"Maafkan saya! Jangan pecat saya. Anak istri saya -- akan saya beri makan apa, Pak!" pria paruh baya itu mengatupkan kedua tangan didepan wajahnya sendiri. Mengharap belas kasih pria berkuasa yang baru menginjakkan kaki di perusahaan tempat ia bekerja beberapa tahun ini.
"Bukan urusanku! Paham! Tidak ada kesempatan kedua untuk pekerja sepertimu! Keluar!" bentaknya.Suaranya yang lantang -- terdengar menggema di seluruh ruangan. Di tempat itu seketika hening. Mereka bergidik ketakutan.Sifat Dewa dan Adam dinilai berbeda jauh. Dewa masih memiliki sisi baik, dan Adam sebaliknya. Dari insiden itu, mereka buat pelajaran untuk lebih berhati-hati padanya.Pria yang tak kurang dari 50 tahun itu meletakkan nampan diatas meja. Ia menunduk dan meminta maaf.Tidak ada jawaban Adam untuknya, malah dengan arogannya ia melangkahkan kaki pergi."Cepat bersihkan tempat ini! Aku tidak mau waktuku terbuang habis karena acara menyebalkan ini! Mengerti kalian!" bentak Adam. Hampir urat leher terlihat semua."Mengerti, Pak!" jawab mereka serentak."Tiga puluh menit lagi, ruangan ini harus kembali bersih!" imbuhnya tanpa mendengar lagi jawaban mereka.Ia melenggang pergi bersama Bima dan Maliana -- didampingi sekretaris Dewa. Wanita itu menunjukkan ruangan direktur utama."Maaf, Sayang. Papa ada meeting diperusahaan lain pagi ini. Sedangkan mama harus mengikuti acara sosialita bersama temannya." Bima menepuk bahu Adam setelah mengatakan itu.Tidak ada reaksi apapun oleh Adam. Wajahnya datar."Mari, Pak!" ucap Safira, gemetar. Ia membuka pintu ruangan tersebut. Dan berdiri di sebelah pintu. Mempersilahkan Adam masuk.Pria dengan postur tubuh tinggi itu, menghentikan langkahnya. Kedua mata mengedar ke segala sisi ruangan. Tak ada satu pun yang lepas dari pandangannya.Safira menunduk saat kedua mata Adam terlihat tidak senang dengan desain ruangan tersebut. Hatinya tidak tenang. Menunggu reaksi selanjutnya.Pyar!Jantung Safira bekerja berkali lipat, melihat pria itu membanting vas bunga -- yang berdiri diatas meja. Bukan itu saja, ia berjalan mendekati dinding dan meraih sebuah lukisan tergantung disana. Ia jatuhkan juga, hingga kacanya retak."Aku tidak suka benda-benda itu! Bersihkan sekarang juga!" Adam menyuruhnya dengan meletakkan kedua tangan dipinggang."Ba-baik, Pak!" jawab Safira terbata. Wanita itu keluar dengan mengangkat lukisan -- mengambil peralatan kebersihan, dan beberapa saat ia kembali membersihkan yang berserakan.Adam melihat banyak tumpukan berkas diatas meja. Ia menjatuhkan bobotnya dikursi. Dan menarik satu berkas yang berada ditumpukan atas. Gegas ia buka pada lembar pertama."Apa ini?" Kedua matanya membaca serius isi berkas itu. Dan selanjutnya ia membalikkan lembar berikutnya. Hingga pada lembar terakhir."Hey kamu! Kesini!" Adam melirik Safira yang berjongkok membersihkan serpihan kaca."Ya, Pak!" Safira meletakkan sapunya, dan berjalan menghampiri Adam segera, ia berdiri dihadapan Adam."Data apa ini? Bagaimana bisa perusahaan bisa merugi setelah Dewa beberapa hari saja tidak bekerja?" Ia menunjuk table data pemasukan dan pengeluaran perusahaan setiap harinya.Sebelum Safira menjawab, ia