ISTRI GLOWING SUAMI KELING 4
Risma menepuk keningnya sendiri, ia lupa belum memindahkan benang rajut di teras karena tadi membawa masuk sayuran yang diberi Bu Ida terlebih dahulu."Iya, aku lupa, Mas. Tadi habis bikinin teh Ibu mau beresin tapi malah mandiin Alika soalnya dia udah mainan air tadi di kamar mandi, takut keburu kedinginan bocahnya," papar Risma lalu segera bangkit dari duduknya untuk membereskan benang rajutnya.Bu Dewi menghela nafas lega. Ia takut menantunya itu mengadukan perbuatannya pada Jaka. Ia sangat suka mencari gara-gara, tapi sebenarnya jika digertak takut juga.Risma menghela nafas kasar. Satu tangannya berkacak pinggang, sedangkan yang lain memegangi kepalanya. Entah akan membereskan dari mana dulu kekacauan yang dibuat ibu mertuanya itu. Melihat benang awut-awutan seketika kepalanya pusing. Perlahan ia jongkok lalu mulai memunguti benang-benang itu dan memasukkan ke dalam plastik. Matanya tiba-tiba saja memanas, pandangannya mulai berkabut karna air mata sudah berjejalan di kelopak mata.Jika mengingat perlakuan ibu mertuanya Risma seakan ingin menyerah dengan rumah tangganya. Namun suaminya sangat menyayanginya, ia juga selalu membelanya. Mendapatkan suami yang sayang juga pengertian, tapi ujian rumah tangganya justru datang dari mertua dan terkadang ekonomi."Ibu, mau pulang!" celetuk Bu Dewi.Jaka yang baru saja akan meninggalkan ruang tamu untuk mandi mengurungkan niatnya. Dahinya mengernyit mendengar permintaan ibunya."Biar Jaka anterin, Bu. Tunggu Jaka mandi sebentar, ya!" pinta Jaka."Nggak usah, deket ini," tolak Bu Dewi lalu berdiri perlahan berpegangan pada tembok."Beli bangku kalau nggak kursi, Jaka. Udah tau ibumu ini sudah tua, masih saja disuruh duduk dikarpet. Mau berdiri saja susah, pantat juga jadi sakit kelamaan duduk dibawah," gerutu Bu Dewi sambil menepuk-nepuk pantat.Jaka hanya menghela nafas. Gerutuan sang ibu seolah jadi tamparan buat dirinya. Sebagai seorang anak, ayah, juga suami, Jaka belum bisa membahagiakan ibu serta keluarga kecilnya.Risma berbalik, dan hampir saja menabrak ibu mertuanya. Ia sampai berjingkat karena kaget, plastik dalam tangannya pun jatuh ke lantai."Nggak punya mata kamu, ya. Orang segede gini mau ditubruk!" hardik Bu Dewi dengan mata melotot."Maaf, kirain masih di dalam, Bu. Lagian Ibu mau kemana? ini udah mau magrib, Bu!" Risma bertanya sedang tangan kanannya mengelus-elus dada yang berdebar kencang saking kagetnya.Bu Dewi hanya meliriknya sekilas lalu melanjutkan langkahnya tanpa menjawab sepatah katapun. Ia jalan tergopoh-gopoh meninggalkan rumah anaknya, satu tangan menyingsing daster agar bisa berjalan lebih cepat karna hari mulai gelap."Kenapa lagi Ibu, Mas?" tanya Risma melangkah menghampiri suaminya yang masih bengong.Jaka hanya mengangkat bahu. Ia lalu bergegas ke kamar mandi, ingin segera mengguyur badannya yang sudah sangat lengket karna keringat juga debu.Mata Risma memicing dengan dahi berkerut. Ibu sama anak sama-sama aneh, batinnya. Ia lalu menaruh plastik berisi benang rajut yang awut-awutan di dekat meja tv. Mengambil gelas belas mertuanya untuk ditaruh di dapur. Alika sendiri amteng dengan boneka berbienya sambil nonton tv.Setelah menaruh gelas kotor di wastafel, Risma merebus air lagi untuk membuat kopi. Mengambil gelas