Share

Mimpi Lukman

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2022-07-23 12:22:46

Aku duduk bersandar seraya berpangku tangan. Kulirik Anjani, matanya rapat dengan posisi tengkurap. Anjani akan berubah setiap malam. Selama satu minggu aku tidur di kamar ini dengannya, setiap malam tiba-tiba saja dia sudah menjelma menjadi kuntilanak yang berbaring di hadapanku.

Tapi, karena aku ada di kamarnya, meski setiap malam dia menjadi kuntilanak, dia tidak bisa keluar dari kamar ini. Berbeda jika aku tidur di kamar Fidelya. Itulah kenapa Fidelya memergokinya bertengger saat malam.

Tubuhku sudah berisi dan Anjani bisa kukendalikan. Meski melihatnya dalam wujud asli sekali pun, aku bisa mengendalikan diri.

Aku belum bisa tidur. Aku menatap langit-langit kamar ini. Pikiranku teringat pada Ibu panti. Sekarang Ibu memang sudah tua dan pasti akan sering sakit.

Sudah satu tahun, aku dan Fidelya tidak pergi ke panti. Bukan karena lupa, tapi memang karena pabrik tidak bisa kutinggalkan.

Mana mungkin aku melupakan Ibu. Orang yang sudah membesarkan dan merawatku sejak bayi seperti anaknya sendiri. Pengorbanannya tidak akan pernah tergantikan.

Namaku juga pemberian Ibu. Nuka Refandra.

*****

Aku mematut diri di depan cermin besar yang ada di kamarku dan Fidelya. Aku meninggalkan kamar Anjani jam lima pagi tadi. Anjani masih terlelap dalam rupanya yang cantik.

Pakaianku sudah rapi. Lantas aku menyisir rambut yang sudah diolesi gel. Setelah siap, aku keluar dan bergegas ke meja makan.

Fidelya sudah duduk di sana.

"Pagi, Fi!" sapaku, tak lupa mendaratkan kecupan di pucuk kepalanya.

Fidelya tersenyum menatapku. Dengan cekatan, ia menyalin sarapan yang sudah dibuat Bi Marni. Lalu menghidangkan di depanku.

"Mas," ujarnya pelan di sela-sela sarapan.

"Ya?" jawabku sambil terus menikmati sarapan pagi ini.

"Mas Lukman pulang jam setengah 5 pagi. Tadi aku hanya mengantarnya sampai luar pagar."

"Terus?"

"Sebelum Mas Lukman benar-benar pergi, dia mengatakan sesuatu padaku, Mas!" ucap Fidelya pelan.

"Apa?"

Fidelya belum menjawab. Dia terlihat ragu untuk berkata. Fidelya hanya menggigit bibirnya.

"Kenapa, Fi? Lukman emangnya bilang apa?" tanyaku tak sabar.

Fidelya menghirup nafas panjang. "Mas Lukman mimpi lihat kuntilanak di halaman samping, Mas!"

"Uhhuukk!" Ucapan Fidelya yang di luar perkiraan membuat tenggorokanku tersedak. Cepat aku meneguk air.

Aku berdehem. "Maksudnya dia ngomong gitu apa, Fi?"

Fidelya mengangkat bahu. "Mas Lukman hanya berpesan, agar aku dan Mas Nuka jangan lupa beribadah dan selalu mengingat Tuhan. Gitu katanya, Mas!"

Aku tertawa pelan. "Kamu percaya sama omongan dia, Fi? Lima tahun kita tinggal di rumah ini. Selama itu juga, semuanya baik-baik saja, Fi! Jadi, kamu gak usah dengerin omongannya dia! Dari dulu, si Lukman itu emang suka ngaco!" jelasku panjang lebar.

Fidelya hanya diam. Dia melanjutkan sarapannya yang tinggal sedikit tanpa menyahut ucapanku.

Aku berdehem. "Fi, dengarkan Mas! Semua orang bisa mengalami mimpi dan mimpi apa saja yang di luar keinginan. Mungkin benar, Lukman bermimpi melihat kuntilanak di halaman samping rumah ini, tapi kembali lagi, itu hanya mimpi! Dan mimpi terjadi, di alam bawah sadar. Kamu paham 'kan, Fi?" Aku berkata seraya menatap wajah Fidelya. Sarapanku sudah selesai. Pagi begini, sudah membahas kuntilanak. Dasar Lukman sialan.

"Tapi di rumah ini, ngga ada kan, Mas? Ruma kita nggak berhantu 'kan, Mas?" tanya Fidelya cemas.

