Share

Bab3

ISTRI GLOWING SUAMI KELING 3

"Bu, dari mana?" tanya Risma tak menghiraukan omelan mertuanya.

Ia lalu beringsut dari duduknya, bermaksud menyambut sang mertua dan mencium tangannya. Saat mengulurkan tangannya justru ditampik. Risma memejamkan mata sambil menghela nafas pelan. Berusaha tak terpancing emosi dengan kelakuan ibu mertuanya itu.

Bu Ida yang melihat hanya menggeleng-gelengkan kepala, tangannya mengelus-elus dada. Walau sudah tak heran dengan sikap Bu Dewi, tapi dia tetap menyayangkan sikapnya itu. Padahal setau dia menantunya selama ini baik.

Bu Dewi melengos begitu saja, meninggalkan Risma yang masih berdiri dengan tangan menggantung di udara. Duduk tak jauh dari Bu Ida. Risma hanya tersenyum kecut, lalu menggaruk lehernya yang tak gatal. Melihat tingkah ibu mertuanya yang ajaib kadang membuatnya pusing.

"Habis panen ya, Bu?" tanya Bu Dewi basa basi.

"Iya, sayang kebun kalau dibiarin kosong, jadi ditanamin sayur aja bisa buat tiap hari nyayur," sahut Bu Ida dengan mengulas senyum kecil.

"Bu Ida mah enak, ada kebun bisa namen sayur sendiri. Nggak punya duit tinggal minta sama anak. Saya mah boro-boro, anak deket malah nggak ada yang peduli," cerocos Bu Dewi. Tangannya membolak balik dompet yang sedang di buat Risma, lupa dengan omelannya tadi.

"Orang kan wang sinawang, Bu!" sahut Bu Ida bijak.

"Tiap hari mainan benang bikin dompet sama tas, boro-boro saya kecipratan dibikinin, Bu!" sindir Bu Dewi, tak lupa tangannya gesit mengobrak abrik benang yang masih tertata rapi dalam gulungan.

Sukses membuat Risma yang sedang berdiri mengawasi Alika bermain meradang. Jika diibaratkan mungkin Risma sekarang sudah mengeluarkan tanduk juga mengepulkan asap dari telinganya saking geramnya. Mulutnya menganga dengan mata melotot, tangan sudah terkepal kuat. Ia hanya bisa meninju udara untuk meluapkan kekesalannya.

Niat hati mengawasi putrinya bermain agar tak jadi alasan untuk sang mertua ngomel lagi, tapi sekarang yang jadi sasaran justru benang rajutnya. Alika saja sangat ia wanti-wanti agar tidak menyentuh peralatan rajut itu, kini semua benang itu bercampur jadi satu di tangan sang ibu mertua.

"Bulan kemarin kan sudah Risma bikinin dompet. Itu yang biasa Ibu bawa kalau belanja," sanggah Risma, matanya menatap benang rajut yang awut-awutan. Dadanya naik turun menahan emosi.

"Dompet jelek aja perhitungan!" cela Bu Dewi dengan mulut mencembik.

Jelek-jelek begitu kalau dijual laku seratus ribu, lumayan buat jajan, orang kok nggak ada syukurnya batin Risma menahan geram.

"Saya pamit dulu, Mbak Risma. Udah sore, ini sayurannya jangan lupa di bawa masuk," pamit Bu Ida. Ia merasa risih dengan tingkah Bu Dewi yang selalu menjelekkan anak dan mantunya di depan orang lain. Padahal sebenarnya ia masih betah ngobrol dengan Risma. Bu Ida lalu berdiri dan meraih tenggok yang di letakkan di tanah bukan di teras, karena takut mengotori teras rumah orang.

"Makasih ya, Bu!" ucap Risma sambil tersenyum dan sedikit mengangguk. Ia lalu berjalan menghampiri Bu Ida untuk mengambil sayuran yang diberikan untuknya.

"Banyak-banyak sabar, ya!" lirih Bu Ida sambil mengelus pundak Risma. Risma hanya mengangguk dan tersenyum kecut. Tetangga rasa mertua, batin Risma.

Risma balik badan, dan betapa terkejutnya dia melihat mertuanya masih asik mengacak-acak benang. Ia memejamkan mata dengan dahi berkerut, mendadak kepalanya pusing. Ingin rasanya memaki.

"Ayo Bu, masuk! Aku bikinin teh hangat. Sudah tinggalin benang rajutnya, biar Risma yang beresin," ucap Risma setelah ia menghela nafas kasar. Mendebat ibu mertuanya tidak ada gunanya, bagaimanapun ia akan selalu salah di matanya, lebih baik diam dan mengalah.

Bu Dewi lalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan benang rajut yang sudah tak karuan bentuknya. Duduk selonjor di ruang tamu dengan punggung menyender di tembok. Ia lalu meraih remot tv dan menyalakannya.