mengambil nafas dalam-dalam. Takutnya pria itu akan menyembur secara tiba-tiba."Maaf, Pak. Atas perintah Bapak Dewa dahulu, mengatakan jika tidak perlu memasukkan data pengeluaran yang sifatnya kecil. Jadi, banyak keperluan perusahaan tidak masuk dalam pendataan." Jawaban Safira ia ucapkan dengan penuh kehati-hatian.Brak!Adam menggebrak meja dengan keras. Hampir Safira pingsan ditempat. Pria itu tidak memiliki sisi baik di setiap sisinya."Dasar bodoh! Justru yang seperti ini harus dilaporkan! Jika setiap hari diberlakukan yang kau katakan tadi! Perusahaan kita akan mengalami kerugian besar tiap bulannya!"Safira mengangguk paham. "Lanjutkan pekerjaanmu!" titahnya menunjuk lantai.Adam mulai mengerjakan pekerjaan Dewa yang menggunung. Ia selesaikan dalam waktu yang singkat. Melihat jam ditangan sudah menunjukkan angka 11.30.Ia menghentikan pekerjaannya. Ia ingat, jika belum mengisi perutnya pagi tadi. Sepintas muncul bayangan wajah Aisyah.Gegas ia menyapu wajahnya dengan telapak tangan. "Kenapa wajah pembunuh itu muncul tiba-tiba? Menyebalkan!" emosinya sendiri."Tidak! Tidak! Aku hanya merindukan masakannya, bukan dia!" tegasnya pada dirinya sendiri. Ia harus bisa membatasi pikiran tentang wanita itu.Ia tidak boleh sampai jatuh cinta padanya."Beberapa hari ini, aku sampai melupakan hukuman pada Aisyah! Dia tidak boleh hidup bahagia setelah apa yang diperbuatnya pada Dewa."Ia menghubungi Safira -- menyuruhnya membawakan makanan untuknya.Beberapa saat saja wanita yang bekerja sebagai sekretarisnya itu datang menenteng box makanan. Dan memberikan pada Adam."Pergilah!"Setelah Safira tidak terlihat lagi dalam pandangan Adam. Gegas pria itu membuka kotak box-nya. Dan mencoba melahap sesendok.Cuih! Adam memuntahkannya."Rasanya sangat buruk! Makanan apa ini?" Ia menutup kembali box itu dan melemparnya ketempat sampah.Tanpa basa-basi ia melakukan panggilan ke nomor rumah."Antarkan makanan untukku, sekarang!" titahnya to the point'.Setelah Adam menyebutkan alamatnya -- ia menutupnya segera. Entah bisa atau tidak Aisyah harus membawa makanan untuknya siang ini.Menit demi menit ia tunggu dengan tidak sabar, ia tidak perduli berapa lama waktu dia memasak dan perjalanan ia untuk sampai di perusahaan itu. Pada jam yang ditetapkan ia harus sudah di ruangannya."Assalamualaikum ... Permisi," terdengar suara wanita yang tidak asing di telinganya. Ia menoleh ke sumber suara -- Adam menyuruhnya masuk.Tampak wanita yang ditunggu telah tiba. Ia hampir saja akan mengangkat dua sudut bibirnya. Untung Aisyah tidak melihatnya. Bisa hilang wajah Adam seketika itu karena malu."Lama sekali!" oceh-nya, ia berdiri dan merebut paksa kantung plastik berisi kotak makan berwarna biru.Aisyah gelagapan. 