Share

Bab 5

Bagai dikejar setan, Heppy berlarian menuju paviliunnya. Sesekali menoleh kebelakang, seperti takut ketahuan. "Jangan sampai ada yang liat, duh bisa mati aku," gumamnya sambil terus berlari. Masuk ke dalam kamar lalu bersembunyi di balik selimutnya.

Dinar yang kebetulan juga baru sampai di paviliun kebingungan melihat nyonyanya bergelung dibalik selimut di siang hari seperti ini. Dinar langsung bergegas menghampiri sang nyonya, takut jika terjadi hal yang tidak di inginkan. "Nyonya, saya mencari nyonya tadi, tapi nyonya tidak ada di sana. Nyonya dari mana? Apa nyonya sakit? Kenapa nyonya bergelung di bawah selimut seperti itu?" tanya Dinar.

"Ssttt... Jangan keras-keras. Diamlah dulu. Aku membutuhkan ketenangan. Kau pergilah," jawab Heppy tanpa membuka selimutnya.

"Nyonya ingin tidur siang? Tapi sekarang masih pukul sepuluh Nyonya, masih terlalu awal untuk tidur siang. "

"Argghhh..." Heppy menyibakkan selimut tebalnya, bukan karena marah tapi karena merasa gerah terbungkus di dalam sana. "Kau pergilah Dinar, telingaku panas mendengar kau terus mengoceh," imbuh Heppy sambil menatap sebal asisten pribadinya.

"Nyonya membutuhkan sesuatu?"

Menarik nafasnya panjang lalu melambaikan tangannya meminta Dinar mendekat, "Kau kemarilah," pinta Heppy.

"Iya Nyonya?" Dengan patuh Dinar mendekat.

"Sini Dinar." Heppy menepuk ruang kosong disampingnya.

"Tapi Nyonya?"

Dengan gemas Heppy menarik tangan Dinar hingga ia terduduk di samping Heppy. "Dengarkan aku baik-baik, oke?"

Dinar mengangguk patuh.

"Gadis manis, berhenti panggil aku Nyonya, oke? Namaku Heppy, HE PPY! Paham? Jadi stop panggil aku Nyonya, kalau nggak..." Heppy menggantung ucapannya.

"Kalau nggak apa Nyonya?"

"Aku akan meminta Kak Steffi menukarmu dengan asisten yang lain dan memindahkanmu ke tempatnya," ancam Heppy.

"Jangan Nyonya, jangan pindahkan saya ke tempat Nyonya Steffi."

"Bagus, jadi kau menurut saja, oke?"

"Tapi Nyonya, saya takut--"

"Oke oke aku paham, kau panggil aku Heppy saat kita sedang berdua saja jika takut yang lain dengar dan mengadukanmu pada Tuanmu itu," potong Heppy cepat sebelum Dinar kembali protes.

"Baiklah Nyo--"

"HEPPY!"

"Ba.. baiklahlah Heppy," ucap Dinar ragu.

"Nahh, gitu kan enak. Lagian ya, aku nggak berminat sama sekali menjadi nyonya disini. Aku ini penganut paham liberalisme, mana suka diriku berada di tempat seperti ini. Sekarang tolong beritahu aku, bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari sini."

"Nyonya bercanda kan? Dinar sudah memberitahu tidak ada yang bisa keluar dari sini dengan selamat."

"Ahhhh terus gimana dong? Apa aku benar-benar nggak akan bisa keluar dari sini? Eh emang benar nggak pernah ada yang keluar dari sini?"

"Emm sebenernya jika Nyonya, eh maksud saya Heppy keluar bersama Tuan, tentu tidak masalah."

"Keluar bersama Tuan Darrell?

" Iya Nyonya, dulu Nyonya Steffi juga pernah di ajak keluar untuk menghadiri sebuah acara oleh Tuan, tapi itu sudah lama sekali sih."

"Tuan Darrell dan Kak Steffi sudah berapa lama sih menikah?"

"Dinar tidak tau pasti, tapi Dinar dengar dari asisten yang lain katanya sudah hampir sepuluh tahun."

"Lama juga ya, ya udah aku pergi." Heppy menepuk pundak Dinar dan melenggang pergi keluar dari kamar.

"Mau kemana? Aku ikut, kau tidak boleh pergi sendirian," tanya Dinar sambil mengejar Heppy.

"Jalan-jalan, bosen diriku ini Dinar." Heppy tersenyum senang saat perlahan sikap Dinar tidak lagi formal padanya.

Heppy dan Dinar berjalan beriringan mengelilingi komplek paviliun yang sebenarnya lebih tepat disebut sebagai penjara.

"Eh itu Kak Steffi kan? Kenapa dia?" tunjuk Heppy ke arah Steffi yang menangis saat keluar dari Mansion--gedung utama tempat dimana Tuan Darrell tinggal.

"Husstt... Jangan keras-keras nanti kita bisa dihukum kalau Nyonya Steffi melihat kita disinidisini memergokinya dalam keadaan seperti itu," Dinar berbisik sambil menarik Heppy untuk bersembunyi.

"Kenapa dihukum? Salahnya dimana? Aku kan cuma penasaran kenapa dia menangis begitu."

"Karena ditolak Tuan Darrell mungkin."

"Memangnya Tuan Darrell sekejam itu kepada istri-istrinya?"

"Tuan Darrell memang terkenal dingin kepada semua istrinya, jadwal kunjungan itu hanya untuk memastikan mereka baik-baik saja dan tidak kabur tentunya. Bahkan Tuan tidak pernah sekalipun mengajak istrinya ke kamar pribadinya."

"Gila. Jadi selama menikah Tuan Darrell tidak pernah menyentuh mereka sama sekali?"