lalu menuang gula dan kopi."Tinggal sekali bikin," gumam Risma sambil menaruh toples tempat kopi yang sudah kosong.Ia segera mematikan kompor saat air sudah mendidih. Menuangkan ke dalam gelas dengan hati-hati, jangan sampai air panas itu tumpah dan mengenainya. Air panas bercampur dengan gula dan kopi seketika mengeluarkan bau harum yang khas. Mengaduknya secara pelan sampai gula benar-benar larut. Menghidangkannya dengan telur gabus keju yang tinggal sedikit.Risma bercanda dengan putrinya sampai tertawa terbahak-bahak."Rame bener!" celetuk Jaka menghampiri keduanya. Lalu duduk didekat istrinya. Meraih gelas berisi kopi yang diletakkan dekat tembok agar tak tersenggol."Sluuuurp, ahhh, mantap!" Jaka menyruput kopinya sambil memejamkan mata, menikmatinya."Idih, lebay!" ucap Risma.Ia lalu meraih toples berisi terus gabus keju, membuka dan mencicipinya. Dahinya lalu berkerut."Kata Ibu mlempem. Enak gini kok," ujar Jaka."Kayak nggak tau kelakuan Ibu saja. Tadi pagi mecahin skincare aku, sore berantakin benang rajut. Pake acara ngomong sama Bu Ida kalau nggak pernah dikasih dompet. Padahal tiap bikin model baru pasti aku kasih satu, mungkin udah numpuk itu dompet di rumah saking banyaknya. Kayak gitu kok bilang ke orang-orang anak mantunya nggak ada yang peduli," gerutu Risma dengan penuh kekesalan."Maafin Ibu, ya. Nggak usah dimasukin hati kalau Ibu ngomong. Orang-orang juga udah paham sama wataknya," ucap Jaka tangannya mengusap-usap pundak istrinya.Risma hanya mengangguk. "Tapi, ada syaratnya!" lanjutnya sambil menatap Jaka dengan menaik-naikkan kedua alisnya."Apa tuh?" tanya Jaka penasaran."Benerin benang rajut yang udah diberantakin sama Ibu."Seketika Jaka melebarkan mata dengan mulut menganga. Ia lalu menepuk keningnya."Mending Mas ngaduk semen dari pagi sampai sore deh!" ujar Jaka dengan bahu merosot.Semangatnya langsung menghilang mendengar permintaan sang istri. Risma tergelak melihat ekspresi suaminya. Melihat istrinya menggulung benang yang tidak berantakan saja sudah pusing, sekarang justru disuruh menggulung benang yang sudah tidak karuan bentuknya."Beli baru saja, Dek! Yang itu buang saja. Nanti kalau Mas udah gajian beli.""Nggak usah, sayang, nanti biar aku beresin. Tapi Mas bantuin, ya?""Dikasih yang gampang malah cari yang ribet. Dasar perempuan!""Bukan gitu, Mas kan juga udah janji mau ganti skincare yang dipecahin Ibu."Jaka nyengir sambil menggaruk alisnya. "Iya ya, Mas lupa.""Bakalan apes gajian minggu ini!" lirihnya.***Jam lima pagi Risma sudah bergegas ketukang sayur yang biasa mangkal di pertigaan jalan. Ia ingin membeli kelapa muda, tahu, teri, juga ikan asin. Sayuran yang diberi Bu Ida kemarin rencananya akan dibuat urap, sedangkan untuk putrinya pepes tahu. Beruntung Alika jarang rewel soal makanan. Apapun yang dimasak mamanya selalu lahap, asal tidak pedas."Duh, mantunya Bu Dewi rajin banget. Baru selesai subuh udah belanja aja," seru Mbak Lilis dari teras rumahnya.Risma menghentikan langkah lalu menoleh dan tersenyum. "Duh Mbak Lis, itu kaca udah kinclong loh, masih aja dielus-elus. Lalat aja kepleset kalo lewat," canda Risma.Keduanya lalu tergelak. Risma dan Lilis memang dekat. Mereka dulunya satu kampung dan sekarang memiliki suami yang sekampung juga. Lilis baru menikah sekitar