'Astaqfirullah ...'"Kalau ada ucapan salam, kamu wajib menjawabnya, Mas. Jika tidak kamu akan berdosa. Sesungguhnya ucapan salam itu mendoakan keselamatan dan Rahmat untukmu,-""Stop!"Pria itu tidak perduli ucapan Aisyah. Ia lekas membuka kotak makannya. Dan segera melahapnya sesendok demi sesendok.'Kenapa setiap kali aku merasakan masakan wanita ini, aku jadi tidak berselera makan di luar? Semua masakan restoran terkenal pun tidak ada yang cocok di lidahku!' gumam Adam merasa aneh.'Aku yakin, wanita itu memakai guna-guna. Ia berusaha membuatku jatuh cinta padanya. Cih!'"Maaf, Mas. Aku telat 10 menit. Karena tidak ada ojek wanita-" Aisyah menghentikan ucapannya, saat melihat suaminya makan dengan lahapnya.Ia tersenyum senang. Pria itu masih menghargai jerih payahnya. Meski ucapan dan perlakuannya buruk.Dalam beberapa saat saja, seluruh sisi kotak makan terlihat tanpa sisa. Ia melempar kotak itu kearah Aisyah."Bisa kamu berikan itu dengan baik-baik?" tanya Aisyah."Kamu sudah tidak aku perlukan lagi, pergi!" suruhnya dengan menunjuk luar pintu."Mas, boleh aku minta beberapa ribu untuk naik angkot?""Tidak ada se-sen pun aku berikan padamu! Pulang saja dengan kakimu! Jangan jadi wanita pemalas!" umpatnya."Baiklah, assalamualaikum ..."Wanita anggun yang mengenakan pakaian hijau dengan hijab senada berjalan keluar. Adam memperhatikannya, ia masih ingat tidak membelikan pakaian lebih untuknya. Aisyah masih mengenakan baju kemarin. Ia menepis tidak perduli.Ditengah perjalanan ...Ia merasakan betisnya sangat pegal. Hingga beberapa kali ia harus beristirahat untuk memijatnya.Setelah membaik ia kembali berjalan, entah berapa lama ia akan sampai dirumah Adam.Beberapa saat kemudian, terdengar suara motor dengan knalpot mengganggu telinga Aisyah. Ia tidak berani melihat disampingnya terdapat dua pria diatas motor tersebut."Cantik ... Sendirian saja."Aisyah tidak menghiraukan. Ia berjalan dengan langkah kaki cepat. Namun, ia tidak bisa mengalahkan benda bermesin itu."Cantik-cantik kok tuli!" ucapnya lagi. Bukan Aisyah tidak menunjukkan sisi kesopanan, dari gelagat dan perilaku mereka telah menunjukkan jika mereka bukan pria baik.'Bissmillah ... Semoga tidak terjadi hal buruk terhadapku!' gumamnya.Tidak hanya mengganggu dengan ucapan, salah satu dari mereka berani mencolek pipinya.Aisyah tidak tinggal diam. Ia berhenti -- mencoba melawan. "Cukup! Jangan berbuat kurang ajar ya!" ucapnya memberi ancaman. Sekuat tenaga, ia akan melawan pria-pria itu. "Ternyata bisa marah juga ... Jangan marah, nanti cantiknya hilang!"Sekali lagi pria yang duduk diatas jok belakang mencoleknya. Ditepis Aisyah dengan tangannya."Jangan coba-coba berbuat kurang ajar ya terhadapku!" Aisyah memperingatkan kembali."Sudahlah Nona, ini jalanan sepi. Jadi menurut-lah dengan kami. Kami akan berikan keindahan dunia yang tidak terkira olehmu.""Cukup! Aku
"Adam memang mengenalnya. Tapi maaf, Adam tidak menerima perjodohan ini. Permisi!" Tanpa mendengar jawaban mereka. Pria itu pergi begitu saja. "Kami akan berbicara lagi padanya. Bersabarlah." Terdengar lirih suara Maliana ditelinga Adam. Terdengar Jenny memanggilnya. Ia meraih lengan Adam dan berbicara empat mata di luar."Adam, kenapa beberapa hari ini kamu acuhkan panggilan telepon dariku? Hem?" Nada bicara Jenny terdengar aneh, bahkan berbeda. Sebelum diadakan perjodohan ini, ia terlihat seperti rekan kerja biasa. Ia pernah menjadi investor asing di perusahaannya di Jerman. Dari situlah Adam mengenalnya."Acuh? Tidak. Aku hanya sibuk beberapa hari ini. Tidak ada waktu untuk main gadget." Jawaban Adam datar."Bagaimana dengan wanita yang bernama Aisyah? Dimanakah dia sekarang?" tanya Jenny mengulur waktu Adam pergi."Seperti yang aku inginkan sebelumnya, aku siksa dia setiap waktu.""Kamu tahu dia dimana sekarang? Aku tidak pernah menjumpainya dimanapun.""Kamu tidak perlu pikir
