Share

Bab 4. Awas geger otak beneran

ISTRI BARU MANTAN SUAMIKU (4)

Aku terbangun ketika mencium aroma minyak kayu putih yang terasa menyengat di hidung. Kepalaku pusing, bahkan tempat di mana tengkorak kepalaku terbentur tadi rasanya berdenyut. Aku mengerjapkan mata, menatap Mama dan Tiara yang berdiri di samping ranjang tempat tidurku. Sementara dari sudut mata, kulihat Mas Nabil berdiri dengan raut wajah kesal.

"Kamu gak apa apa Vi? Apa kita perlu ke dokter?" Tanya Mama dengan raut wajah panik.

Aku menggeleng, meraba kepalaku yang pusing.

"Gak usah Ma. Aku cuma sedikit pusing."

"Mama jatuh tadi kenceng banget." Ujar Tiara. Melihatnua sudah berdandan cantik, aku jadi teringat sesuatu.

"Loh, kamu dan Papa kok belum pergi? Ayo berangkatlah. Nanti Tante Meisya menunggu." 

"Telat. Ini sudah jam sebelas malam."

"Astaga. Aku pingsannya lama banget berarti ya Mas?"

"Lumayan. Sampai aku dilalerin. Lagian kenapa minyak itu bisa tumpah pas di depan pintu kamarmu? Siapa yang numpahin?"

"Aku gak sengaja tadi Mas, habis olesin kakiku yang sakit." Ujarku pelan.

"Jadi ulahmu. Apa kamu sengaja?"

"Sudah sudah. Kamu apaan sih Bil. Mana mungkin Vivi sengaja melukai dirinya sendiri. Kamu kira kebanting dan kejedot lantai kayak gitu gak sakit? Mama malah takut Vivi gegar otak." Potong Mama.

"Gak akan Ma. Kepala Vivi itu batu." Sindir Mas Nabil pedas. Aku merengut, tahu kenapa dia mengataiku batu. Tentu saja karena aku memang keras kepala. 

"Maaf ya Mas. Padahal tadi aku ditinggal aja gak apa apa. Kan ada Mama." Ujarku kemudian sambil menatap Mas Nabil dengan pandangan memohon.

Mas Nabil membuang pandang.

"Sudahlah. Kalau kamu sudah siuman dan tak perlu ke dokter. Aku mau pulang saja."

Dia lalu menoleh kepada Tiara.

"Minggu depan saja kita jalan jalan ya Nak. Nanti Papa dan Tante Meisya ajakin nonton Nusa Rara di bioskop. Gimana?" Tanya Mas Nabil sambil tersenyum cerah.

Kulihat Tiara terbelalak sedikit. Dia memang suka serial itu dan kerap menontonnya di youtube. Lalu dia melirikku.

"Boleh gak Ma?"

Aku tersenyum.

"Tentu saja boleh. Kamu kan harus lebih dekat dengan calon Mamamu."

Tiara memajukan sedikit bibirnya. Mas Nabil lalu keluar kamar, sedikit berjengit melihat Mama mengusap usap rambutku.

"Sakit banget Vi? Betulan gak perlu ke dokter?"

"Gak usah, Ma. Besok juga sudah baikan. Mama tidur ya. Sudah malam."

Mama mengangguk.

"Tiara biar tidur di kamarmu malam ini ya. Mama takut kamu kenapa napa. Nanti kalau mau keluar kamar hati hati. Lantainya sudah Mama bersihkan tapi sepertinya masih agak licin."

Aku mengangguk, "Makasih banyak ya Ma. Aku selalu merepotkan Mama."

Mama tersenyum sambil mengusap usap rambutku, lalu melangkah keluar. Tiara langsung merebahkan tubuh di sampingku.

"Ada untungnya juga Mama jatuh. Aku gak jadi jalan sama Tante Meisya." Ujar Tiara pelan.

Aku meletakkan ujung jari telunjuk di bibir. 

"Sstt, gak boleh gitu. Kasian kan Tante Mei nungguin kalian gak datang datang."

"Papa udah telpon kok. Malah Tante Meisya mau kesini tadi. Cuma gak boleh sama Papa."

Aku tersenyum, membayangkan wajah cantik itu kesal. Ah, siapa suruh kamu menantangku Mei. Seharusnya kamu mundur saja, seperti yang lainnya, karena Mas Nabil, akan segera kembali padaku.

***

"Mama, Tiara sudah berangkat sekolah ya? Maaf aku bangun kesiangan. Kepalaku sakit sekali."

Mama, yang sedang sibuk membereskan dapur langsung menghampiriku.

"Sakit banget Vi? Kan Mama bilang juga apa. Kita ke dokter aja yuk."

Kepalaku memang sakit. Tapi setidaknya itu lebih baik dari pada merasakan sakit di dadaku membayangkan mereka pergi bertiga seperti sebuah keluarga yang bahagia.