enam bulan, dan dia juga baru tau jika Resti tinggal satu kampung dengan kampung suaminya. Ditempat Lilis juga Risma membeli skincare yang ia pakai sekarang."Ayok, blanja nggak? Keburu habis nanti," ajak Risma sambil melambaikan tangan. Jarak rumah Lilis dengan jalan sekitar lima meter. Halaman rumah Lilis termasuk luas."Bentar, ambil dompet dulu!" Lilis lalu berlari kedalam rumah untuk mengambil dompet.Risma berdiri ditepi jalan seorang diri. Kakinya menendang-nendang batu kerikil sedang kedua tangannya bersedekap dada, mengusir udara dingin dipagi hari."Risma ... !"Risma mendongak, tak asing dengan suara yang meneriakkan namanya. Matanya mengerjap lalu meneguk liurnya kasar."Alamak ... matilah kita!" gumam Mbak Lilis dari belakang Risma.ISTRI GLOWING SUAMI KELING 30Waktu terus bergulir begitu cepat. Tanpa terasa seminggu lagi acara pernikahan Joni. Kali ini Bu Dewi lebih antusias dari biasanya. Meski hanya sederhana tapi Bu Dewi mempersiapkan sebaik mungkin.Risma ikut senang dengan perubahan ibu mertuanya itu. Ya ... walau belum sepenuhnya, tapi ucapan pedasnya sudah turun level. Hampir setiap hari dia membantu apa saja yang bisa dilakukan. Seperti hari ini, Risma membantu membuat peyek kacang juga rebon untuk isi toples dan acara selametan."Itu bumbu buat peyeknya diulek yang halus, Ris!" titah Bu Dewi sambil memasukkan kue kering ke dalam toples."Ya, Bu.""Daun jeruknya jangan lupa iris tipis.""Iya." Risma hanya menjawab singkat tanpa menoleh karena sedang fokus pada ulekan."Santennya pakai kelapa tua, jangan pakai santan instan, kurang gurih nanti.""Ya.""Minyaknya pakai yang baru. Kamu ambil di lemari.""Iyaaa."
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 29"Ini cincin untuk kamu, Jon. Dan ini untuk Jaka." Bu Dewi menyerahkan cicin pernikahannya yang sudah sejak lama dia simpan. Masing-masing satu untuk Joni dan Jaka. Joni mendapatkan cincin Bu Dewi, sedangkan Jaka mendapat cicin mendiang bapaknya.Jaka dan Joni yang duduk bersisian saling pandang. Lalu menatap cicin yang berada di telapak tangan mereka. Belum begitu faham dengan maksud sang ibu memberikan cincin itu kepada mereka."Anggap saja itu bukti rasa tanggung jawabku sebagai ibu pada kalian. Gunakan untuk modal usaha, atau kalian berikan pada istri kalian. Terserah." Bu Dewi menghela napas berat sebelum melanjutkan ucapannya. "Ibu sadar selama ini tidak pernah membantu kalian sejak kalian memutuskan menikah, padahal anak lelaki itu milik ibunya. Harusnya ibu juga bertanggung jawab saat kalian dalam kesusahan dan masalah, tapi ibu malah menambah masalah."Bu Dewi menunduk tajam, tak sanggup untuk melihat anak-ana
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 28"Satu bulan lagi? Yang benar saja," protes Bu Dewi."Ibu ini aneh, kemarin-kemarin susah dimintai restu, marah-marah Mas Joni bawa Mbak Wulan ke rumah takut zina katanya. Giliran udah ngasih restu mau cepet-cepet nikah biar nggak timbul fitnah apalagi sampai zina diprotes juga. Heran deh," sahut Jaka yang duduk di bangku belakang bersama istrinya."Barangkali ada yang buat kamu kepikiran, Wi? Coba ngomong dari sekarang biar nggak jadi masalah nanti," ucap Bude Narti mencoba tak memojokkan adik iparnya itu, walaupun sedari tadi dia sendiri sudah mengelus dada melihat tingkahnya."Semua kan butuh persiapan, butuh biaya," balas Bu Dewi ketus."Nggak perlu khawatir soal uang." Joni yang fokus menyetir akhirnya menyahut."Aku sudah ada. Semua kebutuhan biar aku yang tanggung. Asal nggak menuruti gengsi dan ego Ibu insyaallah cukup. Yang penting sah dan selametan sederhana. Meski sederhana tapi nggak malu-