"Nggaklah, Fi! Rumah kita aman! Lima tahun kita tinggal di sini, apa kamu pernah bermimpi aneh seperti Lukman yang baru sekali tidur di rumah kita?" Aku bertanya, lalu menggenggam tangan Fidelya yang ada di atas meja.

Fidelya menggeleng. "Nggak, sih, Mas! Cuma, aku merasa aneh sejak Mas membawa Anjani tinggal bersama kita!"

Aku menghela nafas. "Astaga, Fi! Aneh kenapa lagi, sih? Kalau Mas nggak bawa Anjani ke sini, Mas harus bawa dia ke mana? Kamu 'kan tahu, selain dua mobil, rumah juga harus Mas jual untuk modal pabrik kembali. Cuma rumah ini satu-satunya dan uang di tabungan yang tersisa, Fi!"

"Kamu masih inget 'kan, alasan Mas tempo hari menikahi dan membawanya ke mari?" tanyaku pada Fidelya.

Fidelya mengangguk pelan.

"Ya, seperti itu kebenarannya, Fi. Kamu percaya 'kan, sama Mas?"

"Hm, iya, Mas. Mungkin aku terlalu mendengarkan ucapan Mas Lukman. Padahal, Mas Lukman baru sekali tidur di rumah ini," ucapnya.

Aku mengangguk. "Ya, sudah. Memang seharusnya kamu jangan memusingkan omongannya si Lukman. Mungkin saja di panti, dia juga sering mimpiin makhluk lain!" ucapku menenangkan Fidelya.

"Iya, Mas. Aku ngga seharusnya dengerin omongan Mas Lukman." Akhirnya Fidelya setuju untuk tidak mendengarkan omongan Lukman.

"Mas, terus kapan kita mau ke panti?" tanya Fidelya memelas.

Aku menghela nafas dan menyunggingkan senyum. Ku pegang dagu Fidelya. "Weekend nanti, Mas usahakan, ya, Fi!"

Raut wajah Fidelya menjadi cerah. Matanya berbinar. "Serius, Mas?" tanyanya antusias.

"Dua rius, Fidelya Sayang!" jawabku disertai senyuman.

"Akhirnya, terima kasih, ya, Mas!" Fidelya tersenyum puas membuatku gemas dan menjawil dagunya.

Lukman si-a-lan. Aku sudah kehilangan malamku dengan Fidelya gara-gara kedatangannya. Lalu, setelah kepergiannya dari rumah ini, dia malah membuat Fidelya berpikir yang macam-macam. Dasar menyebalkan.

***

Aku tiba di pabrik agak siang. Fidelya minta diantar ke butik langganannya. Ia ingin membeli baju dan celana sebagai hadiah untuk anak-anak panti nanti.

Baru saja turun dan keluar dari dalam mobil, Hardi berlari. "Ada apa, Har? Ngapain kamu lari-lari?"

"Ada kabar gembira, Bos!" jawabnya disela tarikan nafasnya yang memburu.

Aku menautkan alis. "Kabar apa? Istrimu izinin buat kamu nikah lagi?" candaku.

Hardi mendecak. "Si Bos malah bercanda. Kita ke ruangan, Bos."

Aku menyetujui. Hardi berjalan lebih dulu dan masuk ke ruanganku. Ia menuju meja kerjaku dan mengangsurkan selembar kertas.

Aku menerima dan melihat isinya. Permintaan sampel produk untuk dikirim ke toko fashion di salah satu kota di Singapura.

Mataku membulat sempurna. "Hebat, Har!" ucapku takjub.

Aku mengusap wajah tak percaya. Setelah lima tahun berdiri, produk pabrikku mulai dikenal pasar luar. Jika sebelumnya aku yang mengirimkan sampel sebagai bentuk pemasaran, kali ini justru pasar yang meminta sampel terlebih dulu. Karena seingatku, terakhir aku memasarkan produk ke luar negeri sekitar satu tahun lalu. Itu pun sepi. Respon hanya masih dari dalam negeri dan juga jauh dari target.

Aku tersenyum puas. "Har, pastikan tidak ada sedikitpun kesalahan! Meski masih sampel, berikan yang terbaik! Dollar Singapura menanti, Har!" Aku menimpuk lengan Hardi saking senangnya.

Hardi cengengesan. "Beres, Bos! Istriku dikasih dollar Singapura, alamat dapat izin kawin lagi, Bos!" kelakarnya.

Aku terkekeh mendengarnya. "Tentu saja, Har! Makanya, jangan sampai lepas! Itu salah satu toko fashion yang cukup besar di Singapura, Har! Pastikan sampai deal dan masuk order!" perintahku.

Hardi mengacungkan jempolnya. "Siap, Bos! Tenang saja!" balasnya sumringah.

