ia tidak bisa mengalahkan benda bermesin itu."Cantik-cantik kok tuli!" ucapnya lagi. Bukan Aisyah tidak menunjukkan sisi kesopanan, dari gelagat dan perilaku mereka telah menunjukkan jika mereka bukan pria baik.'Bissmillah ... Semoga tidak terjadi hal buruk terhadapku!' gumamnya.Tidak hanya mengganggu dengan ucapan, salah satu dari mereka berani mencolek pipinya.Aisyah tidak tinggal diam. Ia berhenti -- mencoba melawan. "Cukup! Jangan berbuat kurang ajar ya!" ucapnya memberi ancaman. Sekuat tenaga, ia akan melawan pria-pria itu. "Ternyata bisa marah juga ... Jangan marah, nanti cantiknya hilang!"Sekali lagi pria yang duduk diatas jok belakang mencoleknya. Ditepis Aisyah dengan tangannya."Jangan coba-coba berbuat kurang ajar ya terhadapku!" Aisyah memperingatkan kembali."Sudahlah Nona, ini jalanan sepi. Jadi menurut-lah dengan kami. Kami akan berikan keindahan dunia yang tidak terkira olehmu.""Cukup! Aku
"Adam memang mengenalnya. Tapi maaf, Adam tidak menerima perjodohan ini. Permisi!" Tanpa mendengar jawaban mereka. Pria itu pergi begitu saja. "Kami akan berbicara lagi padanya. Bersabarlah." Terdengar lirih suara Maliana ditelinga Adam. Terdengar Jenny memanggilnya. Ia meraih lengan Adam dan berbicara empat mata di luar."Adam, kenapa beberapa hari ini kamu acuhkan panggilan telepon dariku? Hem?" Nada bicara Jenny terdengar aneh, bahkan berbeda. Sebelum diadakan perjodohan ini, ia terlihat seperti rekan kerja biasa. Ia pernah menjadi investor asing di perusahaannya di Jerman. Dari situlah Adam mengenalnya."Acuh? Tidak. Aku hanya sibuk beberapa hari ini. Tidak ada waktu untuk main gadget." Jawaban Adam datar."Bagaimana dengan wanita yang bernama Aisyah? Dimanakah dia sekarang?" tanya Jenny mengulur waktu Adam pergi."Seperti yang aku inginkan sebelumnya, aku siksa dia setiap waktu.""Kamu tahu dia dimana sekarang? Aku tidak pernah menjumpainya dimanapun.""Kamu tidak perlu pikir
Adam menenggelamkan handuk kecil berwarna putih ke dalam air hangat. Memerasnya, dan meletakkan diatas kening Aisyah. Ia lakukan itu berulang kali. Terkadang ia memasukkan termometer ke dalam mulutnya. Dan mengecek suhunya."Syukurlah sedikit turun." Adam melihat angka itu dengan sedikit tersenyum. Ia merasa usahanya tidak sia-sia.Ia membiarkan handuk itu diatas keningnya, dan pergi lagi keluar kamar berjalan menuju dapur.Sesampainya di dapur, ia terlihat bingung. Ingin membuat sesuatu yang hangat. Dalam pikiran ingin membuat bubur ayam. Membuka lemari pendingin terdapat beberapa banyak bahan makanan yang dibutuhkannya."Aku tidak pernah memasak. Bagaimana caranya membuat bubur untuk Aisyah?! Sial! Wanita itu sangat merepotkan diriku!" Adam berdecak kesal.Terpaksa senjata andalannya ia keluarkan. Sebuah benda canggih, namun bukan kantung Doraemon. Ia merogoh disaku celana."Nah! Semua bisa terjawab dengan bantuan ini!" Kedua matanya fokus ke tulisan yang baru muncul di layar. Sete
"Bagaimana bisa Aisyah bilang jika bubur itu enak? Wanita itu penuh dengan kemunafikan! Aku sangat membencinya!" ucap Adam kesal. Ia menumpuk peralatan kotor di dalam tempat pencuci piring. Dan membersihkannya segera.Tangan dan mulutnya bekerja bersama. Tidak hentinya ia mengumpat Aisyah dengan seribu olokan."Aku sangat repot jika wanita hina itu sakit. Semua pekerjaan jadi aku yang mengerjakan. Ini tidak benar!" Setelah pekerjaan dapur yang menurutnya melelahkan itu selesai, ia bergegas membersihkan tubuhnya.Kembali ia berjalan ke kamarnya, pandangannya melihat Aisyah tertidur pulas. Adam tidak akan mengganggunya malam ini. Tanpa sadar Adam mengangkat sudut bibirnya, melihat wajah Aisyah yang cantik. Ketika ia menyadarinya, ia membenarkan posisi bibirnya pada posisi semula."Sial! Bagaimana aku bisa tersenyum senang melihat pembunuh itu tidur dengan lelapnya?" Adam kembali menuju ke kamar mandi, menyalakan shower dan berdiri di bawah guyuran airnya. Membasahi seluruh tubuhnya, t
Setelah air dikamar mandi menyala, barulah Adam dapat melanjutkan kegiatan pembersihan tubuhnya yang sempat tertunda.Meski banyak ucapan kasar terdengar nyaring ditelinga Aisyah, namun wanita itu akan tetap membiasakan diri mendengarnya. Debaran jantung yang akan diterimanya setiap saat diwaktu ia bersama pria itu, telah di persiapkan."Bissmillah, tangguhkan hati hamba Ya Rabb ..." keluhnya. Tanpa sadar Adam berdiri disampingnya mengejutkan."Apa yang perlu ditangguhkan? Kau curhat apa lagi pada Tuhanmu?" tanya Adam. Hampir suaranya terdengar menggema ditelinga Aisyah. "Astaqhfirrullah, kamu mengagetkan aku, Mas!" Aisyah menekan dada dengan dua tangannya-- sungguh baginya ucapan Adam sudah menyakitkan.Saat mengingat kejahatan Aisyah, disaat itulah kekejaman Adam berlanjut. Persetan dengan tubuhnya yang masih terbalut hijab.Ia menunduk dan meminta maaf padanya. "Maaf, Mas Adam. Aku tidak berniat berkata apapun yang buruk terhadapmu." "Ingat ya, Aisyah Sarasvati! Aku peringatkan i