Adam menenggelamkan handuk kecil berwarna putih ke dalam air hangat. Memerasnya, dan meletakkan diatas kening Aisyah. Ia lakukan itu berulang kali. Terkadang ia memasukkan termometer ke dalam mulutnya. Dan mengecek suhunya."Syukurlah sedikit turun." Adam melihat angka itu dengan sedikit tersenyum. Ia merasa usahanya tidak sia-sia.Ia membiarkan handuk itu diatas keningnya, dan pergi lagi keluar kamar berjalan menuju dapur.Sesampainya di dapur, ia terlihat bingung. Ingin membuat sesuatu yang hangat. Dalam pikiran ingin membuat bubur ayam. Membuka lemari pendingin terdapat beberapa banyak bahan makanan yang dibutuhkannya."Aku tidak pernah memasak. Bagaimana caranya membuat bubur untuk Aisyah?! Sial! Wanita itu sangat merepotkan diriku!" Adam berdecak kesal.Terpaksa senjata andalannya ia keluarkan. Sebuah benda canggih, namun bukan kantung Doraemon. Ia merogoh disaku celana."Nah! Semua bisa terjawab dengan bantuan ini!" Kedua matanya fokus ke tulisan yang baru muncul di layar. Sete
"Bagaimana bisa Aisyah bilang jika bubur itu enak? Wanita itu penuh dengan kemunafikan! Aku sangat membencinya!" ucap Adam kesal. Ia menumpuk peralatan kotor di dalam tempat pencuci piring. Dan membersihkannya segera.Tangan dan mulutnya bekerja bersama. Tidak hentinya ia mengumpat Aisyah dengan seribu olokan."Aku sangat repot jika wanita hina itu sakit. Semua pekerjaan jadi aku yang mengerjakan. Ini tidak benar!" Setelah pekerjaan dapur yang menurutnya melelahkan itu selesai, ia bergegas membersihkan tubuhnya.Kembali ia berjalan ke kamarnya, pandangannya melihat Aisyah tertidur pulas. Adam tidak akan mengganggunya malam ini. Tanpa sadar Adam mengangkat sudut bibirnya, melihat wajah Aisyah yang cantik. Ketika ia menyadarinya, ia membenarkan posisi bibirnya pada posisi semula."Sial! Bagaimana aku bisa tersenyum senang melihat pembunuh itu tidur dengan lelapnya?" Adam kembali menuju ke kamar mandi, menyalakan shower dan berdiri di bawah guyuran airnya. Membasahi seluruh tubuhnya, t
Setelah air dikamar mandi menyala, barulah Adam dapat melanjutkan kegiatan pembersihan tubuhnya yang sempat tertunda.Meski banyak ucapan kasar terdengar nyaring ditelinga Aisyah, namun wanita itu akan tetap membiasakan diri mendengarnya. Debaran jantung yang akan diterimanya setiap saat diwaktu ia bersama pria itu, telah di persiapkan."Bissmillah, tangguhkan hati hamba Ya Rabb ..." keluhnya. Tanpa sadar Adam berdiri disampingnya mengejutkan."Apa yang perlu ditangguhkan? Kau curhat apa lagi pada Tuhanmu?" tanya Adam. Hampir suaranya terdengar menggema ditelinga Aisyah. "Astaqhfirrullah, kamu mengagetkan aku, Mas!" Aisyah menekan dada dengan dua tangannya-- sungguh baginya ucapan Adam sudah menyakitkan.Saat mengingat kejahatan Aisyah, disaat itulah kekejaman Adam berlanjut. Persetan dengan tubuhnya yang masih terbalut hijab.Ia menunduk dan meminta maaf padanya. "Maaf, Mas Adam. Aku tidak berniat berkata apapun yang buruk terhadapmu." "Ingat ya, Aisyah Sarasvati! Aku peringatkan i