Aku pun tak kalah senang. Akhirnya produk dari pabrik ini mulai menginjak pasar ekspor.

"Oh, ya, Har! Hari Minggu, aku akan ke panti bersama Fidelya. Kemungkinan menginap, kamu jaga pabrik dengan baik!"

"Minggu sekarang, Bos?" tanyanya yang kubalas anggukkan.

Hardi menggaruk kepalanya. "Minggu ini, aku gak pulang lagi lah, Bos?" tanyanya dengan bibir sedikit cemberut.

"Nggak lah, Har! Kamu udah kebelet gak ketemu istrimu dua minggu?" ledekku.

"Iyalah, Bos. Bisa uring-uringan si jago, Bos!"

Aku tertawa. "Makanya kawin lagi, Har! Bawa istri muda-mu tinggal di mess pabrik ini!" usulku.

Hardi terkesiap. "Gila, Bos! Bisa digantung aku sama istriku kalau ketahuan!"

"Kenapa? Kamu takut sama istrimu?"

Hardi tak menjawab hanya menggaruk tengkuknya. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya. "Sudah sana, mulai awasi pekerja!" perintahku.

Tanpa menjawab lagi, Hardi mengangguk hormat dan keluar dari ruanganku. Hardi memang takut pada istrinya. Tapi, dia selalu berkilah. Kalau dia itu suami yang setia pada pasangannya bukan takut istri. Ya, mungkin benar saja. Padaku saja dia tidak pernah berkhianat, apalagi pada istrinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KEDUA KU   Kabar Baik Dari Fidelya (ENDING)

    POV Author*Enam bulan berlalu …•••••Enam bulan sudah Nuka dan Fidelya tinggal di desa. Mereka mampu beradaptasi, baik dengan lingkungan maupun warga sekitar dengan sangat baik.Setelah enam bulan, Nuka Dan Fidelya sudah mengenal dan mulai berbaur dengan warga lain yang menjadi tetangganya. Berbeda sekali dengan kehidupan saat di kota.Tinggal di komplek perumahan elite, yang rata-rata penghuninya jarang sekali ada di rumah. Membuat Nuka dan Fidelya tidak begitu mengenali tetangganya dulu.Hari ini, akan diadakan acara di masjid besar desa mereka. Para wanita bersama-sama memasak di dapur umum. Memasak makanan yang akan di makan secara bersama-sama nanti malam. Sedangkan para pria, bertugas menyiapkan bahan yang akan dimasak oleh para wanita dan sebagian lagi membuat dodol di halaman depan masjid."Neng Fifi, kamu sakit? Kelihatannya pucat begitu?" tanya Teh Lilis kepada Fidelya.Teh Lilis yang yang tengah mengiris-iris bawang merah, merasa bahwa Fidelya sepertinya sedang tidak se

  • ISTRI KEDUA KU   Pindah Ke Desa

    POV Author.*************Nuka dan Fidelya turun di terminal bus. Setelah lima jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di terminal bus terakhir menjelang sore hari. Mereka turun dari bus hanya membawa tas berisi pakaian yang dijinjing oleh Nuka. Setelah turun dari bus, Nuka beserta Fidelya berjalan menjauh dari area terminal.Mereka menyebrang jalan, kurang lebih dua puluh menit mereka tiba di pangkalan ojek. Kemudian menaiki ojek agar sampai di desa yang akan menjadi tempat baru bagi mereka. Desa yang belum padat penduduk. Sesuai dengan arahan A Azmi.Ibarat kata, Nuka saat ini sudah belangsak. Sudah benar-benar miskin. Tidak punya apa-apa lagi. Harta dan jabatan yang dulu begitu dia bangga-banggakan, untuk sekarang, semua itu tidak bisa menolongnya. Semuanya lenyap. Semuanya hanya semu. Nuka telah tertipu rayuan dan hasutan ibl*s terkut*k.Beruntung, Fidelya ada membersamai Nuka. Dalam kondisi seburuk apapun. Di situasi tersulit sekalipun. Fidelya akan selalu pasang badan untuk suami

  • ISTRI KEDUA KU   Ketulusan Fidelya

    POV NUKA***********Saat aku memasrahkan hatiku menerima semuanya. Rasa panas yang sedari tadi menjalar, perlahan sirna. Berganti menjadi rasa perih. Seperti goresan luka yang sengaja ditabur garam. Perih tak terkira.Tubuhku menjadi lemas dan rasanya aku pun tidak sanggup menahan tubuhku sendiri. Aku terkulai. Tidak kuat menahan berat badanku. Tubuhku terasa merosot dengan sendirinya. Aku bisa merasakan tubuhku luruh perlahan ke dalam sungai dan terbaring. Namun, anehnya. Aku tidak merasakan air sungai yang tadi begitu dingin, pada kulitku saat ini. Aku justru merasakan perih di seluruh kulitku.Ah entahlah. Aku sudah tidak mau berpikir lagi. Aku serahkan semuanya pada Sang Pemilik Kehidupan. Apa pun yang terjadi, aku siap menerimanya. Pun dengan Fidelya yang akan tetap menerimaku.Aku merasakan bahuku ditarik untuk bangkit. Kubuka mata. Benar saja, tubuhku kini sudah terduduk di dasar sungai. A Azmi berada di samping, memegangi bahuku. Serta Lukman berada di ujung kakiku. Pakaian m

