Share

Bab 7

Tetapi, Ayana tidak mengatakan apapun kepada, Nina. Ayana hanya balas tersenyum sembari menggeleng pelan menatap, Nina.

"Tidak ada Kak, Kak Dimas tidak memberikan apapun kepada, Ayana."

Penjelasan yang baru saja diungkapkan, Ayana kepada, Nina, Jelas saja membuat Nina tidak percaya. Bagaimana mungkin Dimas yang sudah merencanakan pesta ulang tahun yang akan dia rayakan berdua bersama, Ayana

tidak memberi Ayana hadiah apapun.

"Jangan bohong, Ayana! aku tahu pasti Dimas memberimu hadiah, Dimas sudah merencanakan begitu lama, untuk merayakan ulang tahunmu berdua dengannya, tidak mungkin, Dimas tidak memberikanmu hadiah apapun semalam."

Ayana melihat, jika Nina sepertinya tidak percaya dengan ucapannya. Jika memang Dimas, tidak memberikan hadiah apapun kepada, Ayana, selain luka yang mungkin tidak akan pernah bisa Ayana lupakan.

Jika mengingat malam menyedihkan yang menimpa dirinya, Ayana hanya dapat menahan sesak yang dia rasakan didadanya.

Ayana menatap Nina, berusaha untuk tidak mengeluarkan air matanya, yang saat ini menggenang di pelupuk matanya, yang hampir saja menetes didepan Nina.

"Tidak ada Kak, Ayana tidak berbohong! lagi pula semalam, Kak Dimas sepertinya marah kepada Ayana dan memilih untuk meninggalkan, Ayana sendiri di restoran."

"Apa maksudmu, Ayana! Tidak mungkin Dimas meninggalkanmu sendirian di restoran," Nina terlihat tidak mengerti, dengan apa yang terjadi antara Dimas dan juga Ayana, semalam. Namun mendengar apa yang dikatakan Ayana, kemungkinan rencananya untuk membuat Ayana, menjalin kasih dengan Dimas, sepertinya tidak berjalan lancar.

"Kak Dimas, menyatakan perasaannya kepada Ayana Kak, tetapi Ayana menolak untuk menerimanya, dengan alasan Ayana belum ingin menjalin kasih untuk saat ini, dengan Kak Dimas," ungkapan penolakan yang Ayana katakan kepada, Dimas, jelas saja membuat Nina tidak percaya mendengarnya.

Bagaimana mungkin, Ayana menolak pernyataan cinta dari Dimas, dan melewatkan kesempatan untuk bersama dengan Dimas.

Nina menebak, Apa mungkin Ayana, masih berpikir untuk kembali berharap kepada, Bryan, yang saat ini perlahan mulai didekati, Nina.

Jika itu benar, Nina tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi, Ayana tidak boleh kembali dekat dengan, Bryan. Nina akan melakukan segala cara agar membuat, Bryan menjauhi Ayana. Segera Nina akan melakukan itu.

"Dasar bodoh! Apa kau menolak, Dimas karena, Bryan, Ayana? Jika benar demikian, berhenti berharap kepada Bryan, dan terimalah pernyataan cinta Dimas! karena aku tidak akan membiarkanmu untuk mencoba mendekati, Bryan. Asal kau tahu Ayana, Bryan itu milikku! tidak ada yang boleh memilikinya selain, Aku."

Perkataan, Nina yang menusuk serta tatapan mata Nina, yang membulat penuh, menatap marah kearahnya, membuat Ayana hanya menundukkan wajahnya, menghindari tatapan Nina.

Nina benar, Alasan Ayana menolak, Dimas karena Ayana masih berharap kepada, Bryan, akan tetapi, Ayana tidak bisa mengatakan yang sebenarnya didepan Kakaknya, itu sama saja Ayana memancing kemarahan Kakaknya, yang juga menyukai Bryan.

Ayana memejamkan mata, menahan sakit didadanya, rasanya sngat menyakitkan, kenapa dia harus menyukai pria yang sama dengan yang disukai oleh Kakaknya.

Hingga sekarang, Ayana berusaha untuk melupakan, Bryan, yang sangat susah untuk Ayana lupakan. Cinta Ayana kepada Bryan begitu besar. sehingga bagaimanapun cara yang dilakukan, Ayana, tidak mampu membuatnya melupakan Bryan.

Malah semakin hari perasaan cinta, Ayana semakin tumbuh, Ayana tahu jika dia telah berlaku jahat dengan menyukai pria yang saat ini dekat dengan Kakaknya, tetapi Ayana tidak bisa menghindari perasaan cinta yang dia miliki untuk, Bryan.

"Kak, biarkan Ayana beristirahat sebentar, Ayana benar merasa tidak sehat hari ini," walau sudah berkata demikian, tetapi Nina masih tidak ingin meninggalkan, Ayana sendirian dikamar, dan malah semakin menatap marah kearah Ayana, dengan penuh peringatan.

"Ayana, sekali lagi aku beritahukan! jangan pernah kau mencoba mendekati, Bryan, Bryan adalah milikku! dan hanya aku satu-satunya wanita yang pantas bersama dengan Bryan, camkan itu!"

Nina berucap dengan penuh peringatan kepada, Ayana, seolah tidak peduli jika Ayana merupakan saudari kembarnya. Yang Nina pedulikan saat ini, bagaimana membuat, Bryan menjauhi Ayana, yang masih sangat dicintai Bryan.