Setiap saat Aisyah bersenandung dengan bacaan sholawat-nya, meski kedua tangannya sedang mengerjakan pekerjaan rumah yang tiada habisnya -- tidak pernah melupakan kebiasaannya itu.Dua suara berbaur seperti iringan musik, antara senandung sholawat Aisyah dan gemericik air yang dinyalakan untuk mencuci piring. Bibirnya yang mungil, berwarna merah muda tanpa memakai lipstik, terlihat menawan. Setiap hari kecantikannya terpancar berkat air wudhu yang sering membasuh wajahnya.Tanpa memakai bedak atau perawatan kecantikan lain pun Aisyah sudah terlihat sangat cantik.Beberapa saat berlalu, Aisyah meringis perih, ketika air mengenai tangannya yang terluka. Ia mengabaikannya karena baginya luka ini adalah goresan kecil di bagian tubuhnya. "Aduh sakit!" Beberapa kali ia menjerit perih, sesekali menekan tangannya.Aisyah meninggalkan pekerjaannya kembali menuju ruang kamar mencari kotak p3k. "Aku harus membalut luka ini dengan plester. Jika tidak, gak akan cepat kering jika terkena air. "Apa
"Bukan seperti itu, kenapa kamu harus memakai nama lain? Sama saja kamu telah membohongiku."Jenny mendekatkan wajahnya, menatap Adam dengan tatapan tak biasa. "Aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh, selama ini kita hanya berhubungan sebagai rekan bisnis."Adam tidak merespon bahkan ia memalingkan wajahnya.Kembali Jenny melanjutkan ucapannya, "Aku tahu, semenjak acara pada malam itu, kamu tidak akan mau bertemu kembali denganku.""Lantas?" Adam menaikkan alisnya."Ya aku hanya berusaha mengikuti perintah orang tua kita," jawab Jenny, kali ini wanita itu sangat gugup menghadapi Adam, tidak seperti sebelumnya."Maaf Jenny, jika siang ini kita hanya membicarakan tentang perjodohan itu--lebih baik aku pergi! Karena percuma, sekuat apapun kalian berusaha, aku tetap pada pendirianku, aku bisa mencari pilihanku sendiri!" Adam berdiri dan berniat meninggalkan Jenny--gegas wanita itu menarik tangannya tidak biarkan Adam pergi."Oke, baiklah, tidak akan aku lanjutkan pembahasan itu. Duduklah k
Pria itu menarik tangan Aisyah, sampai berhenti di tepi kolam."Untuk apa kamu seret saya kesini, Tuan?" Aisyah ketakutan--dalam pikirannya, sebuah bayangan buruk Adam mendorong tubuhnya masuk kedalam kolam."Aku sudah tidak bisa sabar, Aisyah! Rasanya kali ini aku ingin membunuhmu! Biar dendam ini segera terlampiaskan!" Kemurkaan Adam terlihat hingga wajah putihnya menjadi merah.Aisyah menggeleng kepala, "Tidak! Tolong jangan lakukan itu, Adam! Percayalah padaku! Bukan aku pelakunya! Astaghfirullah ... Ya Allah tolonglah hambamu.""Aku tidak bisa mempercayai ucapan wanita munafik sepertimu! Percuma hijab menutupi tubuhmu! Tapi kejahatan sudah membalut hati dan pikiranmu!" teriak Adam, tanpa berpikir panjang Adam mendorong tubuh Aisyah masuk kedalam kolam."Rasakan kau, Aisyah! Kau akan mati!" teriak Adam lantang. Adam memperhatikan kedua tangan Aisyah diatas permukaan air--melambai-lambai dengan suara samar tidak terdengar jelas. Seperti air sudah menuju rongga mulutnya."Tolong!