"Entahlah Hep, dari gosip yang Dinar dengar sih seperti itu dan dilihat dari gelagat para istri yang berlomba mendapatkan kasih sayang Tuan, mungkin saja gosip itu benar adanya. Memang Nyonya Steffi sering sekali mencoba merayu Tuan dan mencari perhatian, tapi seperti yang kamu lihat. Selalu berakhir seperti itu."

"Ada ya manusia kaku sekali seperti Tuan Darrell, bukankah itu lebih pantas disebut beruang kutub?"

"Hussstt, sudah Dinar bilang kan, jaga ucapan Heppy. Takut ada yang mendengar."

"Hehe, maaf. Yaudah lebih baik kita segera pergi dari sini." Heppy menarik tangan Dinar untuk segera pergi dari tempat itu.

---

Di kamarnya, Steffi menangis keras sambil menghapus make up diwajahnya. Steffi marah, kesal, namun tak bisa melakukan apapun.

"Aargghhhh!!" Dengan amarah Steffi menyapu semua barang yang ada di meja rias hingga berserakan di lantai.

"Kenapa Darrell? Kenapa sekali saja kau tak pernah melihatku? Aku juga butuh perhatianmu! Sebenarnya kau anggap aku ini istrimu atau bonekamu saja ha? Lalu untuk apa aku disini bergelimang harta tapi sedikitpun kasih sayangmu tak bisa kudapatkan?!"

Steffi meluruh ke lantai, menangis sesenggukan meratapi nasibnya yang bisa dikatakan hanya istri status. Haknya sebagai istri tak pernah ia dapatkan, bahkan selain wajah dan telapak tangan, Steffi tidak pernah melihat bagian tubuh Tuan Darrell yang lain.

---

Heppy terbangun karena kandung kemihnya terasa penuh dan meminta segera dikosongkan. Rasa kantuk membuatnya malas untuk beranjak dari tempat tidur tapi ia tidak ingin mengompol di kasur. Dengan mata sedikit terpejam ia berjalan ke kamar mandi.

"Ahh leganya..." Setelah selesai menuntaskan hasratnya Heppy kembali ke tempat tidur, namun urung karena tirainya sedikit terbuka dan ia memutuskan untuk menutupnya.

"Bukankah kata Dinar itu perpustakaan? Kenapa lampunya masih menyala? Siapa orang kurang kerjaan tengah malam begini baca buku?" Mengangkat kedua bahunya bodo amat, Heppy kembali ke tempat tidur.

"Ah sial kan, jadi nggak bisa bobok lagi." Heppy merebahkan tubuhnya namun matanya enggan di ajak kembali tidur.

"Eh gimana nasib mangga-mangga yang ku petik tadi pagi ya? Aku bahkan belum mencicipinya. Uhh jadi kepingin kan." Heppy kembali duduk, berfikir sebentar lalu memutuskan untuk mengendap-endap keluar dari kamar.

Dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara, Heppy berjalan menuju tempat pohon mangga yang ia petik tadi pagi.

"Perasaan bener disini deh pohonnya. Astaga, ditebang? Pasti beruang cap kanebo kering itu pelakunya," Heppy bersungut-sungut sambil menendang sisa serpihan batang kayu pohon mangga di depannya.

Heppy kesal, sudah kepalang pingin dan capek-capek berjalan kesini ternyata mangga itu sudah raib bersama pohonnya.

Melirik kearah perpustakaan, rasa penasaran Heppy membuatnya berjalan mengendap-endap ingin melihat siapa yang sedang berada disana.

Dengan hati-hati ia kembali menutup pintunya setelah berhasil masuk. "Nggak ada orang? Ah mungkin lupa mematikan lampu."

"Lihat-lihat dulu deh, siapa tau ada novel yang hot-hot gitu, hihihi."

Bugh!

"Hah apatu? Jangan-jangan hantu lagi hiii..." Heppy berjingkat kaget mendengar suara benda yang berbenturan. Memegang tengkuknya yang meremang karena takut, Heppy beringsut mundur mendekati meja baca yang terdapat lampu baca.

Membuka kembali matanya yang terpejam karena takut, Heppy memtusukan untuk duduk sebentar di kursi untuk menenangkan jantungnya yang berdebar.

"Wahhh apa nih?" Kedua mata Heppy berbinar senang melihat sebuah majalah dewasa yang terbuka di atas meja baca.

"Ya ampun seksinya, seandainya aku tinggi, pasti tubuhku tak kalah seksi dari mereka." Heppy bergumam sambil melihat gambar-gambar wanita dengan pakaian seksi yang menggoda itu. "Pasti pria mesum yang baca beginian tengah malem, nggak salah nih. Aaa jangan-jangan dia kabur waktu liat aku datang, hahaha dasar mesum," imbuh Heppy sambil cekikikan tanpa sadar ada sepasang mata yang sedari tadi mengawasi gerak geriknya

"Apa kau juga menyukai gambar-gambar itu?" tanya Tuan Darrell yang ternyata ada disana.

Deg! Heppy mematung ditempatnya. Dengan perlahan ia mendongak dan wajah Tuan Darrell ternyata tepat berada di atasnya, hanya berjarak beberapa centimeter.

Tuan Darrell terpaku menatap wajah Heppy. Ini pertama kalinya ia bertatapan dengan wanita dalam jarak sedekat ini.

Deg deg deg!

Heppy bisa mendengar suara detak jantung Tuan Darrell yang berdetak kencang.

Dengan susah payah Heppy menelan ludahnya sendiri. Wajah tampan dihadapannya begitu menggoda dan sialnya mata Heppy tepat berada di depan bibir Tuan Darrell yang terlihat basah dan lembab.

"T-tuan se-sedang apa disini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status