"Alika ... udahan mainnya, mandi sudah sore!" teriak Risma dari teras, kepalanya celingak celinguk mencari keberadaan putrinya itu.

"Iya, Ma!" sahut Alika dari belakang rumah. Bocah itu muncul dari tembok belakang rumah sambil menenteng kayu untuk mengorek tanah.

"Masuk lewat pintu belakang, sepedanya nggak usah di bawa, Sayang. Nanti biar Mama yang bawa masuk" ucap Risma saat Alika menghampiri sepedanya berniat membawa masuk. Ia lalu masuk ke dalam membawa serta sayuran di tangan.

"Anaknya tu diurusin, jangan ngurusin benang terus!" celetuk Bu Dewi saat Risma lewat.

"Ya," jawab Risma singkat tanpa menghentikan langkahnya. Ia ke dapur meletakkan sayuran di bakul bambu lalu merebus air untuk membuat teh. Sedangkan Alika sudah bermain air di kamar mandi.

"Diminum, Bu, mumpung masih hangat," ujar Risma menaruh segelas teh hangat juga setoples kue telur gabus keju di samping ibu mertuanya.

"Hmm," gumam Bu Dewi tanpa menoleh, pandangannya fokus pada berita gosip di tv.

"Risma tinggal mandiin Alika dulu ya, Bu!"

Tak ada jawaban. Risma hanya menggelengkan kepala lalu beranjak ke dalam meninggalkan mertuanya dengan segala tingkah ajaibnya.

Bu Dewi melongokkan kepalanya, memastikan Risma sudah masuk ke dalam untuk memandikan putrinya. Ia lalu menyeruput teh hangat. Membuka toples mencoba kue buatan menantunya.

"Enak juga!" lirihnya lalu mengulas senyum kecil. Duduk selonjor memangku toples sambil menonton gosip di tv. Tanpa terasa setengah toples sudah masuk ke perutnya.

Tak berapa lama Jaka pulang. Seperti biasa ia akan melepas sepatunya dulu, menaruh di rak sepatu yang ada di teras. Bu Dewi buru-buru menutup toples lalu menaruhnya ketempat semula.

"Assalamualaikum!" Jaka mengucap salam lalu membuka pintu.

"Walaikumsalam!" sahut Bu Dewi.

"Ehh ada Ibu. Udah dari tadi?" tanya Jaka lalu mencium tangan ibunya dengan takzim. Kemudian duduk tak jauh dari sang ibu.

"Belum lama. Kebetulan lewat terus lihat Alika udah sore masih main tanah dibiarin aja sama Risma, malah ditinggal gosip. Lihat tuh, nyuguhin Ibu juga kue mlempem. Emang nggak bener istri kamu itu," ujar Bu Dewi menggebu berusaha menjelek-jelekan Risma.

Jaka hanya nyengir dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tidak tau harus menjawab apa, kadang aduan ibunya berlebihan dan tidak masuk akal. Risma yang sudah selesai memandikan Alika dan hendak ke depan menghentikan langkahnya di ruang tengah. Mendengar omongan ibu mertuanya yang membuat sakit hati. Namun berusaha ia abaikan, toh Mas Jaka tidak percaya.

"Ayah ... Ayah!" teriak Alika girang dan langsung melepas pegangan tangannya pada sang mama, menghambur memeluk Ayahnya.

"Ayah masih kotor, Sayang! Baju Alika nanti kotor," ucap Jaka lembut mencoba memberi pengertian pada putrinya. Tangan Alika masih bergelayut pada leher ayahnya. Matanya menyipit dan hidungnya kembang kemping mengendus-endus, membuat Jaka terbahak melihat polah putrinya yang menggemaskan.

"Ayah, bau!" ucapnya, satu tangannya lalu menutup hidung. Ia lalu beringut dari ayahnya setelah mengecup pipinya. Beralih duduk di samping sang nenek. Walau mulutnya pedas dan tajam pada anak dan mantunya, tapi Bu Dewi sangat sayang dengan cucu-cucunya.

"Udah pulang, Mas?" kata Risma basa basi menghampiri suaminya, setelah beberapa saat tadi ia berhenti sebentar di ruang tengah untuk menguping.

Risma meraih tangan Jaka, mencium punggung tangannya dengan takzim. Ekor matanya melirik toples yang ada di samping Bu Dewi. Katanya mlempem tapi setoples udah mau habis batin Risma.

"Ohh iya, itu benang kenapa berantakan di teras?" tanya Jaka setelah beberapa saat hening dan ia baru ingat tadi sebelum masuk rumah melihat benang rajut istrinya yang awut-awutan di teras.

Seketika tubuh Bu Dewi menegang mendengar pertanyaan Jaka, ia melirik Risma lalu meneguk ludahnya kasar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status