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 27Setelah salat magrib semua berkumpul di ruang tamu. Kecuali Bu Dewi yang sedari tadi masih belum keluar kamar. Aneka kue, juga jajanan pasar sudah ditata sedemikian rupa dalam beberapa wadah. Ditambah hiasan pita juga plastik parsel bening menambah cantik kue-kue itu.Risma sengaja mandi juga bersiap dari rumah mertuanya, agar tak bolak balik dan menghemat waktu. Sedangkan baju dan yang lainnya dibawakan Jaka setelah pulang kerja dan mampir kerumah dulu untuk mandi dan bersiap.Joni keluar lebih dulu untuk mengambil mobil yang akan digunakan untuk acara lamarannya. Sedangkan Pakde Burhan juga Bude Narti memilih menunggu di kursi teras. Alika sendiri tak pernah jauh dari kakeknya. Risma dan Jaka lebih memilih menunggu di ruang tamu."Pinjem mobil siapa, Jon?" tanya Pakde Burhan dari kursi teras, setelah Joni keluar dari mobil yang ia kendarai. Alika, duduk anteng dipangkuannya."Mobil temen, Pakde!" sahut Joni
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 26Akhirnya sepakat, lamaran dilakukan esok hari. Joni langsung menghubungi Wulan agar di sampaikan pada orang tuanya. Buah tangan pun cukup membeli saja di pasar agar tidak ribet. Walau Bu Dewi setengah hati, tapi tetap merestui.Jaka bisa kerja lebih dulu, karna acaranya jam tujuh malam. Risma pun bisa ke pasar dulu, juga menjait furing untuk tas pesanan pelanggannya. Sedangkan Joni memilih mengambil cuti."Wi, itu gula sampai meleleh di lemari, kamu beli dari kapan?" tanya Bude Narti yang tidak sengaja melihat isi lemari dapur adik iparnya, penuh dengan kebutuhan dapur."Ohh ..., itu dari Jaka. Dia kalau gajian suka beliin, katanya kalau ngasih duit nggak seberapa malu, jadi dibeliin keperluan rumah. Kadang sabun mandi, detergent, pasta gigi, kadang juga kue," terang Bu Dewi dari kursi meja makan.Bude Narti lalu melihat lihat aneka perabotan yang dikumpulkan Bu Dewi dari dia masih pengantin baru. Banyak seka
ISTRI GLOWING SUAMI KELING 25"Risma, ambil nasi, ikan bakarnya sudah mateng!" titah Pakde Burhan sembari berjalan masuk rumah dengan kedua tangan memegang piring berisi ikan bakar. Alika mengekor di belakangnya."Oalah, Pak ... tadi kan udah sarapan," sergah Bude Narti."Nggak apa, Bude. Kan habis perjalanan jauh, pasti laper lagi," ujar Risma menatap Bude Narti dengan seulas senyum lalu beranjak dari duduknya.Pakde Burhan duduk di tempatnya semula setelah meletakkan piring berisi ikan bakar buatannya. Aromanya memang menggugah selera."Itu, gimana ceritanya, ikan bisa gosong sebelah?" Bude Narti menunjuk ikan yang paling pinggir di piring."Itu bukan gosong, tapi kematengan," bela Pakde Burhan."Nek, aku mau makan lagi, ya, disuapin!" pinta Alika yang duduk dipangkuan Bu Dewi."Iya. Tadi emang belum makan?" tanya Bu Dewi sembari mengecup pucuk kepala cucunya."Udah, tapi laper lagi," jawab Alika, tangannya mengusap-usap perut sambil nyengir menatap neneknya.Bude Narti memperhatika