Nina tidak terima, jika Bryan memiliki perasaan cinta kepada, Ayana, saudari kembarnya dan bukan kepadanya, padahal Nina merasa dirinya jauh lebih cantik dari pada Ayana. Memikirkan itu, membuat Nina menatap benci, dan mengahancurkan semua barang yang dilihatnya, meluapkan rasa kesalnya, karena sampai saat ini dirinya terus mendapat penolakan dari Bryan, hingga semalam saat dirinya menawarkan tubuhnya untuk Bryan, Bryan dengan tegas menolaknya, dengan mempermalukannya, mengatakan jika Ayana wanita yang jauh lebih terhormat darinya, jelas perkataan Bryan, membuat Nina semakin membenci Ayana, yang telah membuat Bryan membandingkan dirinya dengan Ayana.

"Kak, Ayana minta tolong, untuk Kakak keluar dari kamar, Ayana hanya ingin istirahat Kak! Ayana tidak ingin mendengar apa yang Kakak katakan saat ini, jadi tolonglah Kak, biarkan Ayana untuk beristirahat."

"Tidak! Aku tidak akan keluar dari sini, lagi pula Ini juga kamarku, kamu tidak berhak memintaku keluar Ayana," Nina marah, kemudian membanting barang yang ada di atas meja Ayana, tidak mempedulikan jika saat ini, Ayana sedang terbaring sakit diatas tempat tidur.

Tanpa mempedulikan Nina. yang membanting semua barang, Ayana, yang ada di atas meja di samping tempat tidur. Ayana yang hanya ingin mengistirahatkan tubuhnya yang terasa panas, agar dapat segera pulih.

Ayana tidak mengetahui apa yang terjadi kepada dirinya, yang membuatnya terlihat begitu lemah saat ini.

Nina, melihat jika, Ayana tidak mengatakan apapun, kemudian menghentikan kegilaannya dan berjalan mendekat ke arah tempat tidur Ayana, untuk memeriksa tubuh Ayana yang nampak memerah, terbaring di atas tempat tidur.

Dengan pelan, Nina mengulurkan tangannya dan menempelkan di atas kening Ayana, bermaksud untuk memeriksa suhu tubuh Ayana yang ternyata sangat panas. Nina tidak tahu jika Ayana hari ini mengalami demam.

Tetapi Nina merasa senang, karena dengan sakitnya Ayana, Nina berharap agar saudari kembarnya itu, bisa lebih cepat untuk lenyap dari dunia ini, dengan demikian Nina, tidak memiliki penghalang lagi untuk dapat memiliki, Bryan.

Selama ini, Bryan tidak pernah tertarik kepadanya, karena adanya Ayana di dekatnya, jika saudari kembarnya itu lenyap dari dunia ini, itu akan mempermudah jalannya untuk dapat memiliki, Bryan. Berpikir sampai disitu, Nina tidak sabar untuk membuat saudarinya ini segera lenyap dari dunia ini.

Melihat Ayana tertidur dengan menutup mata, Nina kemudian tersenyum kecil sembari mulai melihat sekitar untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa dia gunakan, untuk membantu menyegerakan melenyapkan adiknya.

Melihat bantal yang ada di dekat Ayana, Nina kemudian segera mengambilnya.

Sepertinya aku bisa menggunakan ini, untuk melenyapkan Ayana. Tanpa merasa takut ataupun Iba, melihat adiknya tengah terbaring sakit di atas tempat tidur, bantal yang dipegang Nina, kemudian Nina letakkan di atas wajah, Ayana, dan itu jelas membuat Ayana tidak dapat bernafas, apalagi dengan tubuh yang semakin melemah, membuat perlawanan Ayana nampak percuma.

"Kau harus mati Ayana! jika tidak, aku tidak bisa membuat Bryan menjadi milikku seutuhnya, selama kau masih hidup Bryan tidak akan pernah menjadi milikku, untuk itu Ayana Kakak meminta maaf, harus mengirimmu untuk bertemu dengan kedua orang tua kita!" dengan kuat Nina, menekan bantal yang saat ini dia pegang dengan kuat membuat Ayana, semakin melemah dan hampir saja kehilangan nafas.

Tok Tok Tok

"Ayana, apa kau ada di dalam?" suara Bryan, yang baru saja mengetuk pintu kamar, Ayana membuat Nina, segera menghentikan aksinya dan menoleh ke arah pintu yang saat ini perlahan dibuka oleh Bryan.

Bryan melangkah masuk dengan pelan, sembari melihat ke arah Nina yang berdiri di samping Ayana, tengah terbaring lemah, dengan rambut yang berantakan di wajah yang penuh dengan keringat, nampak begitu menyedihkan.

Bryan, sangat terkejut melihat apa yang ada didepannya, dengan segera Bryan melangkah untuk mendekati, Ayana, mencoba untuk membangunkannya.

"Ayana apa yang terjadi denganmu? Tubuhmu sangat panas, Ayana!" Bryan begitu terkejut, saat memegang tubuh Ayana yang tersa panas, kemudian Bryan melirik ke arah, Nina yang berdiri dengan gugup, mencoba untuk menghindari tatapan Bryan kepadanya.

"Nina, apa yang terjadi kepada Ayana? Kenapa Ayana bisa seperti ini?" Bryan yang menatap Nina dengan menuntut jawaban, saat melihat keadaan Ayana yang tidak berdaya terbaring lemah di atas tempat tidur.

"Itu... itu Kak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status