"Gak usah Ma. Aku izin gak kerja hari ini biar bisa istirahat di rumah. Itu aja udah cukup kok."

Mama menghela nafas, menyorongkan sepiring salad buah kesukaanku. Pilihan utama sarapan agar badanku tetap langsing dan menawan. Jangan harap ada topping keju dan susu di atasnya. Salad buah bagiku cukup di taburi minyak zaitun. Dan Mama, paling tahu kesukaanku itu.

"Oh ya, Tiara tadi Mama pesankan taksi online. Nanti pulangnya mau dijemput Meisya katanya."

Uhukk!

Aku nyaris menyemburkan anggur yang baru saja kukunyah. Mama bergegas menyodorkan segelas air. 

"Apa gak ngerepotin Ma? Kan dia juga kerja."

"Dia kan hanya perlu tengok tengok saja itu cafenya. Gak perlu kerja."

"Oh."

Aku kembali menyuap buah di piringku. Membayangkan wajah gadis bernama Meisya itu. Setelah gagal jalan jalan semalam, kupikir dia akan ngambek seperti banyak gadis muda lainnya. Rupanya dia tidak. Meisya memang masih muda, usianya baru dua puluh empat tahun. Bagaimana Mas Nabil tidak bangga mendapatkannya. Duda berusia tiga puluh tiga tahun mendapatkan gadis muda yang mapan dan mandiri. Keren juga. Dan yang jelas, dia memang berbeda.

Aku membantu Mama mengangkat piring di meja bekas sarapan, tapi seperti biasa Mama langsung melarang.

"Sudah istirahat sana. Nanti kepalamu tambah sakit."

Aku menatap Mama.

"Ma, kita cari ART aja ya. Nanti Mas Nabil kira aku menjadikan Mama pembantu di rumah Mama sendiri."

Mama tertawa.

"Gak usah. Mama gak suka ada orang asing di rumah. Lagipula Mama kan gak ngapa-ngapain. Malah capek kalau diam saja."

"Ya sudah kalau begitu Vivi ke kamar ya Ma."

Mama mengangguk. Aku lalu masuk ke kamar. Sambil memegangi kepalaku yang sedikit benjol, otakku terus berputar. Jika Meisya benar benar tak peduli dengan keberadaanku, maka aku harus mencari cara lain untuk membuatnya mundur. Tapi apa? Selama ini, kehadiranku di rumah Mama sudah menjadi momok tersendiri bagi perempuan yang ingin dekat dengan Mas Nabil.

Hufft, sudahlah biar kupikirkan nanti saja. Aku menatap wajahku di cermin. Ingat bagaimana aku mencoba meminta rujuk pada Mas Nabil, tentu saja melalui Mama. Aku masih gengsi memintanya sendiri.

"Vivian sudah menghinaku Ma. Sakit sekali rasanya." Jelas Mas Nabil waktu itu. Aku menguping tentu saja, itulah gunanya aku tinggal di rumah ini.

"Itu hanya luapan emosi sesaat Bil. Vivi gak selingkuh, gak melakukan kesalahan fatal. Rujuklah dengannya."

"Entahlah, Ma. Sejak saat dia mengataiku seperti sampah, rasanya cintaku langsung pudar."

"Ah, Mama rasa kamu salah dengar. Vivi itu berpendidikan tinggi, gak mungkin  ngomong sembarangan."

"Mama lebih percaya Vivi daripada anak Mama sendiri." Keluh Mas Nabil.

"Ya habis gimana. Dia yang setiap hari menemani Mama, melakukan apa saja untuk Mama. Kamu kan sibuk."

Aku tersenyum mengingat pembelaan Mama. 

"Mama?"

Tiara muncul dari balik pintu, masih mengenakan seragam sekolah. Dia baru kelas dua sekolah dasar.

"Kamu pulang sama siapa?" Tanyaku 

"Boleh saya masuk Mbak? Katanya Mbak sakit." Meisya tiba tiba muncul dari balik bahu Tiara. 

"Masuklah." Aku terpaksa membiarkannya masuk kamar. Lalu berbaring sambil memegangi kepalaku. 

Meisya menarik kursi dan duduk tak jauh dariku.

"Maaf ya, semalam gara gara aku jatuh kalian gak jadi jalan jalan."

Gadis itu tersenyum, menatapku dengan pandangan yang sulit kuterjemahkan.

"Gak apa apa Mbak. Namanya juga musibah. Cuma hati hati Mbak. Jangan sering sering jatuh, takutnya nanti gegar otak beneran."

***

Hayooo cungg! Kamu TIM VIVIAN atau TIM MEISYA?

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Jee Esmael
Aku tim Nabil aja yah..
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
tim horeeeeeee
goodnovel comment avatar
Doris Atik
maesya doooonk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status