  • ISTRI KEDUA KU   Dia Bukan Istrimu!

    POV NUKA*************"FIDELYAAAA!" Aku berlari. Tubuhku membeku seraya menatap aliran air yang deras di bawah sana."Apa yang kamu lakukan, Fi?" teriakku pada suara gemuruh air yang mengalir.Tanpa berpikir lagi. Aku bersiap untuk menyusul Fidelya di bawah sana."NUKAAA!" Teriakan seseorang menghentikan gerakanku yang sudas siap untuk terjun.Dari arah padepokan, nampak A Azmi berlari mendekat ke arahku. "Mau apa kamu?!!" sentaknya, serta merta menarik tanganku. Hingga aku menjauh dari tepian jembatan gantung."Istriku, A! Istriku. Fidelya menceburkan diri ke bawah sana. Aku mau menolongnya, A! Aku harus cepat sebelum Fidelya terbawa aliran sungai lebih jauh!" jawabku panik.Raut wajah A Azmi seperti kebingungan. "Fidelya menceburkan diri? Fidelya tinggal di padepokan perempuan, di belakang sana, Nuka!"Aku menggeleng. "Tapi aku melihatnya sendiri, A! Aku melihatnya dengan jelas, Fidelya melompat ke bawah sana!" ucapku dengan meninggikan suara.PLAKK!Aku memegangi pipi yang ditampa

  • ISTRI KEDUA KU   Banyak Godaan

    POV NUKA***********Aku berdiri di atas sajadah. Memulai salat taubatku.Baru selesai takbiratul ihram. Angin kencang menerpa tubuhku. Angin yang masuk melalui jendela rumah ini begitu kencang hingga menggoyahkan kedua kakiku.Aku merasa tidak kuat. Dengan terpaan angin yang seperti badai ini. Rasanya, aku akan menghentikan saja salatku ini.BRUKKKH!Darah segar muncrat dari dalam mulutku. Bersamaan dengan terpentalnya tubuhku membentur pintu kayu rumah ini. Dadaku terasa didorong begitu kuat saat tengah salat tadi."MAS!" pekik Fidelya, berlari mendekat padaku. Begitu juga Lukman dan A Azmi yang panik. Lukman membersihkan darah yang mengotori alas rumah ini yang dari papan kayu."Mas kamu baik-baik saja 'kan, Mas?" Fidelya bertanya khawatir. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Aku tak mampu menjawab. Kupegangi kuat-kuat dada yang terasa sesak. "Bagaimana ini A?" Fidelya bertanya pada A Azmi. Nada suaranya terdengar begitu cemas. Namun tangannya kini sibuk membersihkan sisa

  • ISTRI KEDUA KU   Menuju Taubat

    POV NUKA**********"Kenapa, Mas?" Fidelya bertanya heran."Apa Ibu tahu perbuatanku, Fi?"Fidelya menghela nafasnya lalu menggeleng. "Nggak, Mas. Tapi kata Mas Lukman, Ibu ingin sekali bertemu kamu. Ibu merasakan firasat buruk tentangmu. Bahkan Mas Lukman sampai harus berbohong pada Ibu tentang kita."Fidelya menggamit lenganku. "Ayo, Mas. Kita segera pergi."Aku hanya mengangguk. Fidelya lalu menyetop angkutan umum. Baru kali ini lagi, aku menaiki angkutan umum. Rasanya tidak nyaman. Panas dan sesak. Karena penuh dengan penumpang.Entah ke mana Fidelya akan membawaku. Aku mengikut saja. Aku masih tidak percaya dengan kedatangannya hari ini di hadapanku. Aku juga masih tidak menyangka, bahwa Fidelya menggagalkan perjanjianku atas bantuan Lukman serta Nabila. Aku pikir, mereka tidak memiliki ilmu kebatinan seperti yang Fidelya katakan tadi.Setelah setengah jam. Fidelya meminta turun di terminal bus. Lalu Fidelya mengajakku menaiki bus antar kota.***Badanku terasa diguncang-guncang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status